Jumat, 30 Juli 2010
Setelah Puncak Tertinggi
Betapa misteriusnya manusia.
Di utara, orang-orang sedang berkerumun merumuskan undang-undang. Di selatan, sekelompok manusia lain tengah berjuang sekuat tenaga agar suara mereka didengarkan oleh pemimpin mereka. Di sebelah barat, lain lagi; sekelompok orang sibuk menghalau pengaruh buruk informasi. Di belahan timur, lebih berat; orang-orang fokus pada ledakan demi ledakan yang berasal dari dapur rumah mereka sendiri.
Semua peristiwa terjadi hampir pada waktu yang bersamaan. Satu peristiwa, tidak kalah mendesak dari peristiwa lain. Setiap ledakan disusul dengan ledakan lain. Masalah seolah datang dengan tidak mengenal kata istirahat. Dan tentu saja, semua menuntut untuk segera diselesaikan. Ketika semua itu terjadi, saya memutuskan merekam semuanya dengan bahasa tulis versi saya.
Pada masa jaya nya, demokrasi di elu-elu kan sebagai sistem terbaik bagi sebuah negara, kedigjayaan sistem demokrasi hanya mampu ditandingi oleh sistem komunis. Persaingan ketat kedua sistem ini yang berdarah-darah dan memasuki babak baru jaman manusia-dari kemajuan iptek- perlombaan senjata-penghapusan perbudakan-kesetaraan, ternyata tidak mudah, berbiaya paling mahal, semua perlombaan itu akhirnya dimenangkan oleh sistem demokrasi. Sistem ini diklaim mampu memperkuat pemerintahan, bahkan kerjasama antar negara akan lebih mudah jika memiliki kesamaan idiologi. Betapa hebatnya sistem ini-meski bukan yang terbaik-tetapi cukup ampuh untuk meredam gejolak, dan sedikit banyak memuaskan berbagai pihak, dimana khususnya negara kita yang berlandaskan asas musyawarah dan mufakat, menjadi landasan yang –sepertinya sih- masuk akal.
Akan tetapi sehebat apapun sistem yang dianut, sistem hanyalah alat. Pada perkembangannya, benturan kepentingan membuat sistem sebaik apapun hancur berantakan. Setiap alat mempunyai kelemahan. Sistem pun demikian. Kebanyakan bukan dari undang undangnya, melainkan pada kelicikan dari para pemegang amanahnya. Setiap detil kelemahan adalah kesempatan. Dan disetiap kesempatan ada nilai uang yang tidak sedikit. Jadi urusan selanjutnya bukan bagaimana menutup celah, tetapi mencari celah yang lain, dan jika memungkinkan membuat celah kecil itu berubah menjadi sebuah mulut gua yang menganga.
Disini demokrasi diuji. Sebagai pemenang yang memenangi pertandingan besar dia tidak boleh mengambil jalan mudah dengan membiarkan dirinya dijadikan mesin. Digerakan oleh tangan-tangan yang haus dengan uang, untuk kemudian menghasilkan uang lagi dengan cara-cara membodohi masyarakat. Karena sementara dia duduk dan beristirahat, rakyat dibuat bingung dengan hari-hari mereka ke depan.
Sistem yang dianut oleh sebuah negara tergantung dari pemimpinnya. Jadi semua urusan-urusan ini akan dikembalikan lagi ke sumbernya, ke manusia yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi.
Pada awalnya, pusat segala kekuatan seorang pemimpin berasal dari dalam dirinya. Semua diawali dari kemauan menengok terlebih dahulu kedalam dirinya. Menengok kedalam diri mensyaratkan seseorang untuk terlebih dahulu mencukupkan "segala" pengetahuannya -ilmunya- sebab dengan begitu dia akan mempunyai alat yang tajam dalam membedah setiap persoalan-persoalan yang terjadi didalam masyarakat. Dibutuhkan ketekunan, kesabaran dan bimbingan untuk urusan bedah membedah ini (disinilah calon pemimpin harus mau berbaur dengan berbagai macam kalangan, mengetahui dari segala sudut pandang dalam rangka mengasah kejernihan daya analitisnya) alih-alih mengalami kebuntuan, kemampuan membedah kasus ini malah akan memperkaya setiap detil pengetahuannya.
Tak ada kata cukup dalam menuntut ilmu. Tetapi manakala waktunya telah tiba, tatkala syarat-syarat keilmuannya mencukupi maka calon pemimpin akan dapat memantapkan segala tekad yang ada dihatinya, hebatnya lagi, bersamaan dengan kemantapan itu dia akan diberi kemampuan untuk meluruskan hatinya.
Lalu apa yang akan terjadi jika calon pemimpin sudah mampu meluruskan hati?. Dia akan meneliti dirinya sekali lagi untuk membereskan hal terpenting dari keseluruhan proses ini yaitu; melakukan pembinaan kepada dirinya sendiri, sehingga dapat membereskan keluarganya. Lalu apa lagi. -Keluar terus meluas- membereskan lingkungan terdekatnya, akhirnya diberi kemampuan mengurus yang lebih luas lagi, rakyatnya, negara nya. Dan akhirnya memberikan ketenteraman bagi dunia. Pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin, dengan demikian maka tugas utama pemimpin dan rakyat akan mengerucut pada satu kewajiban yang sama; mengutamakan pembinaan terhadap diri sendiri terlebih dahulu.
Dititik ini pemimpin dan yang dipimpin saling memberikan masukan yang tepat bagi kemajuan bersama, disana pemimpin melayani segala kebutuhan rakyatnya, sementara dipihak rakyat, mereka akan mencintai pemimpinnya, dan dengan segenap kekuatan melindungi keberlangsungan jalannya pemerintahan. terlalu ideal ? mungkin! tetapi harus dicoba.
”Barang siapa diangkat atau mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaklah dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya dia mendidik dirinya dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lidahnya. Orang yang menjadi pendidik dirinya sendiri lebih patut dihormati daripada yang mengajari orang lain” ~Imam Ali
Hmmm, anda tertarik? Selamat menjadi pemimpin yang dicintai!
disadur bebas dari kitab "'Ajaran Besar" karya Konfusius. Photo dari National Geograpic
Kamis, 08 Juli 2010
Misi Hidup
"Kalau di dalam dirinya sudah tersembunyi penyakit rendah diri, dia makin terbebani dari suatu misi hidup. Kalau diagregatkan kalau setiap orang punya rasa rendah diri, sebagai bangsa Indonesia maka ia akan menjadi penyakit nasional," Sri Mulyani.
Makin jauh dari rasa aman. Itulah gambaran yang bisa di tangkap hari-hari terakhir ini. Jangankan orang biasa, seorang pejabat negara pun bisa digusur. Jangankan memikirkan keselamatan bangsa dan negara (yang terlalu jauh), memikirkan keselamatan diri sendiri pun masih ragu. Benarkah rasa aman itu sudah hilang di masa sekarang ini?.
Ada yang bilang rasa aman yang sebenarnya diperoleh sesaat setelah melewati bahaya, kenapa, karena saat itu kesadaran kita masih tajam dan siap dengan segala kemungkinan. Ada juga yang bilang bahwa rasa aman hanya didapat dari berlindung kepada kekuatan yang jauh lebih besar dari diri kita,-siapa lagi-, Tuhan.
Tetapi kita tidak akan membicarakan rasa aman itu sekarang, tapi ke pernyataan "Misi Hidup" yang di kutip diatas.
Jika berkaca pada kehidupan orang-orang besar, saya suka minder. Terus terang saya punya banyak mimpi. Ada yang sudah di wujudkan tetapi masih banyak sekali yang belum. Ada yang sedang di usahakan, ada yang harus pending ada yang bahkan dibatalkan sama sekali. Saya sering bertanya pada diri sendiri, apakah yang menyebabkan orang-orang ini menjadi besar? benarkah kecerdasannya harus sekian? benarkah mereka harus didukung finansial yang tak terbatas?. Sepi tak ada jawaban.
