Selasa, 20 Januari 2009

Open Arm, Open Heart



Beberapa waktu lalu saya pernah lihat penangkapan Lia Aminudin, durasi 6 menit dari Liputan6 siang. saya mengikutinya sungguh-sungguh, pengen tahu motifnya. dan mengagetkan. ini sudah yang kesekian kalinya. kaget pada alasan lia hendak menghapus agama dan mengganti dengan agama yang baru, alasannya : agama-agama yang ada sekarang sudah tidak menjawab lagi keresahan umat manusia, agama sudah tak mampu lagi diandalkan untuk mengusir banyak bencana. Wah.

Sejak zaman dinosaurus, sampai ada manusia, sampai turun agama2 wahyu, dunia ini sudah sebagaimana adanya. Ia sudah sering kena hujan meteor, sudah jutaan kali kena banjir besar, tak terhitung angin tornado, badai kosmik, yang lebih tragis manusianya pun sudah sering bunuh-bunuhan, mereka kenal situasi perang yang paling mengerikan, mengalami kemelaratan, kemiskinan, sudah tak terhitung dirajam banyak kesulitan. Sudah berkolam-kolam airmata dan darah ditumpahkan. Jadi apanya yang aneh?.

Saya terus terang jadi muslim kerena keturunan. saya terima apa adanya bahkan disuruh ngaji saja pun males banget. dulu saya pikir buat apa sembahyang, toh sembahyang tidak serta merta membuat saya dapat undian, puasa saya tidak membuat orang-orang yang saya cintai tidak meninggal, zakat saya tidak membuat saya selalu sehat wal afiat.ibadah tidak membuat saya selalu lolos dari bencana.
tapi bukan itu ternyata.

Makin ke sini saya jadi tahu kalo saya memilih beragama islam bukan untuk "mengusir" banjir, sembahyang saya bukan untuk "dapat" lotere.

Saya ibadah karena saya dapat ketenangan menghadapi bencana itu, kekuatan yang lebih, sehingga saya bisa berpikir. Saya tahu betul jika Tuhan mengizinkan saya akan terhindar dari semua hal yang membahayakan diri saya, juga yakin jika Tuhan mengizinkan, semua yang tidak saya inginkan akan terjadi. Tapi bukankah Tuhan tidak akan memberi sesuatu yang diluar kemampuan kita menanggungnya ?. Maha Suci Allah yang Maha Tahu "siapa dapat seberapa". Pas. Soal rezeki, umur, suka , duka, kematian pun itu jatah. Tak terhindarkan, tak bisa dielakan.

Saya tak berniat sok-sok menantang bencana (dalam kenyataanya saya ini penakut). Tahu akan banjir ya ngibrit, lari dan ngungsi. Tahu hari ini bakal hujan ya bawa payung. saya merasa senang jadi manusia biasa. Senang ternyata ketergantungan saya pada Tuhan masih sangat besar dan dari kesemuanya itu saya jadi tahu.

Bahwa tak semua yang manis itu madu. Ya kan ??

1 komentar:

Eteh mengatakan...

Tuhan Mana Tahu, tapi Dia Menunggu

Tuhan Maha Tahu, tapi belum tentu Mengizinkan (meridhoi)