Selasa, 03 Februari 2009

Buminya dipijak, Langitnya dijunjung, Alamnya di sayang



Banjir dan banjir lagi, selain berlangganan majalah, pulsa HP, warnet dsb..dsb kita juga langganan banjir dan semakin kesini semakin gak main-main. Bencana kali ini terhitung luar biasa, banjir menggenang berbagai lokasi-lokasi pemukiman, pesawahan, sentra industri, perdagangan, sekolah-sekolah, kampus-kampus yang dihuni para mahasiswi cantik, gedung perkantoran dan berbagai fasilitas umum yang biasa kita sambangi. Ikutannya banyak juga, seperti longsor, hujan deras sejadi-jadinya yang tak tentu, angin topan, badai di lautan, magnet laut yang ganas seperti di Majene. Bencana datang begitu bertubi-tubi.

Alam ini layaknya penari agung super maestro yang tanpa lelah berputar, bergerak dan bergetar. Namun kali ini yang kita lihat seperti gerakan orang marah yang energi-energinya tertumpah ruah tanpa kendali. Ia seperti hendak bicara tapi tertahan, ingin menyapa tapi sungkan. Wahai apa gerangan yang membuat alam ini demikian gelisah ?.

Alam yang kita kenal ini punya "Nama", "Ruh/nyawa" dan "Kehidupan". Ia tunduk pada hukum-hukum dasar yang telah di tetapkan Pencipta untuknya. Ia didesain sedemikian apik untuk memenuhi hajat hidup manusia yang memijaknya. Karena butuh makan tanahnya dicangkuli, di bajak, semuanya dieksplor habis-habisan. Lautnya dikeruk, ikannya dinikmati, mutiara-mutiaranya dijadikan hiasan, dan diambil segala keindahannya. Langitnya dipenuhi deretan frekuensi radio yang memungkinkan kita mendengar merdunya nyayian Beyonce Knowles, melihat indahnya paras selebriti, jernihnya selular dan cepatnya koneksi internet.

Semua yang berasal dari alam ini di eksploitasi habis-habisan. Tapi inilah hebatnya. Beberapa dari kita lupa menanam setelah menebang, lupa mendaur ulang sehabis menggunakan, lupa melakukan perbaikan setelah giat nyedot minyak dan gas yang mahal itu. Beberapa dari kita lupa memberi setelah menerima begitu banyak. Lupa berterima kasih pada alam yang merupakan titipan Tuhan.

Yang lebih parah beberapa dari kita, lupa menyelamatkan alam, lupa bahwa komposlah penyubur tanah, bukan darah manusia.

Semua yang ada di bumi ini terdiri atas molekul-molekul dan atom atom yang "hidup", bergerak dan bergetar. Banyak penelitian membuktikan bahwa tanaman yang sering diajak bicara pemiliknya akan tumbuh lebih sempurna dari pada yang disiram sekedarnya. Air yang kita konsumsi ini ternyata menyimpan memori dan emosi (masaru emoto, gramedia). dan akan banyak lagi yang membuktikan bahwa alam pun mengerti bahasa kasih. Ia merespon apa yang kita pikirkan, bergerak menyesuaikan diri dengan apa yang kita lakukan, alam ini luarbiasa cerdasnya dan kita hanya perlu "menyimak".

Menyimak tanda-tanda alam yang mulai menjerit meminta kita berhenti berbuat semaunya. Alam ini telah, akan dan siap mencukupi semua kebutuhan manusia di bumi ini kecuali.. keserakahan nya. Lalu apakah akan kita biarkan alam ini memenuhi takdirnya : makin lama makin ganas ?, apakah akan kita biarkan ia berjalan sendirian ditengah keserakahan dan rasa iri?.

Untuk beberapa pertanyaan ini rasanya kita tak boleh tinggal diam. Saya mengajak pembaca untuk memahami alam yang mulai marah, kita mulai dari hal yang paling kecil untuk mencintainya. Anda pembaca yang hebat tentu sangat paham berbagai upaya melestarikan alam kita, mari menanam kembali, mari perbaiki yang rusak, mari menghimbau mereka-mereka yang berbuat kerusakan agar berhenti sekarang juga, mari mencintai lagi Tanah, Udara, Air, Alam kita ini untuk kehidupan yang lebih baik.

Sebab alam ini sedang membutuhkan orang-orang yang berkarakter yang mau peduli padanya, lalu siapa lagi kalo bukan : Anda

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.