Nah terbukti kan, kalo saya nulis sekadar nulis, latihan menulis supaya enak dibaca. Pelaksanaanya?. Au ah. Apakah saya punya kekuatan yang dalam untuk memenuhi panggilan hidup?, Apakah saya punya semangat tak terpatahkan?, Apakah saya punya fokus yang luarbiasa untuk mewujudkannya? tapi yaa jangan kan itu, yang paling dasar saja: Apakah misi hidup saya?. Sepi lagi. hehe
Misi hidup. Hmm ada yang bilang misi hidup kita harus ditentukan sedini mungkin. Sebab dengan begitu kita bisa merencanakan dan membuat mapping, dari mana dan akan kemana, lalu tujuan akhirnya akan seperti apa. Ada yang bilang misi hidup itu harus ditemukan, sebab hanya mereka-mereka yang telah mengenali sepak terjang sang diri yang akan mampu mengenalinya. Tetapi saya lebih suka jika misi hidup itulah yang akan menemukan kita. Kenapa, karena (...) sepi lagi.
Sambil berjalan dengan waktu, saya pikir misi hidup setiap orang akan berubah. Tentu saja saya sangat hormat dengan mereka yang punya keteguhan sekeras kristal, buat saya memang itu yang dibutuhkan mewujudkan sesuatu, tetapi saya lebih suka meniru sifat lentur bambu, boleh kan?. Ya bambu. Mampu melenting, mengikuti arah angin, dan berbisik-bisik saat angin begitu keras. Liat, lentur dan berhasil tumbuh. Ah, Semoga bisa seperti bambu.
Kagum dengan orang-orang jaman ini. Memang benar teori-teori keseimbangan itu berlaku tidak hanya dalam eksak tetapi juga pada diri manusia-manusianya. Saya percaya tidak ada orang yang jahat, yang ada hanyalah orang baik yang saking hausnya maka air comberan pun akan diminum, saking laparnya maka.., tetapi yaa itu di satu sisi. Sementara disisi lain ada pula orang-orang yang meski haus tidak sampai meminum air comberan, tapi memilih air hujan saja yang aman. Nah orang-orang ini yang bersuara lantang bahwa air hujan lebih baik dari pada air comberan-curian pula-. pusing yah?. Yaa tulisan ini memang untuk anda yang IQ nya diatas 1000. Hehe
Orang dengan misi hidup yang besar menanggung resiko yang lebih besar. Betapa mahal harga yang harus dibayar, betapa sangat tidak nyamannya hidup yang dilalui, dan betapa berat perjuangan mereka. Tetapi apakah artinya kenyamanan bila bertentangan dengan hati nurani, dan apakah artinya hidup itu bila tidak bebas menjadi dirinya sendiri. Banyak orang mengambil titik temu antara hidup yang ada sekarang untuk kemudian menyelaraskan diri dengan misi hidupnya. Dan tentu saja dengan segala resikonya.
Bagi jiwa yang mulia, apalah artinya hidup bila terus menerus berada dalam ketakutan. Menyadari kesalahan dari cara hidup seperti itu, maka sebagian orang akan berusaha melewati ketakutan dengan menciptakan tatanan dirinya dan orang lain dalam kesepadanan, tanpa rasa takut!.
Begitu banyak yang berorientasi pada hasil tetapi lupa pada prosesnya. Sementara proses itu sendiri lebih mahal dari hasil, proses itu gambaran utuh. Sebab ada pergulatan disana, ada pemikiran, pertimbangan dan tak kurang kebijaksanaan yang saling menjalin.
Dalam kepemimpinan urusan misi hidup ini sangat-sangat vital. pemimpin dengan misi hidup yang jelas akan membuat siapapun yang dipimpinnya merasa terarah, bersemangat dan lebih jauh bisa melihat masa depan melalui mata pemimpin mereka. Sebaliknya jika seorang pemimpin kehilangan powernya maka yang ada adalah kebingungan, jangankan masa depan, membawa dirinya sendiri saja diragukan.
Mau tidak mau misi hidup ini memang harus ada dan dimiliki oleh setiap orang. Setiap tindakan yang mengarah kepada misi akan memengaruhi mental juang kita, setiap goal yang dicapai memberikan kepuasan sehingga kita merasa menikmati apa yang sedang dilakukan. Bahkan lebih jauh, tindakan ini membuat kita tetap berada dalam jalur yang benar.
"As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour and praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’".
~Lao Tze
Sudah dapat gambaran misi hidup anda ?!
Salam Hangat
Langganan:
Postingan (Atom)