Minggu, 13 September 2009

Bacalah ! Baca Saja



Bagai api yang membakar sumbu obor. Lalu dengan itu menerangi semua gelap sekaligus meniadakannya maka begitulah pendidikan seharusnya menerangi tidak saja pikiran tapi juga jiwa. Baik pendidik, dan yang sedang dalam menuntut ilmu semua tercerahkan oleh api suci pengetahuan yang sinarnya ditandai oleh kehadiran kalam. Dan hakikat ilmu tak akan pernah habis meski tujuh lautan dijadikan tinta dan tujuh lautan tinta ditambahkan lagi dan lagi untuk menuliskan berbagai macam pustaka-pustaka ilmu, niscaya ilmu itu akan selalu ada, demikianlah Tuhan menjelaskan kekayaan dan kesempurnaan ilmu milik-Nya.

Dalam sebuah riset yang diadakan bagi para pendatang muslim Aljazair yang tinggal di Perancis beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan terkejut dengan hasil yang mereka dapatkan. Para pendatang dan keturunannya yang sebagian besar buruh kasar itu terlihat berbeda setelah bersentuhan dengan pendidikan. Garis wajahnya tentu masih keras, tapi mata berwarna tembaga itu tentu tak berbohong saat mengemukakan pendapat, bagaimana kian hari mereka kian mengerti cara untuk menghargai diri sendiri, tata perilaku mereka terutama saat berinteraksi dengan orang asing, gaya hidup yang meningkat pesat dan tak lagi ragu menyuarakan ekspresi didalam jiwanya.

Dan kini lihatlah para keturunannya, mereka mampu meraih bidang- bidang ilmu yang paling essensial dalam setiap sisi kehidupan masyarakat Perancis, secara keseluruhan para ilmuwan itu menemukan bahwa semakin lama mereka tampak semakin cantik dan tampan. Penuh percaya diri dan tanpa rasa takut. Demikianlah ilmu menjadi perhiasan yang menghiasi keseharian wajah mereka (bukankah kita pun sepakat bahwa seseorang yang cerdas selalu tampak lebih menarik ?).

Begitulah arti pendidikan untuk manusia. Ia tidak saja membuka gerbang kemungkinan yang begitu kaya tapi juga memanusiakan manusia. Maka barangsiapa menyepelekan masalah pendidikan ini maka sesungguhnya ia menyediakan dirinya untuk masa-masa penuh kegelapan. Selamanya !.

Pintar itu seksi, ia tidak saja menggambarkan sejauh mana cara berpikir bisa memperkaya kehidupan manusia dan membuat perbedaan. -Yang ditandai dengan karya-karya- tapi juga mencahayai jiwa dan meluaskan cahaya itu memancar sampai keluar. Pendidikan itulah ternyata yang menunjukan jalannya.

Pada awalnya kondisi menuntut ilmu adalah sama dengan meraba kondisi yang gelap dan serba baru, kita juga kadang menaruh curiga pada sesuatu yang masih asing bagi kita. Satu- satunya jalan untuk tidak menaruh rasa curiga pada sesuatu yang baru, yang masih asing, adalah mengenalinya untuk kemudian mengakrabinya. Ketika kita telah akrab dengannya, ketakutan, kecurigaan dengan sendirinya sirna, untuk digantikan oleh kejelasan, pemahaman, pengertian.

Dan pada akhirnya hasil dari pendidikan adalah perubahan perilaku. Ilmu itu cahaya yang hanya akan sanggup menerangi hati yang juga bersih dan bening. Ia tidak berubah seketika melainkan sedikit demi sedikit. Karena itu hanya orang yang bersabar dan kuat di ”will” saja yang bisa sukses mencerap ilmu. Keadaan jalan lambat ini bagi sebagian orang akan membuat frustasi dan memilih jalan pintas ataupun berhenti ditengah jalan karena merasa tidak mendapatkan manfaat dari proses belajar ataupun merasa bahwa ilmu yang sedang dituntutnya hanya akan sia-sia. Maka alangkah beruntungnya orang-orang yang menemukan kesenangan ketika menuntut ilmu.

Dan tantangan sesungguhnya dari ilmu adalah hal ini : Menerapkan Apa Yang Telah Diketahui. Dan ini akan berlaku bagi setiap penuntut ilmu. Tapi The Big Thing nya sekarang adalah : banyak orang mempertanyakan di jaman yang di penuhi orang pintar (baca: telah lulus SD, SMP, SMU/SMK, lulus sarjana, master, bahkan PHD, Ing. dst) tapi kehidupan malah semakin sulit, kejahatan kerah putih merebak, korupsi dimana-mana, lebih jauh kerusakan alam yang semakin sulit ditanggulangi (lalu kemana saja ilmu nya ?). Hening.... tak ada jawaban.

Seseorang memang belum benar-benar terdidik sebelum ia mampu membaca dirinya sendiri. Seperti apakah ia didepan cermin, orang pintar yang membangun atau sebaliknya orang pintar yang malah merusak ?.

Lalu sudahkah jujur membaca diri kita sendiri ? wajah apakah yang nampak didepan cermin ? bayangan cermin palsu kah ? atau bayangan si orang baik yang sedang tersenyum puas ?

Iqraa, bacalah dengan menyebut nama Tuhan mu yang menciptakan !
bacalah dirimu !
bacalah hatimu !
bacalah hidupmu !

Selamat menuntut ilmu dan tercahayai.


photos taken from national geographic

2 komentar:

Avi Cenna mengatakan...

Sebetulnya ada sedikit perbedaan antara membaca dan mengkaji.....

dalam membaca, terkadang kita lupa untuk mendalami makna dari sesuatu yang kita baca. Kadang kita membaca, tanpa sedikitpun mengerti apa yang kita baca, seperti membaca mantra saja. Saya ambil contoh : membaca Kitab Suci.

OK, mungkin dengan 'hanya' membaca saja kita dapat pahala, dapat ketenangan bathin, dilindungi dari kejahatan,dll....tapi apakah hanya itu yang kita mau? tidakkah kita ingin mengerti makna dari wahyu Tuhan yang disampaikan kepada kita? Bagaimana kita belajar dari pengalaman umat terdahulu kalau kita tidak tahu makna Kitab yang kita baca?

Ada sebuah riwayat mengenai sahabat Rasul SAW, Ali Bin Abu Thalib. Beliau mengatakan : "Al'Quran itu mati, yang membacanya lah yang mengidupkannya". Tetapi, apakah membaca yang dimaksud beliau adalah sama dengan yang kita lakukan selama ini? hanya membaca tanpa mengetahui maknanya.

Jadi apabila ada yang mengaku sedang "mengaji" (kata dasat KAJI, artinya tidak sekedar membaca, tapi juga mendalami maknanya), tapi hanya membaca saja tanpa mendalami arti dan maknanya,mungkin nama kegiatan ini harus diganti jadi "membaca", bukan "mengaji".

JAdi jangan heran kalau anda bertanya kepada teman anda : "Sudahkah kamu mengaji?", dan teman anda menjawab : "Saya sudah membaca, tapi belum mengaji". Mungkin teman anda sudah sadar mengenai perbedaan antara 'membaca' dan 'mengkaji'.

Salam.

Sugi Utomo mengatakan...

Ahh Betul mas Ibnu, indah sekali :)
prosesnya tidak pernah benar-benar berhenti..