Selasa, 08 Desember 2009

Makna Hidup



Woow.. 1880 an pengunjung.
Terima kasih banyak telah singgah di blog ini, tiga bulan tidak menulis pegel rasanya. Dan mudah-mudahan tulisan spontan ini juga berguna untuk direnungkan.

Sibuk dan sibuk. Diakhir tahun agenda sebuah perusahaan biasanya adalah perawatan rutin. Dan sejak september lalu, hampir satu bulan penuh saya berkutat dengan pekerjaan. Pulang larut malam dan hanya memiliki sedikit waktu untuk istirahat, maka pada satu hari libur yang sangat berharga saya manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

Pagi itu saya kedatangan tamu. Tetangga saya yang biasa ikut nonton film kartun di TV. Hari itu tidak biasanya datang dengan muram, mukanya seperti ditekuk. Dan saya masih kurang ngeh. Kami hanya terpaku pada layar TV. Sampai dia akhirnya menanyakan pertanyaan besar ini.

"hanya sebegini sajakah makna hidup saya ?"

Hah, saya melongo. Gugup. Sementara matanya seperti mencari sesuatu dimata saya. Tapi saya masih tidak menduga pertanyaan semacam itu bisa meluncur tanpa hambatan di bibirnya.

Dan terus terang saya lebih suka tidur lagi dari pada harus mikir berat di hari minggu. Tapi itu jadi semacam PR juga buat saya akhirnya.

Dewa. sebut saja begitu. Berusia duapuluh lima-an, setelah menamatkan kuliahnya disalah satu PTN di Bandung, bekerja di sebuah bank BUMN di Banten. Berangkat pagi, pulang sore. Berpenampilan rapi, bersih dan tampak perfeksionis. Sebulan dua kali ke Jakarta untuk dugem bareng gank-nya, tiap akhir pekan ke Bandung ketemu pacar. Beragam bonus sudah siap mampir ke kantongnya. Dunia yang dimata saya as simple as that, hidup yang no need to worry about, fun and fun. Tapi siapa sangka direlungnya tersembunyi pertanyaan seberat itu.

Karena tak ingin menjawab, saya hanya mendengarkan saja. Tentu saja saya juga sering dihinggapi pertanyaan serupa, bahkan pertanyaan itu bisa bertambah intensitasnya ketika keadaan kurang mendukung. Dan saya lebih suka pura-pura sibuk, atau menyibukan diri menghindarinya. Sebenarnya sudah ketemu jawabannya tapi menemukan jawaban sendiri tentunya lebih mendamaikan bukan ?.

Seperti menyuruh orang untuk menundukan pandangan, sesederhana beristirahat, kadang disitulah jawabannya. Ya makna diri akan sulit ditemukan bila kita melihat keatas, kearah yang lebih. Juga bukan diantara kerumunan orang yang sedang berlari. Tapi banyak ditemukan dari segala sesuatu yang sederhana. Perjalanan seseorang tidak dimulai dari menemukan sesuatu diluar sana tapi dimulai saat menemukan kembali dirinya.

Susah-susah gampang. tapi sekali menemukan jawabannya kita tak memerlukan second opinion lagi. Teman saya itu contohnya.

"karena sudah kangen dengan keluarga saya di Garut akhirnya saya pulang. keluarga begitu menyambut saya, kakak saya bercerita tentang anak laki-lakinya yang sedang belajar berdiri, ayah ingin sekali makan buah mangga namun tidak kesampaian karena saat itu bukan musimnya, dan ibu sibuk bercerita tentang panen kacang yang sebentar lagi tiba sambil sesekali ke dapur melihat tumis kangkung untuk makan siang kami"

"dan yang paling menyentuh saya adalah ayah. Jarak pasar dengan rumah itu sangat jauh untuk ukurannya. Makanya saya segera kepasar membeli tiga kilogram mangga harum manis dan sekilo anggur merah import. Ayah saya terlihat bahagia dengan mangga harum manis itu, dan saya menikmati bagaimana beliau mengupasnya. Lalu seiris demi seiris memakannya. Saya merasa sejuk melihatnya, sepertinya segala pertanyaan gila itu tak pernah ada"

"jadi hubungannya dengan makna hidupmu, apa ?" kata saya

"setiap kali pertanyaan itu ada, maka ingatan-ingatan saya tentang ayah dan mangga nya menjawab pertanyaan itu. Dan tak pernah gagal mendamaikan jiwa saya. Makin kesini saya tahu, saya hanya akan berbuat yang paling baik yang mungkin yang bisa saya lakukan, menyenangkan orang tua, mungkin salah satunya"

"dan kamu gak usah nunggu jadi dirut BUMN kalo mau berbuat baik" katanya tajam.


Sepertinya memang begitu, segala macam pertanyaan menggelisahkan akan terjawab ketika hati kita damai. Tentu bukan pengalihan, tapi lebih berpasrah pada Sang Hidup itu sendiri.

Mulai dari yang sederhana. Bukankah saat kita berhenti berlari, kita malah sadar bahwa kita sebetulnya sudah sampai ? mau apa lagi ? mau yang seperti apa lagi ? nikmat yang mana lagi yang kamu ...?

Tapi itu untuk Dewa, saya atau anda tentu lain lagi. Tapi sekarang kita sepakat bahwa akan mudah menemukan makna diri ketika hidup kita, keberadaan kita memberikan manfaat untuk orang lain. Mungkin sekedar menyumbang tumpukan koran bekas pada anak tetangga yang sedang mencari bahan untuk kliping, mungkin sekedar kuah sayur, berkurban di hari raya, jika rejeki berlebih memberdayakan orang lain sehingga banyak orang selamat dari pengangguran, terangkat derajatnya.. (makin gede.. hehehe) tapi itulah. Perbuatannya kelihatan kecil, apa yang diberikan mungkin "hanya ...", tapi kepuasan batin karena rasa berguna sungguh tidak ternilai.

Selamat menemukan makna hidup anda sendiri !