Kamis, 23 Juli 2009

Dont Let Them Win !!



Iman paling utama ialah engkau mencintai dan membenci karena Allah, engkau gerakan lidahmu untuk berdzikir kepada Allah, engkau mencintai sesama manusia seperti engkau mencintai dirimu sendiri, engkau membenci sesuatu yang menimpa orang lain sebagaimana engkau benci hal itu menimpa dirimu, engkau berkata yang baik atau diam” Jami Al Hadist no 3498

Aaaaaargh ! kesal, gemas, marah, mengutuk itulah beberapa dari berbagai reaksi yang timbul akibat peledakan hotel JW Marriott dan Ritz Carlton jumat 17 Juli lalu akibat ulah teroris. Sembilan orang tewas dan limapuluh empat orang lainnya cedera. Tak bisa dibayangkan efek domino setelahnya tapi luka psikologis akibat hal itu sungguh tak terbayangkan.

Ribuan pendukung olahraga sepakbola seketika kecewa berat, jumat itu pukul setengah dua siang klub Manchester United melalui juru bicaranya menyatakan membatalkan kunjungan mereka ke Gelora Bung Karno. Mereka kecewa disaat warga Asia lain bisa beraudiensi dengan para pemain bola berbakat itu, mungkin berbagi ilmu, pengalaman, maka warga negara Indonesia sekedar untuk berjumpa, melihat secara langsung pun tidak pernah kesampaian. Mengagumkan !!

Seorang kakek dengan wajah bingung, tergopoh-gopoh memasuki rumah sakit demi rumah sakit, kantor polisi mendatangi tempat manapun untuk memastikan keberadaan anaknya, diantara sorot mata harapan bercampur takut pada kenyataan yang mungkin terjadi, ia mencoba terus tegar. Istri kehilangan suami, anak kehilangan orang tuanya, tempat menyandarkan hidup itu tak terdengar kabar beritanya sejak bom itu meledak. Ribuan orang karyawan Holcim seketika berduka karena pimpinan sekaligus ”bapak” mereka turut menjadi korban, seseorang yang bertanggung jawab pada hajat hidup orang banyak yang dikenal santun dan banyak menularkan ilmu-ilmu kepemimpinan, terenggut hanya dalam hitungan jam. Dan banyak lagi cerita-cerita tentang kehilangan tersisa disana, menunggu dan tentu saja memilukan. Wahai, lihatlah luka macam apa yang kalian tinggalkan ?.

Tapi yang lebih parah adalah korbannya. Beberapa orang terlempar keluar hotel dalam keadaaan sekarat, mayat-mayat yang otomatis termutilasi karena hebatnya ledakan, puluhan orang cedera dan entah paku atau kaca atau apalagi yang masuk ketubuh mereka. Cacat ? sudah pasti ! dan derita ini akan diderita seumur hidup. Wahai, lihatlah penderitaan macam apa yang kalian tinggalkan ?

Dalam suasana seperti itu berbagai dugaan berbau politis muncul, beberapa warga melakukan analisa sendiri mengarahkan kecurigaan mereka pada pihak-pihak yang kalah dalam pemilu, sementara dari pihak polisi dugaan kuat mengarah ke dalang teroris warga Malaysia yang sampai kini masih buron, Noordin M Top. Analisa lain mengarah ke sindikat luar negeri yang turut campur tangan menciptakan suasana kacau negeri ini. Tapi kita semua berharap aparat berwenang segera mengungkap pelakunya dan menyeret mereka ke pengadilan, lalu diadili seberat-beratnya.

Seluruh negeri tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan yang amat sangat. Dicampur geram dan marah kita semua mengutuk kejadian tak bertanggung jawab itu, sebab selalu saja korbannya tak pernah ada sangkut-pautnya dengan pesan yang ingin disampaikan pengebom itu. Disini korbannya hanyalah pelengkap penderita, tumbal untuk tujuan yang suci menurut versi mereka. Aaaargh ! diantara banyaknya jalan untuk berjuang (jihad) mengapa yang dipilih adalah memerangi sesamanya sendiri, jika tak suka dengan keberadaan mereka atau apapun dari mereka, setidaknya jangan menyakiti mereka. Pilihlah cara lain yang lebih kesatria.

Siapa pun pelakunya tentu berbeda ”faham” dengan kita, jika diatas peraturan kita masih menyisakan ruang untuk cinta pada sesama, maka mereka tidak menyisakan sedikitpun tempat untuk itu. Seolah-olah yang namanya duka, kesengsaraan, kemiskinan adalah mutlak takdir milik mereka dan atas dasar itu lalu merasa berhak membagi dukanya ke sebanyak mungkin orang dengan dalih agama, kebencian, dan sikap sinis yang membakar.

Sesaat, ingin sekali membaca pikiran mereka, otak peledakan itu. Tapi itu percuma, beda paham artinya beda bangunan, beda frekuensi, beda tempat dan alas, untuk bisa mengerti orang lain kita tak bisa menempatkan nya diatas atau dibawah pemahaman kita melainkan setara. Tapi bila alamnya saja sudah lain maka upaya untuk memahami adalah tindakan sia-sia. Lagipula sekarang bukan saatnya memahami tindakan mereka melainkan mencegah dan memeranginya agar kejadian itu tak terulang lagi.
Cukup sudah !.

Betapa luarbiasanya waktu. Ia membawa rahasia masa depan sekaligus menyembuhkan luka, kadang membawa kegembiraan yang sukar dilupakan. Waktu juga yang akan membawa kenangan masa lalu yang pahit, seperti kejadian jumat pagi itu, mudah-mudahan kita tak lantas dibuat lengah apalagi lupa terhadap bahaya yang mungkin menimpa orang-orang tercinta.

Sebagai warga biasa, yang bisa kita lakukan mungkin berlaku waspada, sebisa mungkin membantu aparat, mengaktifkan lagi rukun warga, dan menjaga orang-orang tercinta kita dari jangkauan mereka. Jika ada satu hari yang menjadi tonggak perjuangan, maka hari itu adalah sekarang dan selamanya. Kita mungkin warga biasa, menjalankan kehidupan sehari-hari dengan biasa dan sederhana tapi kita tak pernah takut pada ancaman teror apapun, dan dari siapapun.

Kita mungkin warga biasa yang bergelut dengan keseharian tapi kita tak akan membiarkan para teroris pencuri mimpi itu menang, tidak sekejap pun !.

Saat ini mereka mungkin sedang berbangga hati, tertawa diatas duka orang banyak, merasa berhasil menyebarkan ketakutan, puas dengan ledakan dahsyat yang dirakit dengan rasa iri, bahagia karena bisa merekrut pasukan berani mati, tapi lupa bahwa sesuatu yang ada di alam ini bersifat pasti, siapa yang memiringkan bejana air maka sisi bejana lainnya akan menyeimbangkan diri (hukum Pascal). Lupakah bahwa alam ini penuh keseimbangan ?.

Sekali lagi, jangan biarkan mereka menang !
Jangan pernah sekalipun!

2 komentar:

Avi Cenna mengatakan...

Apapun alasannya, mereka benar2 biadab.....

Eteh mengatakan...

inilah yang gw kurang setujuh gih, kenapa seh manusia mengatasnamakan Tuhan untuk pembelaan, padahal jelas ...

'Tuhan tidak membutuhkan pembelaan manusia, karena Dia dapat membela diri-Nya sendiri, apalagi membela dengan Kekerasan padahal Tuhan sendiri Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang'