Jumat, 02 Januari 2009

Sisi Lain Perang



Sudah ratusan kali saya lihat berita menyedihkan ini. Cerita cerita keserakahan, ketakutan, kesedihan, agresi, semua terpampang jelas di depan mata.Menyentak. Atas dalih memiliki nuklir, Irak di hancurkan, atas dalih menegakkan keamanan, negara Palestina di bombardir sampai hampir rata.

Perang adalah suatu kepastian. Jangankan antar negara, dalam diri manusia pun sering terjadi peperangan, perang batin contohnya. Banyak usaha dilakukan utk menghindarinya karena hitung hitungan materinya cukup besar, tapi tak pernah cukup hitungan pada manusia yang jadi korban salah sasaran, salah tembak. Lantas apakah pantas menyalahkan mesin atau tank2 baja itu ? Tidak ! Man behind machine itu lah biangnya.

Perang fisik adalah niscaya. Dalam beberapa literatur malah wajib hukumnya, karena bertujuan 'mengalahkan' kejahatan. Perang fisik yang sering kita lihat ini adalah puncak bertemunya kekuatan-kekuatan yang sebenarnya saling menyeimbangkan, saling isi dan pada akhirnya tak satupun benar-benar menang atau benar-benar kalah.

Di akhir perang yang tersisa adalah 'pemahaman', yang memungkinkan kita yang di pinggir lapangan mengetahui segala sebab dan akibat. Kemudian atas dasar pengetahuan itu kita jadi tahu apa yang harus dan tak harus dilakukan. Terkesan kejam memang tapi ia menunjukan kepada kita wajah lain manusia. Wajah yang haus darah, dan inilah pil pahit itu. Di satu sisi kita membencinya dan disisi lain sangat menikmatinya.

Sedikit orang takut pada sebab. Dan tak terbilang yang begitu lantang pada akibat, padahal semesta ini tunduk pada hukum-hukum keseimbangan, keteraturan dan hukum lain yang sangat pasti. Namun beberapa gelintir tak paham atau mungkin tak ingin paham.
Agresifitas membabi buta yang tak bertanggung jawab ini hanya akan menyeret eskalasi yang tak terbayangkan. Kebencian yang mengakar. Lingkaran hitam yang menjadi sangat masif sulit diselesaikan.

Dan akhirnya, jika peperangan sudah tak terhindarkan mungkin itulah takdir yang harus dijalani dan diupayakan semaksimal mungkin. Tapi bila kita masih mampu mencegahnya maka disanalah panggilan hidup itu, agar jangan sampai rumah sakit yg berisi bayi-bayi mungil tak berdosa dihancurkan.

Sempat saya bertanya 'di saat seperti ini Tuhan ada dimana ?' Berpaling kah ?. Juga sempat terbesit betapa tidak adilnya peperangan ini?

Tapi apakah yang adil itu ? Akankah langsung turun pasukan malaikat yang bisa kita lihat ?. Atau pengetahuan kita akan sesuatu yang benar dan salah jadi meningkat, pun bisa disebut pertolongan ? Mungkin kah Tuhan sedang menunjukan keinginan-NYA agar banyak manusia menjadi utuh, berkembang dewasa, bertanggung jawab, bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, bisa melihat lebih baik lagi akan sebab dan akibat yang di buat tangan nya sendiri ?

Atau ada pelajaran lain yang harus direnungkan di balik cerita-cerita keprihatinan ini ?

Tidak ada komentar: