Kamis, 28 Februari 2013

Life of Pi, Memenangkan Hidup


           
Blaaaarr!!  Seketika langit bercahaya, dan semua kegelapan sirna. Cahaya biru laut memenuhi semesta, ombak bergulung-gulung, samudera mengamuk seperti hendak melumat apapun yang melewatinya. Sementara di permukaan, sebuah sekoci yang didalamnya seorang remaja tanggung dan seekor harimau bengali terlempar membentur-bentur dinding sekoci. Pada puncak kepasrahannya, Pi, -si remaja tanggung- berteriak "Aku sudah kehilangan keluargaku, aku sudah kehilangan semuanya, Tuhan, aku menyerah, apalagi yang Kau inginkan?"

Airmata pun meleleh... Itulah sepenggal adegan di film Life of Pi, film yang diadaptasi dari novel karya Yann Martel dan disutradarai oleh Ang Lee. Dari awal sampai akhir film ini di penuhi dengan cahaya-cahaya yang menakjubkan!

Bukan hanya gambar-gambar indah, penggalan perenungan, pertanyaan-pertanyaan serta pendapat Pi, seolah mengandung cahaya! Disaat Pi mengajukan pertanyaan, dia dihadapkan pada suatu kondisi yang memandunya menemukan jawaban. Disaat Pi merenungkan hidupnya ia menemukan kebijaksanaan. Jika hidup adalah sebuah perjalanan spiritual, maka Life of Pi adalah perjalanan menemukan 'keberadaan' Tuhan.
Menyaksikan Life of Pi kita seperti disadarkan "Sebenarnya ketika kondisi telah mencapai titik terendah, Tuhan hadir atau tidak?".

Pertunjukan mental tingkat tinggi 

Inti cerita dimulai saat kapal kargo yang dinaiki Pi tenggelam di laut pasifik. Yang masih selamat adalah Pi bersama seekor harimau bengali, seekor zebra, seekor hyena dan seekor orang utan. Satu persatu hewan-hewan itu mati dan yang tersisa hanya Pi dan Richard Parker, si harimau bengali yang ganas.

Kondisi hari ke hari Pi sangat jauh dari aman. Setiap saat ia harus tetap terjaga agar tidak dimangsa oleh sang harimau. Perjuangan Pi melawan rasa kehilangan, kesepian, kesedihan, ketakutan, kemarahan dan ingatan-ingatannya pada sang kekasih digambarkan dengan sempurna. Disini pertunjukan mental tingkat tinggi sebenarnya. Diantara hidup dan mati, diantara keluasan samudera -yang ujungnya entah ada dimana-, diantara keterbatasan sumber daya, minimnya pertolongan, keganasan alam, Pi memutuskan untuk tetap melanjutkan hidupnya, berharap suatu saat nanti, entah kapan dan dimana ia bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. "Above all don't lose hope" ucapnya berulang-ulang.

Keyakinan, mungkin itu gambaran utuh hidup Pi. "After all you cannot know the strength of faith until it has been tested" ujar Pi. Ya keyakinan itu tidak berada pada buku teks sekolah, atau tersimpan rapi sebagai tulisan di dalam kitab suci, melainkan suatu sikap mental. Bagaimanapun keyakinan adalah ujian. Selama 277 hari terombang ambing di permukaan samudera yang ganas juga harimau yang tak kalah ganas, namun mampu bertahan dan akhirnya berlabuh di Meksiko tak menyurutkan keyakinan Pi, bahkan terus bertambah kuat. Tuhan Maha Melihat.

Ketika menemukan pulau terapung namun beracun, Pi bergegas. Ia bertekad untuk ditemukan. "Disaat semua tampak mustahil, Tuhan memberiku istirahat juga tanda-tanda bahwa aku harus meneruskan perjalananku" ujar Pi.

Memenangkan hidup 

Tidak mudah membayangkan diri menjadi seorang Pi. Pi adalah pemenang kehidupan. Lihat lah! alih-alih dihancurkan oleh kepedihan hidup, Pi berusaha mempertahankan kehidupannya. -Dalam usahanya mempertahankan hidup-, alih-alih membunuh harimau bengali yang ganas Pi berbalik menyayanginya dan menjalankan hidupnya dengan berbesar hati, berbagi, berbuat adil serta mengisi setiap sisi manusianya dengan harapan. Alih-alih menceburkan diri ke laut, -mengakhiri hidupnya-, Pi berusaha menemukan makna disetiap kejadian, menghormati Misteri Agung yang menyertainya. Berusaha memahami setiap tanda-tanda. Dan tersadarkan. Tapi yaa itu dia, lebih mudah menonton Pi dan semua kesukarannya daripada menghadapi masalah kita sendiri, masalah sehari-hari yang juga butuh mental baja. Kehidupan pribadi yang juga harus dimenangkan, sampai ajal memanggil.

 Kembali ke Pi yang telah kehilangan keluarganya, meskipun kehilangan segala-galanya tetapi memastikan untuk tidak kehilangan harapan. Harapanlah yang membuatnya terjaga, tetap awas. Kelak hidup menawarkan banyak hal. Suatu saat, entah kapan. Dan benar saja. Suatu saat di ujung lorong yang tak terduga ia ditemukan selamat dan melanjutkan hidup, setiap kesulitan selalu diapit dua kemudahan, demikian Tuhan berkata.

Lalu dimanakah keberadaan Zat yang di sebut Tuhan itu? Misteri Agung yang memenuhi semesta, Sang Jiwa yang melingkupi seluruh jiwa seperti yang dilihat Pi pada mata Richard Parker, atau pada ubur-ubur yang memantulkan cahaya.

Dimanapun kita akan selalu menemukan-Nya. Di sini, di sana, di hutan tersembunyi, di pulau terapung, Bali, Bengali atau Abu Dhabi bahkan di dalam diri.

Salam hangat,

Tidak ada komentar: