tag:blogger.com,1999:blog-83367901727658977282024-03-06T04:05:10.693+07:00MEDIA INSPIRASIHAI, Selamat datang di blog saya. Sarana untuk menemukan inspirasi, pencerahan dan hiburanSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.comBlogger51125tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-34602732590213960182013-02-28T18:25:00.000+07:002013-02-28T18:36:22.771+07:00Life of Pi, Memenangkan Hidup<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZCMOhNJsxCT6oPluDG2E1vfdvtmqs2HYaeeyxEcPcixmyFd31gL5QXGBq13-9IzBgVk0Av2gd5fgPbFv5IdeRzbPLLS-s96y5ORb7fKf-qkFsMz5rYLMfmx8KojdiVEDQQckwH0MpMWg/s1600/Life-of-Pi-Bioluminescent-Water.jpg" imageanchor="1"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZCMOhNJsxCT6oPluDG2E1vfdvtmqs2HYaeeyxEcPcixmyFd31gL5QXGBq13-9IzBgVk0Av2gd5fgPbFv5IdeRzbPLLS-s96y5ORb7fKf-qkFsMz5rYLMfmx8KojdiVEDQQckwH0MpMWg/s320/Life-of-Pi-Bioluminescent-Water.jpg" /></a><br />
<br />
Blaaaarr!! Seketika langit bercahaya, dan semua kegelapan sirna. Cahaya biru laut memenuhi semesta, ombak bergulung-gulung, samudera mengamuk seperti hendak melumat apapun yang melewatinya. Sementara di permukaan, sebuah sekoci yang didalamnya seorang remaja tanggung dan seekor harimau bengali terlempar membentur-bentur dinding sekoci. Pada puncak kepasrahannya, Pi, -si remaja tanggung- berteriak "Aku sudah kehilangan keluargaku, aku sudah kehilangan semuanya, Tuhan, aku menyerah, apalagi yang Kau inginkan?"<br />
<br />
Airmata pun meleleh... Itulah sepenggal adegan di film Life of Pi, film yang diadaptasi dari novel karya Yann Martel dan disutradarai oleh Ang Lee. Dari awal sampai akhir film ini di penuhi dengan cahaya-cahaya yang menakjubkan!<br />
<br />
Bukan hanya gambar-gambar indah, penggalan perenungan, pertanyaan-pertanyaan serta pendapat Pi, seolah mengandung cahaya! Disaat Pi mengajukan pertanyaan, dia dihadapkan pada suatu kondisi yang memandunya menemukan jawaban. Disaat Pi merenungkan hidupnya ia menemukan kebijaksanaan.
Jika hidup adalah sebuah perjalanan spiritual, maka Life of Pi adalah perjalanan menemukan 'keberadaan' Tuhan.<br />
Menyaksikan Life of Pi kita seperti disadarkan "Sebenarnya ketika kondisi telah mencapai titik terendah, Tuhan hadir atau tidak?".<br />
<br />
<b>Pertunjukan mental tingkat tinggi </b><br />
<br />
Inti cerita dimulai saat kapal kargo yang dinaiki Pi tenggelam di laut pasifik. Yang masih selamat adalah Pi bersama seekor harimau bengali, seekor zebra, seekor hyena dan seekor orang utan. Satu persatu hewan-hewan itu mati dan yang tersisa hanya Pi dan Richard Parker, si harimau bengali yang ganas.<br />
<br />
Kondisi hari ke hari Pi sangat jauh dari aman. Setiap saat ia harus tetap terjaga agar tidak dimangsa oleh sang harimau. Perjuangan Pi melawan rasa kehilangan, kesepian, kesedihan, ketakutan, kemarahan dan ingatan-ingatannya pada sang kekasih digambarkan dengan sempurna. Disini pertunjukan mental tingkat tinggi sebenarnya. Diantara hidup dan mati, diantara keluasan samudera -yang ujungnya entah ada dimana-, diantara keterbatasan sumber daya, minimnya pertolongan, keganasan alam, Pi memutuskan untuk tetap melanjutkan hidupnya, berharap suatu saat nanti, entah kapan dan dimana ia bisa berkumpul lagi dengan keluarganya. "Above all don't lose hope" ucapnya berulang-ulang.<br />
<br />
Keyakinan, mungkin itu gambaran utuh hidup Pi. "After all you cannot know the strength of faith until it has been tested" ujar Pi. Ya keyakinan itu tidak berada pada buku teks sekolah, atau tersimpan rapi sebagai tulisan di dalam kitab suci, melainkan suatu sikap mental. Bagaimanapun keyakinan adalah ujian. Selama 277 hari terombang ambing di permukaan samudera yang ganas juga harimau yang tak kalah ganas, namun mampu bertahan dan akhirnya berlabuh di Meksiko tak menyurutkan keyakinan Pi, bahkan terus bertambah kuat. Tuhan Maha Melihat.<br />
<br />
Ketika menemukan pulau terapung namun beracun, Pi bergegas. Ia bertekad untuk ditemukan. "Disaat semua tampak mustahil, Tuhan memberiku istirahat juga tanda-tanda bahwa aku harus meneruskan perjalananku" ujar Pi.<br />
<br />
<b>Memenangkan hidup </b><br />
<br />
Tidak mudah membayangkan diri menjadi seorang Pi. Pi adalah pemenang kehidupan. Lihat lah! alih-alih dihancurkan oleh kepedihan hidup, Pi berusaha mempertahankan kehidupannya. -Dalam usahanya mempertahankan hidup-, alih-alih membunuh harimau bengali yang ganas Pi berbalik menyayanginya dan menjalankan hidupnya dengan berbesar hati, berbagi, berbuat adil serta mengisi setiap sisi manusianya dengan harapan. Alih-alih menceburkan diri ke laut, -mengakhiri hidupnya-, Pi berusaha menemukan makna disetiap kejadian, menghormati Misteri Agung yang menyertainya. Berusaha memahami setiap tanda-tanda. Dan tersadarkan. Tapi yaa itu dia, lebih mudah menonton Pi dan semua kesukarannya daripada menghadapi masalah kita sendiri, masalah sehari-hari yang juga butuh mental baja. Kehidupan pribadi yang juga harus dimenangkan, sampai ajal memanggil.<br />
<br />
Kembali ke Pi yang telah kehilangan keluarganya, meskipun kehilangan segala-galanya tetapi memastikan untuk tidak kehilangan harapan. Harapanlah yang membuatnya terjaga, tetap awas. Kelak hidup menawarkan banyak hal. Suatu saat, entah kapan. Dan benar saja. Suatu saat di ujung lorong yang tak terduga ia ditemukan selamat dan melanjutkan hidup, setiap kesulitan selalu diapit dua kemudahan, demikian Tuhan berkata.<br />
<br />
Lalu dimanakah keberadaan Zat yang di sebut Tuhan itu? Misteri Agung yang memenuhi semesta, Sang Jiwa yang melingkupi seluruh jiwa seperti yang dilihat Pi pada mata Richard Parker, atau pada ubur-ubur yang memantulkan cahaya.<br />
<br />
Dimanapun kita akan selalu menemukan-Nya. Di sini, di sana, di hutan tersembunyi, di pulau terapung, Bali, Bengali atau Abu Dhabi bahkan di dalam diri.<br />
<br />
Salam hangat,
Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-66360723990864648122012-03-31T11:44:00.006+07:002012-03-31T12:06:09.858+07:00Pertapa Yang Pemanah<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsRKweBmKNlErIO7jzScu9sVPFMD6IdjIikdftP1fMDO2yuCTfpYiowZ-e5tExjVUhhwuTQu4QrAgfwmIQt6xh06f2pn0lGqDn8dqlAq_nEtV7IqJMjONnrDqUpISfxHlWejgnP0pnYtk/s1600/Hou-Yi-Shooting-the-Sun-big.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 180px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsRKweBmKNlErIO7jzScu9sVPFMD6IdjIikdftP1fMDO2yuCTfpYiowZ-e5tExjVUhhwuTQu4QrAgfwmIQt6xh06f2pn0lGqDn8dqlAq_nEtV7IqJMjONnrDqUpISfxHlWejgnP0pnYtk/s320/Hou-Yi-Shooting-the-Sun-big.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5725918963063560034" /></a><br /><br /><br />Dalam dua tahun ini kita terlalu banyak disuguhi drama. Dan apa yang kita lihat, baca, dengar lebih banyak mengecewakan, terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada teman yang bilang "kenapa harus ribed mengurusi hal-hal semacam itu?”, well, tidak bisa dipungkiri bahwa rakyat seperti saya terutama menengah ke bawah akan selalu mendapatkan efek yang paling berat dari setiap keputusan yang tidak populis! Menaikkan harga BBM misalnya. Dan upaya pencegahan dari semua elemen masyarakat bisa kita lihat sebagai upaya agar jangan terlalu banyak rakyat menurun lagi kualitas hidupnya.<br /><br /> Buat orang kebanyakan seperti saya, apa yang tersaji di televisi dan koran sudah sangat membingungkan! Bagaimana kasus korupsi milyaran-triliyunan melenggang berlarut-larut. Tersangka tidak juga menjadi terdakwa dan dihukum setimpal! Melainkan bebas mengatur kapan jadwal liburan dan bepergian, sementara di satu sisi Pemegang Amanah dengan bangga menaikan harga-harga! Sungguh mencolok mata dan menyakiti!<br /> <br />Kita lantas bertanya-tanya pemimpin model apakah yang sedang berkuasa disini? Begitu banyak tabir pekat yang menghalangi ruang keadilan berkembang seluas-luasnya, lalu kita berpikir bahwa ia terlalu lemah untuk menghalau semua gelap sendirian, tetapi kita pun telah mengetahui bahwa kelemahannya karena ia tersandera. Satu tangannya memegang pedang, sementara kakinya diikat! Di ikat karena ulah sendiri.<br /><br />Pemimpin Yang Bebas<br /><br />Tidak mudah menjadi pemimpin yang sepenuhnya bebas. Tetapi jalan menuju kesana bukanlah hal mustahil, jika kita membaca sejarah kita seperti disuguhi cerita negeri dongeng dan di akhir bab kita selalu menyimpulkan bahwa pemimpin yang sempurna adalah takdir, tanpa menghayati bahwa begitu banyak kerumitan didalamnya. Contoh ini saja “Jika Fatimah mencuri, akan aku potong tangannya…” kita membaca tanpa melibatkan pergulatan batin orang yang mengucapkannya. Siapa Fatimah? Kenapa anak sendiri harus dipotong tangan? Bukankah dirinya pemimpin yang bisa dengan enteng mencari-cari alasan, lalu mangkir? Kenapa beliau tidak melakukannya? <br /><br />Dari cerita itu kita lantas menyimpulkan: ketegasan awal dari seorang pemimpin seperti ini akan membebaskan dirinya sekaligus membebaskan ruang keadilan berkembang sempurna. Integritas! itulah kekuatan awal yang membebaskan!<br /><br />Pemimpin Yang Hening<br /><br />Kita sudah membaca ini berkali-kali. Dan sejarah, mitos, cerita-cerita selalu menerangkan hal ini, hal ihwal menjadi seorang Raja atau Pemimpin. <br />Seorang calon pemimpin selalu mengambil jalan tersulit dan terhening yang pernah ada. Ada yang pergi menyendiri ke gua berkilo-kilometer jauhnya untuk mendapatkan kejernihan batin. Ada yang mengasingkan diri bertahun-tahun sembari membantu masyarakat di sekitarnya. Ada yang menjauhkan godaan duniawi untuk bisa bersih memandang hidup apa adanya sekaligus berusaha memperbaikinya. Semua dimulai dari mengambil jalan tersulit: Mengheningkan diri!<br /><br />Brahmana Yang Memegang Busur<br /><br />Ketika Arjuna menyepi ke gunung Indrakila untuk mengheningkan bathin, turun dari istana gading memerangi para raksasa, mencari tempat sepi, bermeditasi, melawan godaan tujuh bidadari ini tidak di pahami sebagai cerita wayang pengantar tidur. Kisah ini dituturkan untuk membantu kita memahami wilayah abu-abu di dalam jiwa yang sulit diungkapkan, namun memperngaruhi pikiran dan perilaku kita sehari-hari. Begitu pun cerita-cerita dalam kitab suci dimaksudkan agar manusia memiliki kekuatan untuk bisa melawan raksasa-raksasa pribadi mereka, orang-orang jahat didalam diri, ikatan kekeluargaan yang karenanya seorang pemimpin sulit memutuskan hukum yang seadil-adilnya. <br /><br />Kiyai yang Pejuang, Brahmana yang Ksatria. Sehingga bila datang waktunya melepaskan panah ia akan melakukannya karena prinsip-prinsip keadilan semata!<br /><br />Adakah yang seperti itu sekarang?<br /><br />Yang jelas kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk menjadi pertapa sekaligus pemanah, semua dimulai dari diri sendiri.<br /><br />Selamat menjalani hening dan belajar memanah :D<br /><br />salam hangat<br /><br /><br /><br />Gambar :Google "Hou Yi shooting the sun"Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-75516125342634752422011-12-23T22:15:00.004+07:002011-12-23T22:42:14.009+07:00Inner Power<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGZOlTc6UtfCmz8GPbO9zt7yN2bRpqqwhWkK4_cAhP3ezo0N9E6yt6pmSOD9vnfIGZR1Tjqci1mE_nRTscpub2ROXbyGZ_1Axc8zjgka-0pXvVNSVwKG3MH1vghirHkAkt9MwVF2vJw84/s1600/cahaya.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGZOlTc6UtfCmz8GPbO9zt7yN2bRpqqwhWkK4_cAhP3ezo0N9E6yt6pmSOD9vnfIGZR1Tjqci1mE_nRTscpub2ROXbyGZ_1Axc8zjgka-0pXvVNSVwKG3MH1vghirHkAkt9MwVF2vJw84/s320/cahaya.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5689343594527242482" /></a><br /><br />Sudah di penghujung tahun lagi…ah alangkah cepatnya. Dan blog ini sudah dua bulan gak diurus, hehe…<br /><br />Bagian yang paling saya sukai dari koran terbesar di negeri ini adalah foto-fotonya yang menawan, seperti beberapa hari lalu dalam satu buah foto yang dimuat, terlihat seorang biksu Tibet yang sedang menutupi mukanya dengan sejenis kipas sementara di seberangnya terlihat serdadu China sedang berjaga-jaga. Saya mencoba mengira-ngira sebenarnya yang sedang dihindari biksu Tibet ini, sengatan matahari kah? Atau ketiga serdadu itu? Melihat lagi dari dekat mimik mukanya, apakah ada kegetiran? Khawatir? Atau…?<br /><br />Saya jadi ingat dialog antara Neo dan Oracle dalam film Matrix. “Apakah yang paling diinginkan seorang penguasa?” Tanya Oracle. Neo menggelengkan kepalanya dan Oracle menjawab sendiri pertanyaan yang diajukannya “Lebih banyak lagi kekuasaan!”. Ya kekuasaan. <br />Tetapi sekarang kita tidak akan membicarakan kekuasaan-kekuasaan yang bersifat luaran melainkan kekuasaan yang telah ada di dalam diri kita sendiri.<br /><br />Tahun ini terus terang adalah tahun yang sangat luarbiasa bagi saya. Tahun yang paling menyenangkan sekaligus paling menyedihkan. Tahun yang membawa saya turun naik dengan ekstrim. Tahun yang membuat saya bisa tertawa sekaligus menunduk dalam-dalam, terutama karena kesedihannya, rasa sakit dan kematian dua orang kerabat keluarga kami. <br /><br />Sempat terhuyung beberapa saat. Sempat sesak napas agak panjang, namun kemudian menyadari terlalu banyak melawan, memukul, menendang (baca: tidak ikhlas, banyak bertanya, ngotot, banyak menyalahkan) ternyata tidak saja membuat pemulihan semakin lama tetapi lebih jauh: membuat hidup semakin memburuk!.<br /><br />Diam Saja<br />Lalu ketika berhenti melawan, memukul, menendang, lebih banyak diam dan mulai memasuki pasrah dan menyerahkan diri tiba-tiba segala rasa sakit itu perlahan-lahan menghilang!. Pada peristiwa yang sudah terjadi belajar ikhlas, berhenti menyalahkan orang lain, diri sendiri, lebih-lebih Yang Maha Kuasa.<br /> <br />Dititik itu, mengerti bahwa orang lain dan saya sudah berbuat yang terbaik! Bahkan Tuhan juga meski dangan cara-Nya yang teramat misterius. Jika semuanya bekerja lantas kenapa harus menyalahkan?<br /><br />Dalam sesuatu yang tampaknya diam sesungguhnya tidak benar-benar diam. Dia bergerak, bekerja dengan cara yang mungkin tidak terpikirkan.. ya beberapa hal baru bisa ditemukan jika kita mau diam sejenak. <br />Kejernihan akan ditemukan jika kita mulai mampu mengistirahatkan pikiran. Mendiamkannya sejenak untuk memunculkan yang lebih agung didalam diri kita sendiri.<br /><br />Dan itu ada didalam area kekuasaan kita yang tidak kan sanggup direbut oleh siapapun, kecuali jika kita memang mengijinkannya. Sebuah inner power. Pilihan selalu berada di tangan kita: tenggelam atau menggunakan kekuatan menghadapi segala peristiwa dalam hidup.<br /><br />Tahun selalu selesai setelah siklus 365 hari. Kadang ada pertanyaan apakah tahun-tahun yang berganti adalah sekedar pengulangan dari sebelumnya? Ataukah ia selalu baru? Apa yang berubah dari pergantian tahun? Peristiwa apalagi nanti? <br /><br />Ketika saya mengamati lagi foto biksu itu, rupanya ia tidak sedang berduka tetapi menyipitkan matanya menghindari sengatan matahari. <br /><br />Selamat berdiam diri sejenak, merenung dan bersinar...!<br /><br />Salam Hangat.<br /><br />:D<br /><br /><br />Foto: dok pribadi.Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-35167150190700387512011-10-06T21:55:00.005+07:002011-10-10T23:24:07.873+07:00Listen<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL-5w8H-aIoJLHAg95gtj2pH658n6B0w-AkTx2_tQ1VkS3Wguofc2EIOdKgKKiaIs-PoVn_TQ6R2U_WZrPWZXTq-GTnAjUrLOOPsiLcbJe5pBXP34jtoUrlfKDfN1_ASbM73wEp-A9gCs/s1600/situ-gunung-lake-west-java_31630_600x450.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 204px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL-5w8H-aIoJLHAg95gtj2pH658n6B0w-AkTx2_tQ1VkS3Wguofc2EIOdKgKKiaIs-PoVn_TQ6R2U_WZrPWZXTq-GTnAjUrLOOPsiLcbJe5pBXP34jtoUrlfKDfN1_ASbM73wEp-A9gCs/s320/situ-gunung-lake-west-java_31630_600x450.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5660394719141053410" /></a><br /><br /><span style="font-style:italic;">"Kehidupan tidak mendengarkan logikamu; kehidupan menempuh jalannya sendiri. Kamu harus mendengarkan kehidupan; kehidupan tidak akan mendengarkan logikamu, kehidupan tidak peduli akan logikamu" ~Osho<br /></span><br />Ketika menulis ini, bisa dipastikan penulisnya sedang galau.<br /><br />Hehe.. entah siapa yang mempopulerkan kata "galau" itu, tetapi yang jelas itu menggambarkan suasana hati yang sedang dirundung gundah gulana.<br /><br />Setiap orang pasti pernah galau dalam hidupnya, yah setidaknya sekali dalam seumur hidup, pasti pernah berhadapan dengan kondisi yang satu ini. Galau juga identik dengan bimbang, ragu dan kebingungan. Bisa ragu karena terlalu banyak pilihan, atau bahkan bimbang karena tidak sanggup memutuskan, kondisi yang serba tidak menentu dan lain sebagainya.<br /><br />Banyak orang yang telah sampai pada "menemukan apa yang diinginkan dalam hidup", tipe orang jenis ini tentu sangat beruntung, namun lebih banyak orang merasa "belum tahu apa yang diinginkan dalam hidup". Saya termasuk tipe kedua. Dan tidak merasa sedang kurang beruntung. Dan tulisan ini bukan pembenaran melainkan sebuah proses menemukan apa yang saya mau.<br /><br />Kalo umur sudah memasuki usia dewasa, ya begini ini. Kadang suka ngehayal, gimana kalo saya hidup dipesantren saja, sebuah tempat yang didalamnya berisi para guru-guru spiritual yang siap menjawab setiap pertanyaan yang saya ajukan, saya tidak usah menjadi member klub Galauers lagi, karena jawaban para Guru tersebut pastilah sudah sangat paten! Tetapi, khayalan khas anak-anak ababil itu segera saya singkirkan jauh-jauh.<br /><br />Bukankah setiap orang akan/harus melewati fase ini? bukankah setiap orang punya kegelisahan yang harus dijawabnya sendiri? dan daripada menyandarkan jawabannya kepada orang lain bukankah lebih baik jika kita berusaha menemukannya oleh kita sendiri?.<br /><br />Mendengarkan Hidup<br /><br />Ketika hiburan semakin banyak, ketika gadget sudah semakin canggih, ketika kemauan saling berkejaran, orang-orang tua jaman dulu menganjurkan agar kita tidak coba mencari jawaban pada semua itu, melainkan mencarinya diantara malam atau tempat-tempat yang sepi. Menarik diri dari hal-hal yang bersifat "luaran" untuk mendengarkan apa keinginan sebenarnya yang ada di "dalam", oleh sebab itu sebagian orangtua akan menyarankan anaknya (bukan menyuruh, melainkan harus kehendak diri sendiri) untuk melaksanakan "Lail", atau dalam tradisi jawa kuno mempraktekan keheningan. Teman-teman pasti mengerti apa yang saya maksud. Terus terang jika diberkahi, orang akan tahu apa yang diinginkannya dan dimudahkan dalam mencapainya, beberapa sahabat saya yang lebih tua merasakannya sendiri.<br /><br />Lalu bagaimanakah cirinya suara asli dan suara palsu yang ragu-ragu? nah katanya sih untuk inipun kita diberi kemampuan membedakannya, tetapi jika cirinya seperti dibawah ini (seperti biasanya disarikan dari berbagai sumber), maka boleh jadi ini suara asli.<br /><br />1. Jika Suara itu menyeru kepada kebenaran dan tujuannya untuk kebaikan kita sendiri.<br />2. Jika berdasarkan ketulusan/ tanpa pamrih.<br />3. Penuh kejujuran, apa adanya, kadang menyakitkan karena tidak sesuai dengan keinginan kita.<br />4. Memberikan gambaran dari sudut yang berbeda sehingga pengetahuan kita, kesadaran dan pemahaman kita bertambah.<br />5. Memiliki getaran yang sangat kuat, sehingga kita kadang merasa sesuatu mengganjal bila belum mematuhinya.<br />6. Memberikan ketenangan. <br /><br />Dan musuhnya sang suara asli adalah kemalasan, ragu-ragu dan ego, dengan kata lain hambatan yang paling kuat adalah di diri sendiri juga.<br /><br />Mempraktekan keheningan itu sulit, bangun malam itu juga sulit, namun bukankah semakin sulit semakin berharga juga apa yang kita dapatkan?<br /><br />Salam Hangat,<br /><br /><br />Foto diambil dari National GeographicSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-32342219166033843902011-08-01T21:32:00.003+07:002011-08-01T21:47:14.455+07:00Yin-Yang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_LQpt4HekNpWXIdhhz6atBLf6oUv_IX4lRG_yE4Lz_v6eoQnmv1JqiGNXI5veu_GrQUvDPCs07zK8TyF-q5v_eafBDzmTsdp1KZ-Ty14pYpnR_hO1FG1HXbhfp0qIqNIVQsJ7DtHU9XE/s1600/yin-yang.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 294px; height: 294px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_LQpt4HekNpWXIdhhz6atBLf6oUv_IX4lRG_yE4Lz_v6eoQnmv1JqiGNXI5veu_GrQUvDPCs07zK8TyF-q5v_eafBDzmTsdp1KZ-Ty14pYpnR_hO1FG1HXbhfp0qIqNIVQsJ7DtHU9XE/s320/yin-yang.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5635896060063606178" /></a><br /><br />Paling susah kalau sudah ditanya tentang masa depan. <br />Pertama saya bukan seorang clairvoyance yang bisa nerawang jauh kedepan, yang kedua pertanyaan serupa sering terlontar di benak saya dan belum punya jawaban yang memuaskan.<br /><br />Beberapa waktu lalu ketika sedang melakukan perjalanan yang cukup jauh, teman duduk saya adalah seorang mahasiswa semester dua. Sebut saja Yudha, berasal dari Bandung. Yudha galau berat. Cita-cita setelah lulus adalah bekerja. Jika sudah bekerja ingin mandiri, dan ingin sekali memberikan sesuatu buat kedua orang tuanya. Setelah ngobrol banyak akhirnya nanya: <br />”Apakah pasar tenaga kerja di Indonesia masih banyak kang?”<br />”Gimana kalo saya kesana-kesini, tetep gak dapet kerja?”<br />”Apa cita-cita saya akan kesampaian?”<br />Dan saya pun nyengir.<br /><br />Bingung bagaimana jawabnya.<br /> ”Lha bukannya orangtua mu berkecukupan? Kenapa masih galau?” pancing saya.<br />”Yah, itu kan orang tua saya kang. Saya pengen mandiri, sudah gak mau ngerepotin lagi”<br />Mengagumkan buat saya (Diusia semuda itu menjawab seperti itu, bahkan lulus saja belum). <br /><br />Dan karena tidak mau membuatnya kecil hati, akhirnya pertanyaan-pertanyaan tadi saya jawab juga. Bahwa sekarang Yudha baru tingkat dua, itu artinya perlu sekitar dua-tiga tahun lagi untuk lulus, pada saat itu ekonomi negara kita pasti sudah melesat tajam, saya paparkan bahwa sekarang saja menurut BPS pertumbuhan ekonomi hampir mencapai enam persen, di saat negara-negara lain minus pertumbuhan. Jadi saat dia lulus mungkin pertumbuhan ekonomi negara kita akan mencapai tujuh atau delapan persen itu artinya tak ada yang harus dikhawatirkan lagi. Saat itu Yudha mengangguk-angguk tanda mengerti. Dalam hati saya lalu mengamini, semoga saja hal itu benar adanya. <br /><br />Dan karena tidak mau meramal-ramal lagi, topiknya saya alihkan ke yang lainnya. Selanjutnya ia bercerita tentang kegiatannya sehari-hari.<br /><br />Memulai Hidup<br />Saya tentu saja pernah/sering ada diposisi Yudha. Melihat perkembangan sekarang yang berubah dengan cepat, pastilah menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Banyak pertanyaan, apakah semua akan membaik? Bagaimana bila semua malah memburuk? dan sebagainya.<br /><br />Dalam bukunya ”The Leader In You”, Dale Carnegie memaparkan tentang bagaimana sebuah perubahan selalu disertai dengan kecemasan pada manusia. Di jamannya, Dale yang memperhatikan dunia bisnis telah mengamati dengan saksama bahwa dunia bisnis adalah suatu hal yang mudah goyah. Perusahaan-perusahaan yang tadinya dianggap tangguh sekarang terguncang, kenaikan harga bahan bakar minyak, listrik dan energi lainnya, banyak memukul pelaku usaha. Tak terhitung banyaknya perusahaan-perusahaan yang telah punya nama tumbang dan menghilang. Hal semacam itu masih relevan hingga sekarang. Dan bagi kami generasi muda kecepatan perubahan itu membawa kecemasan. Terutama bila perubahan itu semakin doyong ke kiri – ke kanan lalu ambruk. <br /><br />Saat ini harus diakui bahwa kita berada dalam kondisi yang sangat berat dan sulit, dulu mungkin nenek moyang kita pandai membaca tanda-tanda zaman dengan mencocokkan rasi bintang, bertani untuk memenuhi hidupnya sendiri, mempersiapkan diri bila gagal panen, membuat perencanaan jika datang kemarau panjang, lalu merasa cukup dengan apa yang telah ada. Dulu banyak hal bisa di prediksi. Sekarang?.<br /><br />Banyaknya ketidakjelasan membuat kita mau tidak mau harus beradaptasi. Kondisi politik, sosial, ekonomi saat ini membuat banyak generasi sekarang merasa pesimis, ditambah drama-drama yang membuat kita tambah apatis, sebenarnya mau dibawa kemana rakyat ini?. <br /><br />Seminggu lebih ada didesa membawa banyak sekali pelajaran. Dan pelajaran pertama adalah belajar untuk tidak khawatir. Meski TV orang-orang desa itu di bombardir dengan informasi yang rumit kalau tidak mau disebut menyedihkan, tetapi orang-orang desa ini tetap waras, tetap bekerja seolah tidak terpengaruh dengan hiruk pikuk yang tersaji di televisi. Yang punya sawah sibuk di sawah, yang tiap pagi berjualan di pasar tetap ke pasar, di balik rutinitasnya itu mungkin yang terpikir adalah bahwa kita tidak bisa hidup di masa yang sudah lalu, juga tak mungkin sampai di hari esok tanpa melalui hari ini. Jika yang ada hanya saat ini bukankah lebih baik bersiap-siap untuk hari esok?. <br /><br />Pelajaran kedua adalah mempercayai hukum-hukum keseimbangan. Perlu waktu beberapa bulan sampai padi menguning, namun sebelum itu ada pekerjaan besar yang harus dilakukan: membajak sawah, mencari sumber air, menyiapkan pupuk dan lumbung. Tak susah menghitung seberapa kerugian jika panen gagal, tidak takut padi habis oleh hama atau harga gabah yang bisa saja turun drastis. Matematika nya tidak rumit: kita tidak usah mengkhawatirkan dengan hal-hal yeng belum atau bahkan tak pernah terjadi. Tetap bekerja, tetap maju, barangkali masalah yang akan muncul tidak separah yang kita bayangkan. <br /><br />Yang ketiga adalah menerima kenyataan. Kadang panen tidak selalu berhasil, kadang jengkel dengan harga pupuk atau kurangnya sumber air, lebih parah hama menghancurkan segala usaha yang dibangun selama beberapa bulan ini. <br />Kita tidak selalu bisa menang dalam segala hal, tidak bisa cukup pengetahuan mengenai alam ini. Tetapi sikap menerima apapun yang akan terjadi adalah langkah awal untuk mengatasi konsekuensi dari ketidakberuntungan.<br /> <br />Kadang sesuatu itu tidak terelakan, alternatifnya adalah kekecewaan, namun jika mau berhenti sejenak, mulai menerima semua yang tak terelakan biasanya kita akan punya waktu, energi dan kreativitas untuk memecahkan masalah-masalah yang mungkin timbul.<br /><br /><br />Ah maafkanlah saya, maksud hati hanya ingin berbagi. Mudah-mudahan ada manfaatnya.<br /><br />Salam hangat.Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-37652292943070011512011-05-07T21:27:00.008+07:002011-05-14T15:40:52.222+07:00AKAR<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikTIpbijNeABBRw8uCg_4a2jGabTAJN1tx4f0ZQ28kGJXeaLqltPsxrw_f9NCe6jvHsl8XD1stuKEX_Bcu-h9p38eNr4jn9t2Elw3Vi7NoNzLn4niX8dzw3zUX6WxxbONyG3S_dqdtB64/s1600/door.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 244px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikTIpbijNeABBRw8uCg_4a2jGabTAJN1tx4f0ZQ28kGJXeaLqltPsxrw_f9NCe6jvHsl8XD1stuKEX_Bcu-h9p38eNr4jn9t2Elw3Vi7NoNzLn4niX8dzw3zUX6WxxbONyG3S_dqdtB64/s320/door.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5603984129297475970" /></a><br /><br />Akhirnya menulis lagi! Horeee. <br /><br />Tidak ada yang lebih melegakan selain ada yang nuntut saya untuk nulis, selain saya juga ingin silaturahim dengan kawan-kawan semua melalui blog ini, berbagi rindu dengan anda semua.<br /> <br />Beberapa bulan belakangan ini memang luar biasa. Banyak hal saya saksikan, dengar dan rasakan sendiri. Betapa cepatnya perubahan, betapa cepatnya waktu dan kadang lupa sudah sampai mana saya berjalan. Sampai di satu titik saya berhenti dan akhirnya benar-benar tidak melakukan apa-apa selain bekerja saja dan bepergian. Dan selalu ada cerita yang menarik. Bagi anda yang suka naik angkutan umum seperti saya ini pasti banyak hal bisa disaksikan. Dari gurauan, marah dan kejengkelan sampai berita-berita gembira yang menyentuh. Ah . Ternyata kejadian sehari-hari juga tidak se membosankan seperti yang saya kira.<br /><br />Sudah jadi kebiasaan disetiap akhir pekan yang agak panjang saya selalu pulang ke Bandung. Saya sudah jatuh cinta dengan kota ini, mulai dari udaranya yang sejuk, warga nya yang ... , tempat-tempat makan yang enak, areal wisata dan tentu saja teman-teman seperjuangan.<br /><br />Kaget dengan penampakan diri sendiri di cermin. Ah ternyata saya sudah setua ini! Ada sedikit penyesalan, kenapa waktu berjalan begitu cepat? Tetapi disisi lain saya juga senang, saya sudah menabung usia, bersyukur masih di beri umur dan berharap diberi ilmu yang lebih luas lagi. Mudah-mudahan makin gede makin gampang senyum. Hehe.<br /><br />Menemukan bahan untuk direnungkan bisa datang dari mana saja, dan dari siapa saja. Dan saya tidak menyangka hal itu datang dari tetangga saya, seorang nenek yang usianya kira-kira 80 tahun.<br />Ketika sedang duduk-duduk diruang belakang saya bertemu nenek itu. Dia habis merapikan jemurannya, dia menanyakan nama. Ketika saya sebut, beliau kaget dan tertawa ”ah kau sudah sebesar ini, eh nenek minta maap ya kalo dulu suka marah-marah..” <br />Saya yang merasa engga pernah di marahi cuma bisa angguk-angguk. ”ah ibu gak pernah marahin saya kok”.<br /><br />Beliau lalu duduk disebelah saya. Beliau cerita tentang anak-anak, cucu dan cicit nya. Sulit menimpali, juga sulit untuk komunikasi dua arah karena beberapa keterbatasan, jadi yang saya lakukan adalah takzim mendengarkan cerita beliau. Ngalor-ngidul dan sulit saya tangkap intinya. Sampai satu saat ceritanya berhenti.<br />”Saya ingin pulang kerumah ibu saya, sepertinya ia masih ada di kampung” suaranya bergetar dan dalam. Kali ini cerita masa kecilnya yang indah, mengalir dengan lancar dan tenang.<br /><br />Pulang.<br /> <br />Tiba-tiba saya rada galau mendengar ceritanya. Sudah setua ini tapi beliau ingin pulang bertemu orang tuanya. Sudah setua ini, yang paling lancar diceritakannya adalah masa-masa terbaiknya sebagai kanak-kanak yang bahagia bersama orang tua, saudara dan teman-temannya, nenek ini masih keukeuh ingin pulang!. <br /><br />Apakah itu pulang? –Kembali kerumah, kembali ke tempat kita berasal, kembali ke akar kita sendiri. Dalam banyak tradisi, perayaan apapun dimanapun sepertinya memang tidak afdol bila tidak pulang kampung. Entah ada apa dibalik pulang kampung ini, dari segi keuangan kita selalu mem budget-i untuk ini yang kadang juga tidak murah. Tetapi kebahagiaan ”pulang” ini memang tidak bisa diukur dengan uang. Tetapi benarkah disaat kita tua seperti nenek tetangga saya itu—keinginan yang terdalam adalah untuk bisa selalu pulang? Benarkah disaat kita tua yang paling diingat adalah saat-saat yang membahagiakan? Di saat tua nanti yang paling diinginkan adalah kembali ke akar kita sendiri? ke saat-saat kita dipertemukan dengan kasih sayang orang tua, saudara dan teman-teman dahulu?. <br /><br />Jawabannya bisa benar bisa juga salah. Tetapi adalah hal yang wajar bila di satu garis hidup seseorang, ia rindu pulang. Mengapa? Mungkin karena dimasa-masa itulah ia menerima kasih yang tak bersyarat, diterima tanpa syarat dan melimpah. Senakal apapun orangtuanya tetap menyayanginya, seburuk apapun keadaannya teman-temannya tetap menerimanya, semua curahan itu melimpah dan tak ada barcode harga untuk itu. <br /><br />Benarkah ketika zaman demi zaman berganti semua berubah dan bergeser? lalu adakah yang tidak berubah? <br /><br />Cinta tanpa syarat?? ah, sudah banyak sekali teori-teori dan ceritanya. Dan kitapun sebenarnya telah tahu dan merasakannya. Begitu sulitnya menjembatani alam materi, alam ego dengan wilayah ini. Padahal banyak sekali diulas bahwa wilayah ini ada di bagian otak kanan yang berhubungan dengan ketidakterbatasan kemungkinan-kemungkinan baik. Beberapa pakar otak kanan bahkan berani mengatakan seiring dengan keseimbangan perkembangan otak kiri dan kanan maka seseorang sedang mengembangkan dirinya menjadi manusia paripurna. Tetapi itu hanyalah teori, mungkin begini parameternya: bila kita mudah simpati dengan orang-orang yang kurang beruntung artinya otak kanan mulai aktif. Bila mulai simpati dan memberi, maka otak kanan sedang berkembang, bila terbiasa memberi dan memberi artinya otak kita sedang bersinkronisasi dengan keberuntungan-keberuntungan!. <br /><br />Dimasa-masa sekarang katanya siih, sudah rada susah menemukan hal-hal semacam itu (ini pasti saya terpengaruh sinetron yg matanya melotot-melotot itu.. hehe). Katanya apapun selalu terkait dengan transaksi, uang, kemudahan, timbal balik, dsb.<br /> <br />Tetapi hal-hal itu masih ada kok. Mudah ditemukan bila kita sendiri mau memulainya. Dan tentu saja Melaksanakannya..<br /><br />Ah maafkanlah saya.<br /><br />sedikit cerita: <br /><br />Setelah lama berkelana si musafir itu akhirnya sampai juga dirumahnya yang sejati. Lelah, letih, capek, semua sudah direlakan. Didepan pintu rumah Yang Agung dia mengetuk, ”Saya sudah pulang, saya sudah ikhlaskan semua, saya ingin pulang ke rumah, ke tempat Kekasih yang cintanya tanpa batas dan tanpa syarat. Silakan cek, sepanjang perjalanan saya ke rumah ini—saya sudah melakukan hal yang sama, memberi tanpa syarat tanpa pilih-pilih, sekarang izinkanlah saya masuk wahai Kekasih” <br /><br />Salam Hangat!Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-38477760942823937812010-12-11T22:06:00.003+07:002010-12-21T20:41:58.423+07:00Manusia-nya!<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjliYoFNWA5Bf1L4alZ5la4effdOwDjE6oOVAjvqc5ZcMzwsVs-P_ODCqOxL-si3nnRYMrr_PstUPJBSMSp9r4vJW0vs-a0_n2VcuEFhBbmBRxGVelLvW9AO75Za7R0uIJW9mT7YjvYJ2g/s1600/samburu-wedding-kenya_21083_990x742.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjliYoFNWA5Bf1L4alZ5la4effdOwDjE6oOVAjvqc5ZcMzwsVs-P_ODCqOxL-si3nnRYMrr_PstUPJBSMSp9r4vJW0vs-a0_n2VcuEFhBbmBRxGVelLvW9AO75Za7R0uIJW9mT7YjvYJ2g/s320/samburu-wedding-kenya_21083_990x742.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5549442370639819826" /></a><br /><br />Seperti kebanyakan Netizen (orang dalam kesehariannya selalu bersentuhan dengan internet), setiap harinya saya sengaja men-jejal-i diri saya dengan banyak sekali informasi. Dari bangun tidur sampai mau tidur saya belum bisa lepas dengan yang namanya informasi. Meskipun saya membatasi dan memilih-milih berita, tetap saja informasi apapun adalah penting. Dan untuk ukuran jaman sekarang akses ke sumber informasi adalah hal yang vital.<br /><br />Dulu sewaktu era televisi sedang hangat, dimana saluran TV hanya ada TVRI maka acara Dunia Dalam Berita adalah sebuah tontonan ”wajib” disamping film2 kartun tentunya. Dan sebagai anak SD saya juga masih sering di PR-i untuk mencatat peristiwa apa saja yang sedang berlangsung dan diminta menuliskan ulang dengan bahasa tulis khas anak SD. Dan tentu saja susah minta ampun jika menerangkan salah satu topik berita, karena pembaca berita di TV punya kecepatan sendiri, maka jadilah berita ”Pengiriman pasukan Perdamaian” diganti dengan topik ”Banjir di Srilangka” atau ”Panen Kacang di Lampung” yang lebih padat dan singkat. <br /><br />Kemudian dimulai era TV-TV swasta dimana tonggak kreativitas media mulai terpancang. Meski terbatas—karena saat itu belum reformasi—tetapi tetap kreatif dalam keterbatasannya. Sampai di jaman reformasi kreatifitas itu di eksplor dengan luarbiasa. Lalu kedatangan Internet yang fenomenal—thanks God pemerintah kita cukup demokratis dalam hal ini. Ya kedatangan internet mengubah banyak hal, termasuk cara kita memandang suatu informasi. Sekarang kita sudah tidak kampungan lagi (ciyeee), setidaknya ketika terjadi konflik antar negara atau kelompok, kita bisa mencari informasi dari berbagai sudut pandang. Sekaligus memahami motif-motif apa saja yang menggerakkannya. <br /><br />Ketika media gambar diberi kebebasan maka kita mudah sekali menganalisa apa yang sedang terjadi. Dengan cepat kita mendapatkan penjelasan, gambaran, kengerian sekaligus kekhawatiran yang sedang bergejolak disana, sekaligus, implikasi dan counter measure jika sewaktu-waktu hal itu terjadi disini. Kita lalu terbiasa dengan berbagai berita-berita kriminal dari yang paling sadis sampai yang parah sekali—sampai kita megira-ngira mungkinkah manusia bisa melakukannya?. <br /><br />Dan yang paling hot saat ini adalah ketika situs Wikileaks mengungkap lebih dari 250 ribu kawat, dokumen-dokumen penting yang tergolong sangat rahasia, hebatnya situs tersebut bisa diakses dengan mudah. Begitu banyak yang diungkap disana: konspirasi, manipulasi, benturan kepentingan, nuklir, kondisi ekonomi, piring terbang, pergantian kekuasaan, suksesi kepemimpinan, motif-motif yang diluar dugaan, semua tersaji penuh kerumitan. Sehingga saya sering bertanya apakah benar semuanya ini? benarkah informasi besar itu tersembunyi demikian rapinya, rencana-rencana yang terkontrol sehingga tak bisa di tangkap oleh penglihatan? Terlalu halus untuk dirasa dengan indera dan dicerna pikiran?. Benarkah ada yang seperti itu? Entahlah. <br /><br />Sebagai rakyat jelata biasa, selain hanya sekedar tahu, saya tidak menemukan apapun lagi dari sana. Bila dokumen-dokumen itu benar adanya, lalu apa? Peristiwa yang sudah terjadi baru terungkap sekarang. Mau di apakan? Ekonomi dunia sudah masuk black hole, kekayaan alam negara RI kita dan lain-lainnya ..., lalu Afghanistan sudah hancur!, Pakistan lebur, Irak sudah rata!—perang saudara sudah keburu menewaskan banyak orang, virus-virus biologis sudah meminta ribuan nyawa. Semua data biometrik para diplomat sudah diketahui, semua motif sudah jelas. Lalu mau apa lagi?<br /> <br />Dalam pikiran saya yang awam ini, jika dunia benar-benar penuh dengan konspirasi jahat, apakah mereka juga terkena hukum yang satu itu? <br /><br />Juga hukum-hukum lain yang manusiawi sifatnya dan fana bawaannya. Hukum sederhana yang sebetulnya tidak sederhana, hukum pilihan, ketetapan, keseimbangan. Lalu benarkah semua rencana jahat itu berhasil? Pengerukan kekayaan alam milik orang lain? Penghancuran-penghancuran itu? Berapa persenkah yang berhasil? benarkah misi mereka saat ini sukses?<br /><br />Sementara para konspirator sibuk dengan rencana-rencana selanjutnya, Wikileaks membuat banyak orang makin kuat menduga-duga. Bahwa di setiap tindakan: kunjungan, paket bantuan, hibah, apapun selalu diiringi imbalan dan ancaman. Ketika semua data-data dibuka, ketika semua informasi ini di beberkan ke permukaan diam-diam maupun terang-terangan warga dunia bersatu melawan dominasi konspirasi yang manipulatif ini. lihat saja dukungan kepada Wikileaks yang tiap detiknya semakin menguat. Setidaknya 4000 peretas (Kompas) bersatu untuk membela Wikileaks. Data-data yang di blokir, di ekstrasi ulang dan di sebarkan melalui ratusan situs lain, mereka seakan hendak mengatakan bahwa kebenaran apapun tidak seharusnya mengandung unsur manipulatif! Dunia perlu tahu!.<br /><br />Lalu ini soal apa, kenapa semua fakta ini terungkap?. Apakah maksudnya? Jika benar poin apa yang harus digaris bawahi?. Manusianya kah?<br /><br />Dalam dunia dimana pengelompokan "kami" dan "mereka" sangat jelas, apa yang di beberkan Wikileaks sungguh mengejutkan. Bagaimana para pemimpin negara bisa mengambil banyak wajah, banyak warna dan halus tersembunyi. topeng A saat menghadapi yang ini dan mengambil topeng B saat menghadapi yang itu. Maka ketika semua terungkap kita melihat bahwa apa yang mereka pertontonkan selama ini tidaklah selalu wajahnya yang asli!. <br /><br />Jika apa yang tengah dipertontonkan hanyalah sebuah pertunjukan topeng maka apakah setiap tindakan, keputusan--apapun, belum tentu seperti itu juga? selalu ada maksud di balik maksud! <br /> <br />Dan pelajaran yang bisa diambil dari sana adalah, tindak-tanduk pemimpinnya- manusianya. Jika saja dari awal sudah jujur, amanah,...,..., sudah dimiliki setiap orang, termasuk pemimpin dimanapun, maka mereka-mereka yang berkepentingan seharusnya tidak usah takut. <br /><br />Saya yakin dunia akhirnya akan disatukan oleh satu, yaitu perhatian kepada manusianya. Apakah banyaknya suku-suku, ras, bangsa-bangsa di dunia dengan berbagai tingkatan hidup, kaya miskin dsb —perbedaan kondisi manusianya, apakah mereka mau tulus hidup bersama? Menjadikan dunia ini tempat tinggal yang nyaman, tanpa manipulasi, dominasi, hegemoni, penjajahan dalam berbagai bentuknya. <br /><br />Yah memang sulit mengharapkan hal-hal semacam itu dari orang lain, tetapi kita bisa mulai membiasakan keempat sifat itu, dari...<br /><br />Salam hangat!<br /><br />foto dari National GeographicSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-17526414115140267592010-11-04T19:10:00.004+07:002010-11-05T20:36:54.897+07:00API<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibAaUywLEWvQiMkHsXNMRmHWuFcQZ9fLuJniUc8uy1ltqt8KyXx6aZVKjglgq6njfLhERLMvmA8hTZ7Gkc6sm4RjMQTkyDND1q17en-PU6NfcgmO7CkjQ7f83J3RHParalOwuP1gp71mY/s1600/api.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibAaUywLEWvQiMkHsXNMRmHWuFcQZ9fLuJniUc8uy1ltqt8KyXx6aZVKjglgq6njfLhERLMvmA8hTZ7Gkc6sm4RjMQTkyDND1q17en-PU6NfcgmO7CkjQ7f83J3RHParalOwuP1gp71mY/s320/api.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5535666912580135378" /></a><br /><br />Tinggi menjulang, berwibawa dan berbahaya. <br /> Itulah kesan pertama saya tentang Merapi, belasan tahun yang lalu. Dulu semasa masih kecil, disaat liburan sekolah saya pernah ikut paman saya mencari rumput untuk makanan sapi. Dari ketinggian yang sama, paman menunjuk ke arah Merapi, saat itu asap mengepul dari puncaknya.<br /><br /> Saya baru tahu bahwa Merapi diupacarai setiap tahun. Seorang lelaki tua Mbah Maridjan namanya, setia dengan tugas itu. Sebuah tugas sangat berat dari Raja Jawa kesembilan untuk bisa membaca tentang karakter Merapi yang tersurat, serta membaca udara yang tersirat darinya—demikian tugas juru kunci, mewajibkannya untuk mengenali sedari awal jika sang Merapi akan ”hajatan”. <br /><br /> Awalnya tidak ”ngeh” dengan sosok lelaki itu. Apalagi setelah membintangi iklan dan muncul di tv, pikiran saya mengatakan bahwa dia sama saja: uang dan popularitas! Apalagi ??! –belakangan saya baru tahu, ternyata simbah dibujuk sedemikian rupa, dan uang honornya digunakan untuk membantu tetangga-tetangganya. Kualitas lain yang luput dari berita!- (maaf ya mbah)<br /><br /> Lalu pandangan itupun dengan sendirinya berubah, setelah mencari tahu sana-sini akhirnya saya mandapatkan gambaran "hampir" utuh darinya.<br /><br /> Salah satu perbuatan yang paling sia-sia didunia adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Dan jatuh cinta tidak mensyaratkan apapun, datang kepada siapa saja, kepada apa saja. Termasuk jika seseorang mencintai Merapi yang notabene adalah sebuah gunung api aktif!.<br /><br /> Bagi saya, Merapi ”hanya” sebuah gunung api. Ia telah ada disana, ratusan ribu tahun jauh sebelum eksistensi raja-raja manapun. Ia bisa ngamuk kapan saja, gulungan awan panas bisa turun kapan pun tanpa harus memberi tahu sebelumnya. Tetapi tidak sesederhana itu bagi seorang Mbah Maridjan.<br /><br /> Dalam dunia yang saya yakini, segala sesuatu yang kelihatan adalah ibarat gunung es yang terapung-apung di tengah samudera. Kita bisa mengira-ngira sekaligus mengukur gunung es itu: seberapa tinggi, lebar, panjang dan luasnya. Tetapi kita tidak pernah bisa memprediksi sebesar apa bagian gunung es itu yang tak kelihatan dibawah sana.<br /><br /> Dalam kasus mbah Maridjan, sementara saya melihat gunung itu benda mati, mbah Maridjan melihatnya sebagai orang tua berwibawa dengan segala prilakunya. Saya melihatnya musyrik, simbah bergaul dengan asyik. Ketika saya melihat bahaya, simbah hanya melihat cahaya. Saat saya melihat sia-sia, simbah telah melihatnya sempurna!. Jadi ini sebenarnya soal apa?.<br /><br /> Dalam dunia yang penuh kejutan seperti itu, hidup menjadi sawang sinawang. Saling memandang yang kelihatan, semua berkaca-kaca. Salah pandang akan salah paham. Kita cenderung menyalahkan kacamata orang lain tanpa mengecek buram atau tidak jendela sendiri. (bukankah hanya Tuhan yang berhak mengecek seseorang itu musyrik atau tidak?)<br /><br /> Cinta. Ya tentu saja. Tidak ada yang lebih kuat dari itu, dan tak ada yang menyalahkannya. Merapi adalah hidupnya, puluhan tahun sudah bersamanya, susah- senang, kesetiaan. Merasakan kedamaian saat sang Merapi tenang, kesuburan tanahnya, keindahan alamnya. Siapa rela melepasnya? Jika kini Merapi mengatakan sudah saatnya, maka simbah tak kuasa menolaknya. Saatnya datang mangsa lara, akankah dia menolak masa susah setelah puluhan tahun menikmati kegembiraan? Tidak! Simbah akan menemaninya, mungkin karena itulah dia tidak mau turun menyelamatkan diri. Kedengaran gila? Tentu saja!.<br /><br /> Dari kecintaan seseorang yang ”tergila-gila” kepada gunung api, apakah kita bisa belajar sesuatu??. Hmm, saya membayangkan bagaimana jika seorang pemimpin ”jatuh cinta” seperti itu kepada rakyatnya/umatnya. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, rakyat adalah sebuah centre of life, pusat hidup!. Susah-senang bersama, tetap setia dan tidak meninggalkan mereka. Saat datang masa-masa susah dia ada untuk mereka, menghadapi bencana alam dan bencana moral bersama-sama, sampai suatu saat nanti kematian datang dan turut menyempurnakannya! Ah!<br /><br /> Adakah pemimpin yang berani segila itu dizaman sekarang?? Adakah? Mungkinkah?? Bisa jadi ada, bisa juga tidak. Jika pun ada, mudah-mudahan cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, sebab kekuatan perubahan sedahsyat itu datang jika keduanya memiliki kadar cinta yang sama. Energi yang sama.<br /><br /> Pemimpin gila. Ah, kita hanya bisa merumuskannya saja, diam-diam kita telah tahu ramuan apa saja yang membuat seorang pemimpin sedemikian sempurna. Pemimpin dengan watak api! Membakar segala kebodohan, menghanguskan tamak, menghancurkan ikatan-ikatan sulit dimana keadilan susah berkembang. Dialah itu yang bercahaya terang, menerangi setiap jalan dan menuntun kepada kekuatan. Namun murka hebat bila kedzaliman sudah sedemikian parah. Adakah? Dimana?<br /><br /> Kita selalu mencarinya. Meramalkan kedatangannya dan berdoa agar kelak dipimpin orang seperti itu. Dimana keberadaanya, kita tidak pernah tahu, Wallahuallam.<br /><br /> Tetapi jikapun kita tidak menemukannya sekarang, maukah kita jadi orang itu? pemimpin itu, yang ”gila”, nggilani, dan tergila-gila minimal dalam lingkup terkecil? Memimpin diri, meski dilingkungan sendiri?? :)<br /><br /> Salam hangat, selamat menyumbang dan tetaplah optimis.<br /><br />Turut berduka cita atas meletusnya Merapi, tsunami Mentawai, banjir Wassior. Sedikit atau banyak sumbangan adalah energi. <br /><br />foto dari National GeographicSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-51521793115146375472010-09-18T22:01:00.003+07:002010-09-18T22:25:45.886+07:00Pranata Mangsa<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkiqRDEmZpjL-NvlFuNBqt_P2Nd_LyxxmWwIdDKHxdu5arv7JGScuOL75leNbBkeG8Pyc3ifLt1hvlLFYLvXjjHWyWTP8FgKuSZtuQKsKpqQZBZcFBdx6lzqowEZK26xDxc22gN6a5chg/s1600/afrika.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkiqRDEmZpjL-NvlFuNBqt_P2Nd_LyxxmWwIdDKHxdu5arv7JGScuOL75leNbBkeG8Pyc3ifLt1hvlLFYLvXjjHWyWTP8FgKuSZtuQKsKpqQZBZcFBdx6lzqowEZK26xDxc22gN6a5chg/s320/afrika.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5518274820675525618" /></a><br /><br />Akhir tahun lalu saya sengaja menghabiskan satu minggu di kawasan pegunungan di Jawa Tengah. Sebelumnya sudah niat mau bakpakeran sendiri ke Dieng, melihat kawah dan kebun apel, membuktikan sendiri apakah benar hampir semua orang Dieng memiliki pipi yang merah?. Tetapi karena satu dan lain hal rencana itu berubah. Saya putuskan kesana saja, ke tempat leluhur saya. <br /><br />Ingatan ingatan masa kecil saya tumpah ketika melewati jalanan setapak. Saya pernah melewati jalan ini. Batu-batu besar, pohon-pohon tua, aroma rumput, perdu, kotoran sapi, bunga-bunga mangga dan semak seketika menjadi harum. Dan saya seperti anak kecil di toko permen yang sedang kegirangan, dada ini seperti melonjak-lonjak. Yaa jejeran pegunungan Semilir mungkin asing, tetapi saya masih bisa mengingatnya dengan jelas. Satu hal yang menjadi ingatan favorit saya di tempat ini adalah, pada saat almarhum kakek saya mengambilkan buah-buah kelapa muda, dengan golok dipinggang, tanpa alas kaki dan kedua tangannya dipenuhi banyak buah kelapa muda, kepalanya menunjuk kami -cucu-cucunya- dan dagunya mengisyaratkan ada sesuatu di tangannya. Dan kami pun berlarian, berebut buah kelapa dengan gembira, ah. <br /><br />Gunung itu ramai ditanami jati. Jalan setapak yang saya lalui sungguh unik karena sementara kita melihat batu-batu cadas yang besar di sebelah kiri, disebelah kanan menganga jurang-jurang yang sangat dalam. <br /><br />Saya menggunakan ponsel seminim mungkin. Selain karena sinyalnya mengerikan, saya juga ingin memperhatikan sejelas mungkin kehidupan disini. Angin. Ya, betapa luarbiasa kekuatan angin didaerah sini, mungkin itulah sebabnya dinamakan Semilir, merujuk pada sifat gerak angin. Angin, hijau dan damai. Seperti memasuki daerah yang senyap. Kawasan ini seperti berada di sebuah kluster yang terjaga oleh angin. Pagi, siang, malam angin tak henti-hentinya berhembus kencang. Jika hujan turun maka kekuatannya bertambah-tambah. Mengerikan memang. Entah ada kekuatan apa yang ada di sana, tetapi pertama kali menghirup aroma gunung itu saja semua sudah ”lain”.<br /><br />Disini semua berjalan sangat lambat tetapi bisa juga terasa sangat cepat. Sepertinya waktu memang tergantung dari setelan manusianya, ia bisa di buat sangat lambat atau cepat. Dan akibatnya saya ikut dalam kelambatan itu. Mulai dari bernapas saja, saya belajar menarik napas panjang dan menghembus pelan-pelan, hanya dengan begitu saya bisa menghemat tenaga sekaligus meng-generate-tenaga baru selain tentunya beristirahat secara periodik karena jarak, darimana hendak kemana memang sangat jauh. Maka hanya dengan mengatur napas dan memperhitungkan langkah saja, kita bisa selamat sampai ditujuan dengan berjalan kaki. <br /><br />Mungkin beginilah sifatnya bila suatu tempat didominasi oleh angin. Lama-kelamaan gesekan daun, pohon-pohon bambu dan lonceng-lonceng di leher sapi semuanya seperti bernyanyi. Nyanyiannya juga dari jenis yang juga lambat. Apakah ”lambat” juga punya arti? Apakah saat waktu serasa panjang juga memberi tanda akan sesuatu?.<br /><br />Jika melihat bagaimana orang-orang desa yang kebanyakan menggantungkan hidupnya dari bercocok tanam, saya sering kosong. Dalam artian setiap hari, dari hari ke hari yang saya lihat di sawah itu adalah padi yang selalu saja hijau. Ah betapa lamanya mereka matang, kenapa tidak menggunakan teknologi saja yang memungkinkan padi lebih cepat panen. Dan dapat ditanam lagi.<br /><br />Tetapi ternyata tidak seperti itu, bagi orang-orang jawa yang masih menggunakan kalender Pranata Mangsa atau kalender jawa purba –apalagi untuk urusan bercocok tanam-, semuanya sudah dihitung dengan cermat. Dan kenapa beberapa petani emoh menggunakan teknologi sekarang adalah karena kebanyakan masih mengikuti kearifan masa lalu. Tidak terburu-buru ingin panen, tidak pesimis melihat padi yang dari hari-ke hari masih saja hijau, kapan mereka matang, kapan tumbuh dewasa, kapan?.<br />Bagi mereka melambat adalah sama dengan menghargai pendirian alam. Ya, belajar untuk tidak juga terburu-buru menjatuhkan vonis karena hanya satu kemungkinan bahwa apapun yang sedang terjadi saat ini adalah, bahwa padi itu sekarang sedang melalui proses. Sehingga tak harus menyalahkan waktu, menyalahkan musim, dalam penerapan lebih jauh adalah tidak menyalahkan pendirian, karena selama masih hidup ukurannya hanya satu: siapa yang tahu bahwa ia masih berproses. <br /><br />Ada hal-hal lain tentang melakukan segala sesuatu dengan melambat ini yaitu menikmati waktu saat ini. Terdengar kontradiktif memang. Tetapi kenyataannya, ada saat-saat kita harus melakukannya. Agak susah menerapkannya, bagi saya yang sudah terbiasa ”menargetkan sesuatu” solah-olah ”hasil” dan ”waktu” bisa disetel sesuai perut. Awalnya menjengkelkan, mengunyah makanan empat puluh kali kunyah, baru sepuluh sudah tertelan!. Merasai dinginnya air minum dengan cara meneguknya pelan-pelan sehingga lidah paham betul dengan hawa, memperhatikan ujung hidung kapan saya bernapas, apakah saya bernapas pelan apakah cepat.<br /><br />Lalu apa kata nenek saya dengan kegiatan ngerasanin ini ? agar kita bisa memaknai mangsa/waktu. Dari sana kita eling dengan laku. Mulai dari hal sesepele membuang sampah, berjalan, tidur, membaca, mencuci, berjemur, sampai tepekur di mushola dekat rumah. Kegiatan apapun yang kita lakukan adalah hal yang kita ”sadari”, sehingga apapun, kegiatan apapun itu bisa kita maknai.<br /><br />”Mangsa Kapitu, wisa ketir ing maruto, mangsa ini harusnya banyak hujan, banyak sungai banjir. Seharusnya saat inilah memindahkan bibit padi ke sawah. Tetapi sekarang sepertinya musim-musim sudah berubah. Yang bila di perhitungkan musim hujan malah tak ada hujan. Atau malah hujan besar di musim yang seharusnya kemarau.”<br /><br />”Posisi petani sekarang serba sulit, karena seolah ditinggalkan oleh alam. Alam seperti sedang mengetes. Maunya manusia selalu serba cepat, cepat-cepat panen. Padahal wajarnya tanam padi itu setahun sekali, selebihnya bertanam palawija agar hara tanah tidak rusak. Musim-musim yang tidak menentu sekarang ini mungkin hendak menunjukan bahwa manusia harus selalu eling lan waspada. Toh bagaimana pun manusia itu juga sebuah proses yang harusnya tidak jumawa dan mengambil jalan cepat-cepat.”<br /><br />”Eling lan waspada ini mengingatkan bahwa manusia harus terus belajar, belajar jadi manusia itu sendiri. Supaya menjalani hidup ke tingkatan yang baik, sekarang, saat ini, disini” tutupnya.<br /><br />Lambat tidak selalu identik dengan malas, sebetulnya. Tetapi selalu bersikap mengambil jarak terhadap sesuatu. Sikap ngerasanin ini lebih ke arah menikmati momen demi momen yang selalu berubah, sekaligus menghargainya. Melihat kenyataan yang ada sekarang sebagaimana adanya. Hujan ya hujan, kemarau ya kemarau. Menerima keduanya sebagai sebuah ketentuan yang selalu berubah-ubah. Menolak musim kemarau dan hanya menerima musim hujan saja, lalu kapan mulai menanam dan kapan panen?, sebab proses ”menjadi” padi memerlukan lebih dari sekedar pergantian musim-musim. Padi yang matang secara alami menghasilkan butiran beras dengan kualitas terbaik dan rasa yang enak. Betul tidak?. <br /><br />Ternyata sawah yang saya lihat tidak sesederhana seperti kelihatannya. Banyak kisah didalam kisah, banyak cerita, mitos dan upacara dan tentu saja: pranata mangsa. Waspa kumembeng jeroning kalbu (air mata menggenang dalam kalbu), pancuran mas sumawur ing jagad (pancuran emas menyinari dunia), anjrah jeroning kayon (keluarnya isi hati). <br /><br />Wah benarkah petakan-petakan sawah yang sering saya lihat ternyata mengandung kearifan dan kebijaksanaan yang tinggi di masa lalu ?? dan siapkah melambat barang sebentar agar tahu makna kegiatan kita selama ini ?? <br /><br />Hmm rasanya tak salah mencobanya!<br /><br /><br />Pranata mangsa selengkapnya di wikipedia<br /><br />Foto dari National GeographicSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-61297155791003172392010-08-17T10:05:00.003+07:002010-08-17T10:24:47.119+07:00SOKA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM5h-H3kNrQxlZQSsA1u6royUy5IacfDPKRirkDr3yHYQHKB3qvlb79Q9aYW7qzFW18t8fSkvz1OYlaDphEjn9V677Fa0_mUmyd6fwd5NJ_Tz_0BMtFC0CZ5cnSgZSWvJ9Lsw2o_0rPaw/s1600/darwish.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM5h-H3kNrQxlZQSsA1u6royUy5IacfDPKRirkDr3yHYQHKB3qvlb79Q9aYW7qzFW18t8fSkvz1OYlaDphEjn9V677Fa0_mUmyd6fwd5NJ_Tz_0BMtFC0CZ5cnSgZSWvJ9Lsw2o_0rPaw/s320/darwish.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5506210158823634706" /></a><br /><br />Entah ada gunanya atau tidak, saya menceritakan ini. Tetapi saya berharap sedikit banyak memiliki manfaat. Cerita ini saya dapat dari tangan pertama. Cerita teman saya, Soka, sebut saja demikian. Dan saya mendapat ijin dari dia untuk menuliskannya.<br /><br />Puasa ini mungkin puasa yang paling berkesan buatnya. Bukan karena dapat bonus besar, bukan karena tender besar yang dimenangkannya minggu lalu, tetapi kemenangan lain yang membuatnya merasa sangat bermanfaat sebagai manusia.<br /><br />Siang itu dia sedang membereskan beberapa file kerjanya, dan tak sabar bercerita:<br />”Saya sedang bepergian, untuk suatu urusan. Bis saat itu tidak terlalu penuh, demi kenyamanan dan pemandangan, saya memilih duduk didepan. Teman duduk sebelah saya adalah seorang bapak yang tidak terlalu tua. Berbaju kemeja putih tipis dengan motif kartun, celana jean hitam dan sandal jepit hijau yang jelek. Mukanya tirus, gerakannya kikuk.”<br />”Saya menawarinya koran baru, bapak itu tersenyum saja. Saya bertanya basa-basi dari mana hendak kemana. Dia dari Aceh dan hendak menemui keluarganya di kota X. Suaranya kurang jelas terdengar, jadi saya hanya membaca gerak bibir dan mimik mukanya. Tidak banyak yang saya dapat karena bapak itu bercerita dengan gelisah, sepertinya sedang stress, dan selanjutnya saya lebih memilih mendengarkan mp3 saja dari pada ngobrol tidak jelas. Ketika membuka HP, bapak itu mengeluarkan secarik kertas bekas sobekan bungkus rokok dari sakunya, dan menunjuk ke sebuah nomor selular. "Tolong sms kan anak saya, saya tidak bisa pulang. Terima kasih ya!.”<br /><br />”Kau tahu! setelah di sms itu anaknya bapak itu mengirim balasan, meminta lokasi kami sekarang, aku mulai kesal. Mana anaknya nelpon beberapa kali dan selama beberapa kali itu pula bapak itu menolak menerima telpon itu, saya benar-benar kesal dengan keduanya. Saya cuma penumpang yang kebetulan duduk bersebelahan dengannya, aku ingin duduk tenang dan tak harus terlibat urusan keluarga orang lain. Aku tidak menggubrisnya. Aku hampir marah sekali”<br />” Tetapi sms yang terakhir ini membuat aku luluh, anaknya bercerita bahwa bapak itu sudah lama sekali meninggalkan rumah. Keluarganya khawatir dan sedang menangis saat itu. Dalam kepala saya yang penuh itung-itungan tentang berapa banyak sms dan pulsa yang terbuang untuk orang yang tidak aku kenal!, dan waktuku yang seharusnya bisa kugunakan untuk istirahat!. Dan tiba-tiba menyesal kenapa harus duduk di depan!. Tetapi lama-kelamaan hati ku tidak tega. Bapak itu harusnya bersama dengan keluarganya, setidaknya dia tidak berkeliaran di jalan. Akhirnya aku sms balik anak bapak itu, bahwa aku bersedia membantu semampuku. Anak itu mengucapkan terima kasih dan mengatakan semoga Allah membalas kebaikanku. Aku tidak memperdulikan sms semacam itu. Aku ragu dengan situasi seperti ini, benarkah ini ? . Aku tidak mengenal mereka, aku tidak harus terlibat atau melibatkan diri, dalam pikiranku yang itung-itungan itupun sempat berpikir bagaimana kalau ini model penipuan terbaru. Atau yang terburuk bapak ini masuk DPO organisasi tertentu dan mungkin saja jadi korban atau pelaku perbuatan yang buruk. Pikiranku tidak bisa diam saat itu, tetapi aku putuskan, bila memang betul apa yang dikatakan lewat sms itu, itu akan membuatku tenang tetapi bila tidak maka saya sudah siap lapor polisi.” <br /><br />”Sepanjang jalan, bapak itu memperhatikan ku terus. Dia sudah bilang jangan membalas telpon atau sms dari anaknya. Saya bikin silent HP itu dan tetap berhubungan melalui sms- tanpa sepengetahuannya-. Anak itu akan menjemputnya di stasiun segera setelah bis kami sampai. Dan aku terus memberitahukan mereka lokasi kami. Di sepanjang jalan tol pikiranku berbicara sendiri. Tuhan, aku ini orang yang naif. Aku sering menyesal bahwa itu sering kali dimanfaatkan. Dan aku sedang berusaha untuk tidak terlalu peduli sekarang. Bahkan apa yang aku pikir, kebaikan dalam kenyataannya datang dalam bentuknya yang paling buruk. Tuhan benarkah bapak ini sedang stress berat dan kabur dari rumahnya? Sebuah suara naif segera terdengar, <span style="font-style:italic;">”dia duduk disebelahmu bukan kebetulan, duduk disebelahmu- karena dengan begitu dia mendapatkan solusi atas masalahnya”</span>. Aku mencibir suara naif itu, aku mengejeknya. Tidak mungkin! Ini cuma drama! Kenyataan tidak selalu seperti itu. Jadi diamlah.”<br /><br /><span style="font-style:italic;">”Kau bisa membantunya, sampai yakin dia berada bersama keluarganya atau kau bisa segera turun dan melupakan bapak itu!.”</span> <br /><br />”Aku tahu aku harus memutuskan sesuatu. Akhirnya aku memutuskan untuk melihat siapa yang menjemputnya. Bila wajahnya meyakinkan aku akan serahkan bapak itu, tetapi bila tidak aku akan lapor polisi secepatnya.mudah-mudahan kali ini intuisiku benar” <br />”Jam demi jam berlalu, aku sungguh tidak tidur. Aku terus mengawasi gerak-gerik bapak ini, karena di setiap pemberhentian dia selalu ingin turun, matanya selalu tertuju ke arah pintu. Selain itu karena dia juga mengoceh terus tak karuan. Dan setiap bergerak itu aku memperhatikannya, tanganku akan siap mencegahnya bila dia nekad turun sembarangan. Akhirnya kami sampai juga di kota tujuan. Bis berhenti dilampu merah. Kami sudah sampai Tol, segera aku kirim sms untuk segera menyusulnya. Tidak ada tanda-tanda penjemputan, pikiranku mulai berbicara lagi, bahwa aku terlalu naif untuk percaya kepada seseorang meskipun mungkin dia membutuhkan bantuanku, aku mulai menyesal kenapa selalu dipermainkan keadaan. Aku pasrah saja dan bersiap-siap turun. Beberapa menit kemudian sebuah motor bebek mengikuti kami dan tiba-tiba berhenti tepat di pintu bis. Seorang perempuan muda melambaikan tangan dan berteriak-teriak dari luar <span style="font-style:italic;">"Itu bapak saya! Itu bapak saya.. pak! Pak! Ini Yeni, Yeni pak!"</span>. Wajah perempuan itu tampak khawatir, saat itu saya yakin dia pastilah keluarganya. Kondektur bis berbicara sebentar dan membuka kan pintu sementara bapak itu tampak bingung. Perempuan itu mencium tangannya, keduanya tampak bahagia, -meski raut bingung bapaknya tidak hilang-. Perempuan itu lalu menaikan bapak nya ke motor bebek dan langsung melaju. Aku sangat lega, juga haru. Benarkah ini?. <br /><br />Aku terdiam. Untuk sesaat pikiranku berhenti sementara suara itu terdengar lagi. <span style="font-style:italic;">”Itu berkat kau! Kau boleh sinis tetapi kau tahu, kau berperan mempertemukan ayah-anak itu”</span> Suara sialan itu tertawa kencang sekali sampai-sampai aku mual. Beberapa hari bila aku merenungkan kejadian itu aku menemukan ketentraman didalamnya, apakah aku yang membantu bapak itu atau ??.”<br /><br />” Untuk pertama kalinya aku pun merasa bahagia yang utuh, aku berhasil membuktikan bahwa aku menolong orang lain dengan tuntas. Tidak setengah-setengah seperti yang biasa kulakukan selama ini, aku merasa percaya diriku meningkat sekarang”. Katanya berapi-api menutup ceritanya. <br /><br />”Kita bisa menjadi penentu kebahagiaan orang lain atau sumber kesedihan disaat yang sama” katanya lagi.<br /><br />”Menurutmu bagaimana?”Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-47247504121492602652010-07-30T22:36:00.005+07:002010-12-11T22:17:26.320+07:00Setelah Puncak Tertinggi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwwM49GyPtUp0GpHMV9FCGN83PtJCTvLO2KLUWgVsOkUmUVCC6s0qq1cG2ZAMShQ3Hs2MES6acBZ0A3D22LLv3vytGcVqxI3RCEVVEP5KeC_s0BB60QBaWBxXs9Ktb0jKiOfxQsEloJ0w/s1600/popopo.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwwM49GyPtUp0GpHMV9FCGN83PtJCTvLO2KLUWgVsOkUmUVCC6s0qq1cG2ZAMShQ3Hs2MES6acBZ0A3D22LLv3vytGcVqxI3RCEVVEP5KeC_s0BB60QBaWBxXs9Ktb0jKiOfxQsEloJ0w/s320/popopo.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5549444019331601170" /></a><br /><br />Betapa misteriusnya manusia. <br />Di utara, orang-orang sedang berkerumun merumuskan undang-undang. Di selatan, sekelompok manusia lain tengah berjuang sekuat tenaga agar suara mereka didengarkan oleh pemimpin mereka. Di sebelah barat, lain lagi; sekelompok orang sibuk menghalau pengaruh buruk informasi. Di belahan timur, lebih berat; orang-orang fokus pada ledakan demi ledakan yang berasal dari dapur rumah mereka sendiri.<br /><br />Semua peristiwa terjadi hampir pada waktu yang bersamaan. Satu peristiwa, tidak kalah mendesak dari peristiwa lain. Setiap ledakan disusul dengan ledakan lain. Masalah seolah datang dengan tidak mengenal kata istirahat. Dan tentu saja, semua menuntut untuk segera diselesaikan. Ketika semua itu terjadi, saya memutuskan merekam semuanya dengan bahasa tulis versi saya.<br /><br />Pada masa jaya nya, demokrasi di elu-elu kan sebagai sistem terbaik bagi sebuah negara, kedigjayaan sistem demokrasi hanya mampu ditandingi oleh sistem komunis. Persaingan ketat kedua sistem ini yang berdarah-darah dan memasuki babak baru jaman manusia-dari kemajuan iptek- perlombaan senjata-penghapusan perbudakan-kesetaraan, ternyata tidak mudah, berbiaya paling mahal, semua perlombaan itu akhirnya dimenangkan oleh sistem demokrasi. Sistem ini diklaim mampu memperkuat pemerintahan, bahkan kerjasama antar negara akan lebih mudah jika memiliki kesamaan idiologi. Betapa hebatnya sistem ini-meski bukan yang terbaik-tetapi cukup ampuh untuk meredam gejolak, dan sedikit banyak memuaskan berbagai pihak, dimana khususnya negara kita yang berlandaskan asas musyawarah dan mufakat, menjadi landasan yang –sepertinya sih- masuk akal. <br /><br />Akan tetapi sehebat apapun sistem yang dianut, sistem hanyalah alat. Pada perkembangannya, benturan kepentingan membuat sistem sebaik apapun hancur berantakan. Setiap alat mempunyai kelemahan. Sistem pun demikian. Kebanyakan bukan dari undang undangnya, melainkan pada kelicikan dari para pemegang amanahnya. Setiap detil kelemahan adalah kesempatan. Dan disetiap kesempatan ada nilai uang yang tidak sedikit. Jadi urusan selanjutnya bukan bagaimana menutup celah, tetapi mencari celah yang lain, dan jika memungkinkan membuat celah kecil itu berubah menjadi sebuah mulut gua yang menganga. <br /><br />Disini demokrasi diuji. Sebagai pemenang yang memenangi pertandingan besar dia tidak boleh mengambil jalan mudah dengan membiarkan dirinya dijadikan mesin. Digerakan oleh tangan-tangan yang haus dengan uang, untuk kemudian menghasilkan uang lagi dengan cara-cara membodohi masyarakat. Karena sementara dia duduk dan beristirahat, rakyat dibuat bingung dengan hari-hari mereka ke depan.<br /><br />Sistem yang dianut oleh sebuah negara tergantung dari pemimpinnya. Jadi semua urusan-urusan ini akan dikembalikan lagi ke sumbernya, ke manusia yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi. <br /><br />Pada awalnya, pusat segala kekuatan seorang pemimpin berasal dari dalam dirinya. Semua diawali dari kemauan menengok terlebih dahulu kedalam dirinya. Menengok kedalam diri mensyaratkan seseorang untuk terlebih dahulu mencukupkan "segala" pengetahuannya -ilmunya- sebab dengan begitu dia akan mempunyai alat yang tajam dalam membedah setiap persoalan-persoalan yang terjadi didalam masyarakat. Dibutuhkan ketekunan, kesabaran dan bimbingan untuk urusan bedah membedah ini (disinilah calon pemimpin harus mau berbaur dengan berbagai macam kalangan, mengetahui dari segala sudut pandang dalam rangka mengasah kejernihan daya analitisnya) alih-alih mengalami kebuntuan, kemampuan membedah kasus ini malah akan memperkaya setiap detil pengetahuannya. <br /><br />Tak ada kata cukup dalam menuntut ilmu. Tetapi manakala waktunya telah tiba, tatkala syarat-syarat keilmuannya mencukupi maka calon pemimpin akan dapat memantapkan segala tekad yang ada dihatinya, hebatnya lagi, bersamaan dengan kemantapan itu dia akan diberi kemampuan untuk meluruskan hatinya.<br /><br />Lalu apa yang akan terjadi jika calon pemimpin sudah mampu meluruskan hati?. Dia akan meneliti dirinya sekali lagi untuk membereskan hal terpenting dari keseluruhan proses ini yaitu; melakukan pembinaan kepada dirinya sendiri, sehingga dapat membereskan keluarganya. Lalu apa lagi. -Keluar terus meluas- membereskan lingkungan terdekatnya, akhirnya diberi kemampuan mengurus yang lebih luas lagi, rakyatnya, negara nya. Dan akhirnya memberikan ketenteraman bagi dunia. Pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin, dengan demikian maka tugas utama pemimpin dan rakyat akan mengerucut pada satu kewajiban yang sama; mengutamakan pembinaan terhadap diri sendiri terlebih dahulu. <br /><br />Dititik ini pemimpin dan yang dipimpin saling memberikan masukan yang tepat bagi kemajuan bersama, disana pemimpin melayani segala kebutuhan rakyatnya, sementara dipihak rakyat, mereka akan mencintai pemimpinnya, dan dengan segenap kekuatan melindungi keberlangsungan jalannya pemerintahan. terlalu ideal ? mungkin! tetapi harus dicoba.<br /><br />”Barang siapa diangkat atau mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaklah dia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya dia mendidik dirinya dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lidahnya. Orang yang menjadi pendidik dirinya sendiri lebih patut dihormati daripada yang mengajari orang lain” ~Imam Ali<br /><br />Hmmm, anda tertarik? Selamat menjadi pemimpin yang dicintai!<br /><br />disadur bebas dari kitab "'Ajaran Besar" karya Konfusius. Photo dari National GeograpicSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-4472996148423115262010-07-08T23:05:00.006+07:002010-07-09T20:47:42.490+07:00Misi Hidup<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMZ29WiGBGUqrERe_wKl4D1CUK4xVEEqDOjNygZFG223YHv7j0ImVd1igFwpAOfah1w9q6kElh2P7v4aN3c_G9PJe-fq7Dmo8xEzF871OcQcMil_nRg4Q3AwlWazdTrZyg1RL9ant38S0/s1600/eye-to-eye_10940_990x742.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMZ29WiGBGUqrERe_wKl4D1CUK4xVEEqDOjNygZFG223YHv7j0ImVd1igFwpAOfah1w9q6kElh2P7v4aN3c_G9PJe-fq7Dmo8xEzF871OcQcMil_nRg4Q3AwlWazdTrZyg1RL9ant38S0/s320/eye-to-eye_10940_990x742.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5491574514235809474" /></a><br /><br /><br />"Kalau di dalam dirinya sudah tersembunyi penyakit rendah diri, dia makin terbebani dari suatu misi hidup. Kalau diagregatkan kalau setiap orang punya rasa rendah diri, sebagai bangsa Indonesia maka ia akan menjadi penyakit nasional," Sri Mulyani.<br /><br />Makin jauh dari rasa aman. Itulah gambaran yang bisa di tangkap hari-hari terakhir ini. Jangankan orang biasa, seorang pejabat negara pun bisa digusur. Jangankan memikirkan keselamatan bangsa dan negara (yang terlalu jauh), memikirkan keselamatan diri sendiri pun masih ragu. Benarkah rasa aman itu sudah hilang di masa sekarang ini?. <br /><br />Ada yang bilang rasa aman yang sebenarnya diperoleh sesaat setelah melewati bahaya, kenapa, karena saat itu kesadaran kita masih tajam dan siap dengan segala kemungkinan. Ada juga yang bilang bahwa rasa aman hanya didapat dari berlindung kepada kekuatan yang jauh lebih besar dari diri kita,-siapa lagi-, Tuhan.<br /><br />Tetapi kita tidak akan membicarakan rasa aman itu sekarang, tapi ke pernyataan "Misi Hidup" yang di kutip diatas. <br /><br />Jika berkaca pada kehidupan orang-orang besar, saya suka minder. Terus terang saya punya banyak mimpi. Ada yang sudah di wujudkan tetapi masih banyak sekali yang belum. Ada yang sedang di usahakan, ada yang harus pending ada yang bahkan dibatalkan sama sekali. Saya sering bertanya pada diri sendiri, apakah yang menyebabkan orang-orang ini menjadi besar? benarkah kecerdasannya harus sekian? benarkah mereka harus didukung finansial yang tak terbatas?. Sepi tak ada jawaban.<br /><br />Nah terbukti kan, kalo saya nulis sekadar nulis, latihan menulis supaya enak dibaca. Pelaksanaanya?. Au ah. Apakah saya punya kekuatan yang dalam untuk memenuhi panggilan hidup?, Apakah saya punya semangat tak terpatahkan?, Apakah saya punya fokus yang luarbiasa untuk mewujudkannya? tapi yaa jangan kan itu, yang paling dasar saja: Apakah misi hidup saya?. Sepi lagi. hehe<br /><br />Misi hidup. Hmm ada yang bilang misi hidup kita harus ditentukan sedini mungkin. Sebab dengan begitu kita bisa merencanakan dan membuat mapping, dari mana dan akan kemana, lalu tujuan akhirnya akan seperti apa. Ada yang bilang misi hidup itu harus ditemukan, sebab hanya mereka-mereka yang telah mengenali sepak terjang sang diri yang akan mampu mengenalinya. Tetapi saya lebih suka jika misi hidup itulah yang akan menemukan kita. Kenapa, karena (...) sepi lagi. <br /><br />Sambil berjalan dengan waktu, saya pikir misi hidup setiap orang akan berubah. Tentu saja saya sangat hormat dengan mereka yang punya keteguhan sekeras kristal, buat saya memang itu yang dibutuhkan mewujudkan sesuatu, tetapi saya lebih suka meniru sifat lentur bambu, boleh kan?. Ya bambu. Mampu melenting, mengikuti arah angin, dan berbisik-bisik saat angin begitu keras. Liat, lentur dan berhasil tumbuh. Ah, Semoga bisa seperti bambu.<br /><br />Kagum dengan orang-orang jaman ini. Memang benar teori-teori keseimbangan itu berlaku tidak hanya dalam eksak tetapi juga pada diri manusia-manusianya. Saya percaya tidak ada orang yang jahat, yang ada hanyalah orang baik yang saking hausnya maka air comberan pun akan diminum, saking laparnya maka.., tetapi yaa itu di satu sisi. Sementara disisi lain ada pula orang-orang yang meski haus tidak sampai meminum air comberan, tapi memilih air hujan saja yang aman. Nah orang-orang ini yang bersuara lantang bahwa air hujan lebih baik dari pada air comberan-curian pula-. pusing yah?. Yaa tulisan ini memang untuk anda yang IQ nya diatas 1000. Hehe<br /><br />Orang dengan misi hidup yang besar menanggung resiko yang lebih besar. Betapa mahal harga yang harus dibayar, betapa sangat tidak nyamannya hidup yang dilalui, dan betapa berat perjuangan mereka. Tetapi apakah artinya kenyamanan bila bertentangan dengan hati nurani, dan apakah artinya hidup itu bila tidak bebas menjadi dirinya sendiri. Banyak orang mengambil titik temu antara hidup yang ada sekarang untuk kemudian menyelaraskan diri dengan misi hidupnya. Dan tentu saja dengan segala resikonya.<br /><br />Bagi jiwa yang mulia, apalah artinya hidup bila terus menerus berada dalam ketakutan. Menyadari kesalahan dari cara hidup seperti itu, maka sebagian orang akan berusaha melewati ketakutan dengan menciptakan tatanan dirinya dan orang lain dalam kesepadanan, tanpa rasa takut!. <br /><br />Begitu banyak yang berorientasi pada hasil tetapi lupa pada prosesnya. Sementara proses itu sendiri lebih mahal dari hasil, proses itu gambaran utuh. Sebab ada pergulatan disana, ada pemikiran, pertimbangan dan tak kurang kebijaksanaan yang saling menjalin. <br /><br />Dalam kepemimpinan urusan misi hidup ini sangat-sangat vital. pemimpin dengan misi hidup yang jelas akan membuat siapapun yang dipimpinnya merasa terarah, bersemangat dan lebih jauh bisa melihat masa depan melalui mata pemimpin mereka. Sebaliknya jika seorang pemimpin kehilangan powernya maka yang ada adalah kebingungan, jangankan masa depan, membawa dirinya sendiri saja diragukan.<br /><br />Mau tidak mau misi hidup ini memang harus ada dan dimiliki oleh setiap orang. Setiap tindakan yang mengarah kepada misi akan memengaruhi mental juang kita, setiap goal yang dicapai memberikan kepuasan sehingga kita merasa menikmati apa yang sedang dilakukan. Bahkan lebih jauh, tindakan ini membuat kita tetap berada dalam jalur yang benar. <br /><br />"As for the best leaders, the people do not notice their existence.<br />The next best, the people honour and praise.<br />The next, the people fear, And the next the people hate.<br />When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’". <br />~Lao Tze<br /><br />Sudah dapat gambaran misi hidup anda ?!<br /><br />Salam HangatSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-16719354536421971922010-06-19T20:54:00.007+07:002010-06-29T19:11:22.179+07:00Terima Kasih<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmkjWwXLaEUC5IteqGVlqb_GXm0DQ-7Fy1ln10DNDptIOEsoQHtFQXOarlENf1bMKCqQ6I4ZTBtnZ9-qP36JNWHrwGm3ZE6MMPUcHAPho3TEfD1pVHnA3bV1fikCKFtLuIRm37siXgED0/s1600/pohon.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmkjWwXLaEUC5IteqGVlqb_GXm0DQ-7Fy1ln10DNDptIOEsoQHtFQXOarlENf1bMKCqQ6I4ZTBtnZ9-qP36JNWHrwGm3ZE6MMPUcHAPho3TEfD1pVHnA3bV1fikCKFtLuIRm37siXgED0/s320/pohon.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5484493770247905426" /></a><br />Selamat Malam temans-temans. Assalamualaikum Wr.wb.<br /><br />Wow tembus 2200 pembaca. <br /><br />Ini melebihi perkiraan saya. Saya sangat berterima kasih teman-teman semua sudi singgah disini, tentunya sebuah kehormatan yang luar biasa, yang memacu saya untuk menulis dan terus menulis. Jadi sebetulnya ini blog sebagai latihan menulis (hehe). Dan saya komit untuk tidak berafiliasi dengan blog-blog yang sudah major juga tidak pasang2 iklan- selain karena gak ada yang ngajakin juga gak ngerti masangnya- hehe.<br /><br />Sebelumnya bila dalam tulisan saya banyak ajakan ini-itu, pengertian ini-itu, tentunya ajakan ini untuk saya pribadi terlebih dahulu, sebab sering dalam liku-liku perjalanan yang saya lalui, lebih sering ketemu beratnya daripada gampangnya, sering bertemu sakitnya dari pada senangnya. Tapi yaa, mungkin hidup itu begitu, mencoba meminimalisir dengan mencoba memahami dan memberi pengertian pada diri sendiri. Tentu tidak mudah melakukan semua itu. Tapi percayalah dengan menulis unek-unek rasanya semua sudah tumplek blek !. <br /><br />Disatu titik hidup saya, saya pernah down yang luar biasa. Kepergian dua sahabat baik yang selama ini bersama-sama dalam susah, susah dan susah sekali (hehe) dan senang, senang sekali -sampai sakit perut- membuat mental saya benar-benar jatuh ke titik minus. Lalu akhir masa kuliah yang artinya perpisahan dan didepan ternyata lebih banyak perpisahan demi perpisahan dengan banyak sahabat yang lain memperparah keadaan.<br /><br />Siapapun memerlukan persahabatan, pertemanan. Mungkin rasanya seperti memasuki kolam dengan air yang hangat, begitulah kira-kira gambarannya. Ya pertemuan jiwa dengan jiwa dalam relasi apapun bentuknya adalah takdir, bila satu jiwa dan banyak jiwa lainnya merasakan kesamaan, kenyamanan dalam bentuk visi dan realitas maka tak disangsikan lagi merekalah "jodoh" anda.<br /> <br />Tentu bukan masalah itu saja yang memicu depresi. Banyak hal yang sudah direncanakan ternyata tidak berjalan sesuai dengan keinginan. Saat itu saya sudah menyerah. Dititik itu ingin sekali pulang, berkemas pergi ke Bandung dan selesai sudah. Seperti menekan tombol merah dan dunia meledak lalu lupa-lah saya akan 10 tahun kebelakang dan memulai hidup baru lagi- tanpa pernah mengingat yang sudah-sudah-, Kepergian yang bersih pikir saya, tetapi saya tidak lakukan itu. Saya lalui saja prosesnya, dalam otak saya pikiran demi pikiran terlintas. Beberapa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dulu sulit saya temukan jawaban yang memuaskan.<br /><br />Dan dari coret-coret di buku akhirnya jadi sebuah blog, seperti yang anda kunjungi ini. Sekaligus memberi jejak pada para sahabat dan teman-teman, baik yang lama maupun yang baru. Jadi blog ini saya dedikasikan buat anda semua.<br /><br />Tidak ada niat menggurui atau menceramahi. Jika berkaca saja saya sering merasa malu sendiri-kelakuan masih mbragajul- beraninya menulis yang seperti ini. Tetapi saya coba jujur. Suatu malam pernah saya berdoa agak nyeleneh " Allah, bila Engkau hendak melihat ke dalam diri saya tentu mudah saja, tetapi percayalah disana sudah tak ada apa-apa lagi, sudah tak ada ruang-ruang yang bersekat rumit yang tersembunyi" dan saya masih belum tahu apa arti doa yang keluar dari mulut saya itu sampai sekarang.<br /> <br />Ah jadi curhat.<br /> <br />Sekali lagi saya berterima kasih, kunjungan anda adalah apresiasi buat saya. <br /><br /> <br />Salam HangatSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-45695312791751327262010-04-18T22:53:00.006+07:002010-04-20T20:30:58.692+07:00Hujan Mistik<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtQSQoKptz9dR8IECAa1EBeb25vhzhY6tA5vyKJE913UXInwUUiCJxpsR_VBSxPjaUZxyxLYTx6B1NYxjAYEuFrphYpWLrDsL-XL20uvLTtgvfmkGMdr_aILYkZ7HvSwIxcpoJ9Z6ypuY/s1600/wcrystal_06_zamzam_400325.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtQSQoKptz9dR8IECAa1EBeb25vhzhY6tA5vyKJE913UXInwUUiCJxpsR_VBSxPjaUZxyxLYTx6B1NYxjAYEuFrphYpWLrDsL-XL20uvLTtgvfmkGMdr_aILYkZ7HvSwIxcpoJ9Z6ypuY/s320/wcrystal_06_zamzam_400325.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5461815957712961570" /></a><br /><br />Memang benar ungkapan para orang tua jaman dulu kalo suara rakyat adalah suara Tuhan. Hari-hari ini kita melihat bagaimana masyarakat bereaksi terhadap apa yang tengah terjadi. Mulai dari pengumpulan koin pembebasan seorang ibu yang sedang berhadapan dengan pihak rumah sakit, sampai aksi grup facebookers boikot pajak, sebagai reaksi atas prilaku oknum petugas pajak yang korup. <br /><br />Masih sangat bersyukur ternyata masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang ”aware”, sadar dan masih memegang prinsip prinsip kebenaran. Iya donk, kondisi ini mengisyaratkan bahwa masyarakat tidak lagi jadi penonton tapi langsung turun <br />sebagai bagian dari penentu sejarah.<br /><br />Disatu sisi terbukanya kotak pandora memang membawa berbagai petaka dan penyakit, bahkan memicu peperangan yang tak terperikan, bahkan di yakini akan membawa dampak yang jauh lebih dahsyat di kemudian hari. Tapi menurut versi lain, kotak pandora tersebut juga membawa harapan dan berkah (blessing). (Encyclopedia Britanica 2007).<br /><br />Mengemuka nya informasi tentang mafia pajak, mafia hukum, permainan-permainan kelas tinggi yang mengarah ke satu titik : uang. Saya yakin hari-hari selanjutnya kita akan disuguhi tayangan yang lebih seru. Reaksi anggota masyarakat pun berlainan menanggapinya. Tapi bila ditanya hal apa yang paling penting yang harus dimiliki setiap orang khususnya pemegang amanah, maka jawaban akan mengerucut ke satu kata : Integritas. Lalu apakah integritas itu ?.<br /><br />Integritas menurut Henry Cloud (2007) : asal katanya dalam bahasa Prancis dan Latin yaitu :<br />Intact, integrate, integral dan entirety. Yang diartikan bahwa integritas sebagai “semuanya bekerja dengan baik, tidak terbagi, terpadu, utuh, dan tidak mengalami kerusakan". Jadi integritas seseorang adalah perihal keutuhan dan keefektifannya sebagai individu. Ciri yang paling mudah dikenali dari pemimpin yang punya integritas adalah kejujuran, kesesuaian antara nilai-nilai dan perilaku.<br /><br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Integritas sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, kejujuran, dan dapat dipercaya serta bertindak konsisten sesuai dengan nilai–nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi.<br /><br />Integritas adalah wilayah mistik, sedangkan ikutannya diibaratkan sebagai hujan yang membawa penentu prilaku, ia menunjukan mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang dapat memancarkan kewibawaan. Ia bukan semu apalagi pura-pura, tapi merujuk pada ajegnya seseorang. Diawasi atau tidak diawasi ia tetap akan melakukan tugasnya dengan baik (Andrian Gostik & Dana Telford). <br /><br />Integritas sebagai salah satu tantangan kepemimpinan. Bagaimana tidak ?, pemimpin adalah center of life. Disini Integritas personal seorang pemimpin akan memengaruhi integritas komunitas, lalu memengaruhi lagi integritas sosial, kemudian memengaruhi integritas negara. Bisa dikatakan pemimpin yang berintegritas baik dan memiliki "will" yang luhur akan menularkan integritas itu kebawah. Dititik inilah seorang pemimpin kharismatik mampu menjadi jangkar yang kuat bagi tata prilaku masyarakatnya. <br /><br />Integritas bukanlah bawaan lahir, bukan pula gen yang diwariskan oleh orangtua, juga bukan elmu linuwih yang khusus di pesan oleh eyang kita untuk cucu mereka di kemudian hari, tapi merupakan ilmu kepemimpinan yang bisa dipelajari. Dan seperti pelajaran apapun tak ada yang sekali belajar langsung jadi. Semua ada prosesnya dan proses integritas ini berlangsung setiap detik. <br /><br />Saya pernah mengulas sedikit tentang pemimpin agama yang berhasil menjadi memimpin negara, bagaimana ciri-ciri spiritual mengejawantah dalam kehidupan bernegara, dalam hal ini sang pemimpin menyadari ke terhubungan nya secara vertikal dan horizontal, ciri-ciri ini sering kita sebut dengan ciri pemimpin yang ber integritas. Dengan demikian pribadi pemimpin yang kuat selalu lahir dari dasar/latar belakang yang juga kuat. <br /><br />Hanya yang spiritual yang sanggup mengatasi ewuh pakewuhnya dunia materialistik. Demikian juga halnya seorang pemimpin, bila ia telah menghidupi nilai-nilai spiritual dan menjadikan spiritualitas sebagai panglima, maka dia lah pemimpin yang sebenarnya yang akan membawa masyarakatnya menuju masyarakat madani yang dicita-citakan. Dalam dirinya sudah tak ada lagi ketidak sesuaian dalam laku karena semua sudah selaras antara aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual.<br /><br />Begitu besar harapan rakyat pada pemimpin mereka. Bahkan saking besarnya, beberapa tradisi menganggap seorang pemimpin adalah manusia setengah dewa atau bahkan dewa itu sendiri yang datang dan turun tangan menyelesaikan jutaan persoalan. Dalam beberapa literatur atau yang paling dekat saja misal arca raja, arca-arca raja jaman dahulu digambarkan memiliki empat sampai delapan tangan, masing-masing tangan memegang benda suci. Jadi urusan pimpin memimpin ini bukan urusan remeh-temeh yang cuma berlangsung lima tahun sekali. seorang pemimpin dituntut memiliki lebih banyak tangan-tangan yang tak kelihatan untuk membantu rakyatnya.<br /><br />Jika memimpin adalah seni maka pemimpin adalah sang maestro yang menentukan bernilai atau tidak karya seninya. Gambaran apapun yang terlihat di kanvas tergantung tangan sang maestro. Begitu banyak model kepemimpinan, berbagai tipe pemimpin telah datang dan pergi. Tapi integritas adalah kualitas diri yang wajib ada pada diri mereka, kualitas kepemimpinan akan ditentukan seberapa hebat integritasnya. <br /><br />Dan pemimpin yang memiliki integritas tidak berarti tidak memiliki kelemahan. Kelemahan akan selalu ada, tapi pemimpin tipe ini akan segera mengenalinya, mengenali segala kelemahan dan kekuatan dirinya. Dengan demikian ia akan tahu, apa yang harus dan tak harus dilakukannya. Belajar dari kesalahan dan memaafkan masa lalunya. <br /> <br />Menjadi pemimpin yang berintegritas tidaklah mudah, jika berkaca pada sejarah tak jarang kita menahan nafas. mereka yang mengambil jalan instan tak akan bertahan lama, mereka yang kurang sabar akan terjungkal ditengah jalan, yang orientasinya sempit hanya akan jadi bahan tertawaan. Apalagi yang tidak tertarik, maka dia tak akan pernah sampai ke tujuan.<br /><br />Jadi akan tetap memilih uang (materialistik) ? atau hujan mistik yang luarbiasa sejuk itu ?<br /><br />Selamat menemukan arti Integritas untuk diri anda sendiri.Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-13296899449251465992010-03-16T19:45:00.004+07:002010-03-21T19:10:16.841+07:00Rumput<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQ94hboIFR_rdEd6d5kK46KiTbb2BBjGwiMJTfYPTqwnnAHIqNgN1AACuTDK1hV9xs9PDc_Z-f_XVnpx6vrWz57sJaFgTlZeRMSBpAz6ZqGLOIM2NPs0or3R3X7LWcPvZHbQT9oGQmgS0/s1600-h/rrr.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQ94hboIFR_rdEd6d5kK46KiTbb2BBjGwiMJTfYPTqwnnAHIqNgN1AACuTDK1hV9xs9PDc_Z-f_XVnpx6vrWz57sJaFgTlZeRMSBpAz6ZqGLOIM2NPs0or3R3X7LWcPvZHbQT9oGQmgS0/s320/rrr.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5451058283095678498" /></a><br /><br /><br />Entah kenapa waktu sekolah dulu, saya memilih kegiatan ekstrakulikuler karate Kei shin kan. Muridnya sedikit, paling banter mungkin sebelas, kalo full bisa tujuh belas murid dengan tambahan dua murid dari luar. <br /><br />Bisa jadi karena waktunya fleksibel, jadi kalo pas mata pelajaran gambar yang mengerikan itu di bekali pe-er yang lumayan banyak, njelimet dan tak bisa dipecahkan dengan metode titik-titik atau metode lampu neon sekalipun, maka kita bisa izin ke simpay (kakak, pelatih dojo) untuk absen hari itu. Hmm, atau bisa jadi situasi ekskul karate ini memang mendukung saya supaya lebih kuat secara fisik dan mental. Maksudnya jika ada yang berani memalak saya didepan sekolah, tinggal saya siapkan mental saja untuk mengadukan si pemalak ke para simpay dan teman-teman, dan reaksi yang saya harapkan adalah orang yang memalak saya kemarin itu sudah babak belur, sudah tak mau lagi memalak siapapun alias kapok. <br />Dan syukurlah sampai saya lulus saya tak pernah dipalak orang.<br /><br />Latihan ya latihan saja, belajar mukul, belajar nendang, belajar keserasian gerakan ”Kata”, dan masih banyak lagi. Tiap naik tingkat pasti babak belur, kaki keseleo, dada biru-biru karena ada pertandingan teknik perkelahian, tentu saja lawannya juga yang seimbang, satu warna sabuk. Parem kocok dan beras kencur sudah tersedia kalo pulang ke rumah. Well, meski keseleo, dada biru-biru, tangan bengkak tapi pengalaman itu sungguh berarti. <br /><br />Karena sering ikut latihan antar dojo, beberapa kali nonton, mengamati (jiahhh) pertandingan karate, sedikit banyak saya tahu karakter ”pengemban” sabuk-sabuk ini. Makin ke atas, makin tinggi tingkatan sabuknya, maka teknik-tekniknya makin hebat, bagaimana membanting lawan tanpa harus Bukk ! membuat tubuh lawan berderak keras ke tanah tapi beberapa senti dari tanah, tubuh lawan ditahan dan dijatuhkan dengan indah tanpa rasa sakit yang berarti ! (wess), lalu tendangan-tendangan kearah pelipis lawan dengan tingkat akurasi sekitar tiga atau lima senti meter tanpa harus menyentuh betulan, dan wasit tahu betul poin itu. Pukulan-pukulan tangan kiri seseorang bisa begitu powerful-nya, sehingga dalam waktu sepersekian detik, kepalan tangan sudah mampir di ulu hati lawan dan masih banyak lagi teknik-teknik lainnya. Tetapi, meskipun keras latihannya, tinggi akurasi gerakannya dan tinggi capaian prestasinya para master ini tidak kehilangan ”passion” untuk menyalurkan ilmunya kepada para junior. Bisa dibilang para master ini begitu all out dalam urusan transfer mentransfer ilmu, dan bila ada yang berpikir atau merasa takut akan menyaingi mereka maka itu sungguh masih sangat-sangat jauh. <br /><br />Di belakang buku hadir latihan ada puisi seperti ini :<br /><br /><span style="font-weight:bold;"><span style="font-style:italic;">Kerendahan Hati</span><br />Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak dipuncak bukit, jadilah belukar. Tapi belukar yang baik yang tumbuh ditepi danau.<br />Kalau engkau tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput. Tapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.<br />Kalau engkau tak sanggup menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil, yang membawa orang-orang ke mata air.<br />Tidak semua orang menjadi kapten. Tentu harus ada awak kapalnya.<br />Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu.<br />Jadilah saja dirimu... sebaik baiknya dari dirimu sendiri.</span><br /><br />Ini adalah salah satu puisi favorit saya, dulu sih interpretasinya tentang cita-cita. Maksudnya bila cita-cita tinggi tapi jatohnya ”segini” maka tak usah mutung, cukup menjadi yang terbaik di tempat itu, analoginya seperti singkong, tumbuh, berkembang dan menghasilkan dimanapun anda ditanam. <br /><br />Dan sekarang saya jadi tahu bahwa kerendahan hati memiliki spektrum yang luas. Dulu sering kepikiran, kenapa para master ini tak pernah kelihatan menonjol atau berbeda, penampilan biasa, bila latihan tasnya saja usang, baju nya kadang lusuh, sabuknya jangan ditanya, warnanya sudah hitam pudar dengan sisi-sisi yang mengelupas sana-sini. Tapi lihatlah muridnya. Meski Tegi-nya masih terasa kasar karena baru, sabuknya masih keras dan warna-warni tapi kebanyakan jarang dicuci. hehehe<br /><br />Saat lepas Tegi, mereka jadi manusia biasa lagi, jadi seorang calon anggota ABRI, jadi mahasiswa, jadi guru les, jadi anak orangtuanya yang kena giliran bersih-bersih. Selama pakaiannya masih preman kita tak pernah tahu siapa seseorang itu sesungguhnya, dan seberapa tinggi ilmunya.<br /><br />Barulah kelihatan saat bergerak. Baru takjub ketika memperagakan ”Kata”. Ternyata naturenya begitu, makin tinggi makin biasa-biasa, seperti seekor macan dewasa yang berjalan merunduk. Dan sudah nature nya begitu, bahwa segala yang dilahirkan akan tumbuh menjadi besar, dengan melihat siklus biji mahoni yang kelak menjadi pohon besar sepertinya penulis puisi diatas juga hendak mengingatkan bahwa semakin tinggi seseorang seharusnya tidak makin membahayakan buat kehidupan yang lainnya, tapi memberikan ruang untuk hidup bersama dan ruang untuk berkembang. <br /><br />Pohon besar, belukar kayu, rumput, jalan besar, jalan kecil, apapun. Satu tidak lebih rendah nilainya dengan yang lain, pohon besar menaungi, belukar melindungi dan rumput menunjukan arah, adalah suatu kesombongan bila mengatakan rumput dan belukar hanyalah organisme yang tanpa guna. Seperti juga tingkat-tingkat dalam masyarakat, kita sering mendengar ada ungkapan sampah masyarakat, benalu, penyakit sosial, dsb. Tapi tanpa pengetahuan yang cukup tentang mereka kita tidak pernah tahu benar dan salah. <br /><br />Bila biji pohon mahoni masih sebesar rumput maka usaha maksimalnya adalah bertumbuh, sebab menjadi besar dan kecil kadang hanya masalah waktu yang dipergilirkan. <br /><br />Persoalan lainnya adalah nilai diri. Pohon adalah pohon, seperti halnya belukar kayu dan rumput, mereka unik dan diciptakan ada karena dari segi kegunaanya juga bermacam-macam. Sungguh tak apa-apa menjadi rumput dan tak ada yang salah dengan rumput. Mungkin rasanya sekedar mengisi satu siklus kehidupan, tapi tak ada yang harus membuatnya berkecil hati apalagi rendah diri dihadapan sang pohon. Meskipun rumput, tetapi jadi rumput terbaik yang pernah ada, rumput emas yang memperkuat tanggul dipinggiran jalan yang dilalui manusia. <br />Saat badai hanya pohon yang paling kuatlah yang bisa bertahan hidup, selebihnya terombang-ambing dalam gelombang lalu mati dan membusuk. Sedang rumput diterpa banjir bandang tsunami pun tetap hidup karena daya tahannya terhadap krisis. Maka sudahlah, jadilah terbaik dari peran apapun yang diberikan pada kita. Sekali lagi, tak apa apa menjadi bukan siapa-siapa. Sungguh tak mengapa menjadi rumput.<br /><br />Well, baik sebagai pohon besar, belukar kayu, rumput, jalan besar, jalan kecil, bila yang kita lihat semua penuh guna dan makna maka rayakanlah hidup anda ! :)<span style="font-weight:bold;"></span>Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-13271630133601941352010-02-17T21:08:00.012+07:002010-03-21T19:06:13.779+07:00Dewa Ruci<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF_4eHgNb-CHtEdhdpExCkoMY-WDC1ReovA-CqqVJeTT0y_nfNeYJwq6ccI_cCfGYTqIRbqenBWMdLMEcM8p8lpwYXOJhpphAT8LhtkCV6SeOswlSdejgsgQHX0NoJBfYu1ihLs5a_PdA/s1600-h/huntington-beach-lightning-xl.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF_4eHgNb-CHtEdhdpExCkoMY-WDC1ReovA-CqqVJeTT0y_nfNeYJwq6ccI_cCfGYTqIRbqenBWMdLMEcM8p8lpwYXOJhpphAT8LhtkCV6SeOswlSdejgsgQHX0NoJBfYu1ihLs5a_PdA/s320/huntington-beach-lightning-xl.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5440169833992720402" /></a><br /><br />Assalamualaikum, Haloo, Salam sejahtera<br /><br />Begini nih kalo nonton tv cuman seminggu sekali, gak update !!. Banyak informasi hanya didapat dari nge net di ponsel. Dan selalu dua hal : Pertama, saya tidak melahap semua informasi dan ini saya syukuri sekali, karena dengan ngenet saja pun sudah cukup tahu perkembangan dunia. Ngenet di ponsel juga berarti saya bisa memilih-milih informasi yang ingin saya ketahui saja. Yang kedua, nah itu tadi tidak update alias agak gak mudeng, sering juga yang penting-penting terlewatkan. Tapi ya sudahlah, saya pikir too much information juga bisa mempengaruhi pikiran. Bener gak ?.<br /><br />Dan memang luar biasa kasus-kasus yang ada sekarang, kalo gak bikin ngeri, eneg, geleng-geleng kepala, sampe yang akan mengelus dada sambil istighfar. <br /><br />TV cuman buat nonton wayang kulit dan kartun. Dan sudah kebiasaan. Mungkin karena ayah saya, yang "keranjingan" nonton lakon-lakon wayang tersebut, beliau bahkan akan bela-belain bangun tengah malam, untuk sekedar melihat siapa dalang nya. Dan saya pun biasanya akan ikutan nonton. Bukan "keranjingan" tapi VOLUME nya itu lho ! mau ngga mau mendingan nonton sekalian.. hehe. Oke ini dia.<br /><br />Malam itu lakon nya adalah DEWA RUCI. Tulisan ini juga saya sarikan dari berbagai sumber.<br /><br />Kita mulai dari sosok bernama Bima.<br /><br />Dari keenam putra Kunti Nalibrata (Adipati Karna dihitung), Bima adalah sesosok kesatria berbadan besar. Bima lahir dari hubungan Kunti dan Dewa Bayu. Sejak kecil hingga dewasanya dia memang istimewa, sering digambarkan sebagai tokoh yang kuat, seseorang yang kasar dan menakutkan bagi musuh. Walaupun demikian sebenarnya hatinya sangat lembut. Lupakan Yudistira yang bijak, bukan Arjuna yang tampan, juga bukan sikembar Nakula -Sadewa. Ialah Bima yang demikian rajin membantu Drupadi dalam urusan rumahtangga saat mereka diusir jauh ke tengah hutan karena kalah judi. Sifat ini digambarkan Dewi Drupadi menjelang ajalnya, bahwa diantara kelima suaminya, ternyata Bima adalah suami yang paling sensitif.<br /><br />Kisah Dewa Ruci ini rasanya akan jadi favorit saya. Betapa tinggi nilai filosofinya, betapa kuat pesan yang hendak disampaikan. Karena sebetulnya serat Dewa Ruci ini sangat panjang dan sufistik sifatnya (lihat websitenya alang-alang kumitir wordpress com) maka saya mengambil yang pas-pas saja, supaya aman. <br /><br />Dimulai dari Amarta. Karena ingin menguasai kerajaan Hastina kaum Kurawa (Duryudana CS) bersekongkol dengan guru mereka Dronacharya untuk melenyapkan Bima. Perintah Dronacharya sangat jelas pada Bima, segera temukan sumber air kehidupan, Tirta Pawitra. "Siapapun yang menemukan air kehidupan maka ia akan mencapai kesucian dan kesempurnaan", begitu pesan sang guru. Maka sebagai puja bakti pada gurunya dimulailah misi ini. Keluar masuk hutan ganas, membunuh dua raksasa pun dilakoninya, tapi air kehidupan itu tak ada disana. Bima pun kembali ke gurunya untuk meminta petunjuk, dan Drona memastikan bahwa kali ini ia tak akan gagal melenyapkan Bima dengan menyuruhnya mencari air itu ke tengah laut selatan yang dihuni naga Nemburnawa yang sakti.<br /><br />Ditepi samudra biru Bima termangu. Tak ada siapa-siapa disana, sementara dari kejauhan Dewa Ruci memandangnya dengan iba, ya tirta pawitra itu mitos, tidak pernah ada. Dewa Ruci menghampiri sambil menyapa : <br /><br />"Apa yang kau cari, wahai Bima, hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini. Di tempat sesunyi dan sekosong ini."<br /><br />Sang Bima terkejut dan mencari ke kanan kiri, setelah melihat sang penanya, lalu ia bergumam: "Makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi. Kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?"<br /><br />"Serba sunyi di sini, mustahil akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini, sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya". lanjut Dewa Ruci seraya membaca pikiran Bima.<br /><br />Sang Bima semakin termangu menduga-duga, dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa.<br /><br />"Ah, gelap pekat rasa hatiku. Entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini. Dan siapa sebenarnya aku ini," tanya Bima<br /><br />"Ketahuilah anakku, akulah yang disebut Dewa Ruci, atau sang Marbudyengrat, yang tahu segalanya tentang dirimu, kau anak Kunti, keturunan Wisnu yang hanya beranak tiga, Yudistira, dirimu, dan Arjuna. Yang bersaudara dua lagi Nakula dan Sadewa dari ibunda Madrim si putri Mandraka," jawab Sang Dewa Ruci.<br /><br />"Datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang Drona, untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini." berkata Sang Dewa Ruci.<br /><br />"Bila demikian, wejanglah aku seperlunya, agar tidak mengalami kegelapan seperti ini. Terasa bagai keris tanpa sarungnya," ujar Bima.<br /><br />"Sabarlah anakku, memang berat cobaan hidup. Ingatlah pesanku ini senantiasa : Jangan berangkat sebelum tahu tujuanmu, jangan menyuap sebelum mencicipinya, jangan memakai sebelum tahu itu pakaianmu,<br />tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru, sesuatu terwujud hanya dari tindakan. Janganlah bagai orang gunung membeli emas, mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas. Bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan," berkata Sang Dewa Ruci.<br /><br />" Wahai Dewa Ruci, tahulah sudah di mana salah hamba. Bertindak tanpa tahu asal tujuan. Sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka," lanjut Bima pasrah.<br />"Nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku," kata sang Marbudyengrat.<br /><br />Sang Bima tertegun tak percaya mendengarnya.<br /><br />"Ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya. Paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba sebesar bukit. Kelingking pun tak akan mungkin muat.<br />"Wahai Bima si dungu, anakku. Sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? Seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku. Jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam. " jawab Sang Dewa Ruci.<br /><br />Mendengar ucapan sang Dewa Ruci, sang Bima merasa kecil seketika. Dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang Dewa Ruci.<br /><br />"Hai Bima, katakanlah sejelas-jelasnya segala yang kau saksikan di sana," ujar Dewa Ruci.<br /><br />"Hanya tampak samudera luas tak bertepi," ucap sang Bima. "Alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung, tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang," ujar Bima lagi.<br /><br />"Janganlah mudah cemas," ujar sang Dewa Ruci. "Yakinilah bahwa di setiap kebimbangan senantiasa akan ada pertolongan Yang Maha Kuasa".<br />Dalam seketika sang Bima menemukan arah mata angin dan melihat surya. Setelah hati kembali tenang tampaklah sang Dewa Ruci di jagad walikan.<br /><br />"Hai, Bima! Ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan," ujar Dewa Ruci.<br /><br />"Awalnya terlihat cahaya terang memancar, " kata sang Bima. "Kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih. Apakah gerangan semua itu?" tanya Bima.<br /><br />"Ketahuilah Werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya, penerang hati, penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih. Cahaya empat warna, itulah warna hati. Hitam, merah, dan kuning adalah penghalang cipta yang kekal. Hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu memiliki. Hanya si putih lah yang bisa membawamu ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam. Namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain. Sendirian melawan tiga musuh abadi, Hanya atas pertolongan Tuhan lah si putih akan sanggup kau menangkan" Jawab Dewa Ruci.<br /><br />"Sebelum hal itu dijelaskan," kejar sang Bima. "Hamba tak ingin keluar dari tempat ini, Serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya".<br /><br />"Itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai Werkudara," jawab Dewa Ruci.<br /><br />"Dan mengenai Tuhan, engkau akan menemukannya sendiri. Setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala usaha serta mampu bertahan dari segala godaan. Di saat itulah kau akan menyadari. Dan batinmu akan berada di dalam Dia". <br /><br />"Anakku, janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api, bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu. Lakukan, amalkan, terapkan apa yang telah kau ketahui, jangan hanya mempercakapkannya belaka. Jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini. Jangan pernah punya sesembahan lain selain Sang Maha Suci. Pakailah senantiasa pengetahuan ini. Pengetahuan lainnya adalah pengetahuan antara, yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati. Tujuan hidup adalah mencapai yang kekal. Di dunia ini semuanya akan berlalu, tak perlu lagi segala aji kedigjayaan atau kesaktian, semuanya sudah termuat di sini" lanjut Dewa Ruci sambil menunjuk ke hati nya.<br /><br />Maka selesailah wejangan sang Dewa Ruci. Sang guru merangkul sang Bima dan membisikkan segala rahasia rasa. Terang bercahaya seketika wajah sang Bima menerima wahyu kebahagiaan.<br />Kini ia bagaikan kuntum bunga yang telah mekar, menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta. Dan Byaaar ! Dewa Ruci hilang bersama cahaya surya, seketika sang Bima sudah berada di tepian samudera. Terasa segar dan tercahayai. Ia siap menjalani hidup dengan semangatnya yang baru.<br /><br />Apakah yang dibisikan sang Dewa Ruci pada Bima ?? tak ada yang tahu. Tapi dalam bayangan imajiner saya, saya sempat melihat gerak bibir Dewa Ruci. Begini bunyinya :<br /><br />"Barang siapa mengenali dirinya, maka ia akan mudah mengenali Tuhan nya".<br /><br />Gak bisa lebih padat lagi, sebab itu inti cerita nya. Disini Dewa Ruci mengajari Bima untuk mengenali diri sendiri, dia diajak jujur melihat dirinya, melihat segala sifat manusianya, bukankah panglima perang sehebat SunTzu juga mengatakan bahwa mengenali kekuatan dan kelemahan diri adalah langkah awal kemenangan ? menang dalam hal apa ? yang jelas menang dalam hidup di dunia yang serba relatif ini. <br /><br />Berbeda dengan Drona yang memerintahkannya untuk mencari sesuatu yang tidak ada di luar sana, sang Dewa malah menyuruhnya mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Dan lihatlah, sifat-sifat yang ada dalam diri manusia, nafsu amarah (hitam), nafsu angkara (merah), nafsu memiliki (kuning) dan nafsu yang tenang /mutmainah (putih). <br /><br />Dewa Ruci berpesan kepada siapapun yang telah mendapatkan pengetahuan (baca: menuntut ilmu) adalah wajib untuk mengamalkan semua ilmunya dari pada hanya membicarakannya. <br /><br />Dan tentang bagaimana menemukan Tuhan ditengah pilihan yang serba tidak mudah seperti sekarang, dimana segala kesulitan terus bertambah-tambah, bencana datang tak berhenti, lalu segenap usaha menemui kegagalan. Mundurlah sejenak, dan mulailah menyadari. Ya, sesuatu yang lebih besar, lebih berkuasa dari diri kita sendiri, sesuatu yang "mengatur" disana. Bukankah kesadaran itu seharusnya menggiring kita bahwa tidak ada daya upaya melainkan pertolongan -Nya ?. <br /><br />Inikah yang di maksud, bahwa kita akan menemukan-Nya sendiri ??<br /><br />Selamat mengenal diri !Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-31079634151303979282010-01-13T20:56:00.008+07:002010-01-17T20:04:43.516+07:00Avatar : Menyaksikan Kelahiran Para Pemberani<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ8u0VLxSDSVnyFcWRMuPvNJK5qCaw4XgxnOBJBxdxI0RFS7mqy9SnOX1AT3oJF7n7M9pApS10DL1BZgGIJSs8hWakAkpoDS_X_C6GTdYH6nLcm2fd4fpojgGWmFgLSbsdkD2Gnh2qI2Y/s1600-h/2009_avatar_034.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 248px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJ8u0VLxSDSVnyFcWRMuPvNJK5qCaw4XgxnOBJBxdxI0RFS7mqy9SnOX1AT3oJF7n7M9pApS10DL1BZgGIJSs8hWakAkpoDS_X_C6GTdYH6nLcm2fd4fpojgGWmFgLSbsdkD2Gnh2qI2Y/s320/2009_avatar_034.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5426256500470665394" /></a><br /><br /><span style="font-style:italic;">“The conquering of fear is the beginning of wisdom. Kemampuan menaklukkan rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan”</span> <span style="font-style:italic;"><span style="font-weight:bold;">Aristotle</span></span><br /><br /><br />Mantep dah ! kata beberapa teman setelah menyaksikan Avatar 3D. Kalo menurut saya sih 20 % nya biasaaaaa banget, tapi 80 % nya : EDDUUN ! <br /><br />Ya, Avatar merupakan film HOT yang menjadi penutup rangkaian film-film Holywood ditahun 2009, dibuat dengan jumlah dollar yang fantastis ($ 300 juta), konon James Cameron menghabiskan waktu 3 tahun hanya untuk risetnya saja.<br /><br />Dimulai dari karakter Jake Sugi, eh Sully yang harus menggantikan saudara kembarnya memasuki dunia Avatar yang sama sekali asing, oke baiklah. <br /><br />Tersebutlah sebuah dunia bernama Pandora. Sebuah dunia super indah yang paling mungkin ada diluar sana. Tanah leluhur yang agung, Pohon-pohon tua dimana arwah para pahlawan bangsa Na'vy berkumpul, aneka rupa satwa jinak dan buas mengisi keindahan Pandora, gunung-gunung hijau yang melayang diangkasa, lengkap dengan air terjunnya. Aneka rupa tetumbuhan yang memancarkan cahaya-cahaya biru, bunga-bunga sulur yang menyala, kendaraan serupa naga-naga beterbangan mengisi dunia yang tercipta dengan indahnya. Pandora dan bangsa Na'vy adalah kesatuan yang telah lama terjalin dalam harmoni.<br /><br />Dan selama berabad-abad bangsa Navy telah menghuni Pandora dengan etika yang benar, dimana pembunuhan terhadap binatang atau perusakan pada alam adalah hal yang amat tabu, terlarang dan melanggar hukum tertinggi. Penghormatan yang tinggi terhadap alam inilah yang membuat alam pun melakukan perlindungan terbaik juga untuk mereka. Ada belasan suku yang tersebar disana, terpisah, komunal. Meski begitu mereka akan memenuhi satu panggilan saja : penerbang bayangan atau pengendali Toruk Macto ! <br /><br />Dan -sialnya- bangsa yang serakah selalu ini : ras manusia !. -Maaf jangan tersinggung!- Manusia konon telah lama mempelajari Pandora dan seluk beluk bangsa Na'vy. Keserakahan ternyata tidak pernah tertarik pada keindahan alam seindah apapun !. Ketertarikan manusia disana hanyalah karena batuan bernama Unobtanium yang berharga mahal. Pada awalnya avatar dibuat untuk membujuk bangsa Navy agar meninggalkan pohon keramat dimana para leluhur mereka bersemayam. Tanah dimana pohon keramat ini tumbuh adalah juga sumber terbesar batuan Unobtanium tersimpan, tapi dalam perkembangannya bangsa ini pun di serang juga. Sementara manusia melihat jumlah uang, bangsa Navy melihat pohon keramat ini adalah puncak spiritualitas, penyembuhan, tatanan hukum dan lebih dari itu pohon ini adalah "Hidup" mereka. <br /><br />Entah apa yang ada di pikiran James Cameron saat menulis dan mensutradarai Avatar, apakah dia menangkap kegelisahan alam ? yang jelas pesannya pada betapa pentingnya menjaga alam, berdamai dalam harmoni, dan bahaya RAKUS semua tergambar dengan indah disana.<br /><br />Dan untungnya manusia tak melulu jadi biang kerok segala masalah yang ada di bumi, setiap pahlawan pemberani bisa lahir kapan saja dimana saja pada waktu yang tepat, tak akan banyak-banyak memang, tapi cukuplah membuat bumi ini jadi sedikit lebih nyaman untuk dihuni dan cukup tenang untuk bisa dijadikan sumber pengharapan.<br /><br />Diantara ratusan ribu tentara dan ilmuwan yang ada, hanya beberapa saja yang membelot dan membela bangsa Navy, mereka-mereka inilah yang masuk, berinteraksi, membaca, memahami, menyelam lebih dalam ke kehidupan mereka. Dan inilah titik balik mereka untuk mengangkat senjata dan memutuskan melawan. <br /><br />Tanah Pandora rusak parah, bangsa Navy banyak yang terbunuh, mereka pun menjerit. Dititik ini kita memahami, tak ada sesuatu pun yang bisa memuaskan jiwa-jiwa yang serakah, akan selalu ada keinginan memiliki kolam yang ketiga, keempat dan seterusnya. <br /><br />Menjadi pemberani memang penuh resiko. Jangankan harta, nyawa pun dipertaruhkan. Bagi orang yang telah mengenal dirinya keberanian bukanlah lawan dari ketakutan, tapi adalah upaya melampaui rasa takut itu sendiri. Keberanian bisa diartikan sebagai tindakan untuk setia pada suara hati, bahkan sampai kekuatan terakhirnya tak bersisa. <br /><br />Dan ketika harapan satu-satunya adalah kekuatan alam itu sendiri :<br /><br />" Ibu alam ini tidak memihak, ia hanya menjaga keseimbangan" demikian pesan Neytiri ditengah keputusasaan Jake Sully menyelamatkan Pandora.<br /><br />Dan akhirnya Alam akan selalu menemukan keseimbangannya. Alam akan selalu punya cara menyeimbangkan kekuatan-kekuatan didalamnya. Memang dia tak akan memihak, tapi tak akan mengabaikan siapapun yang memberikan penghormatan kepadanya. Ya alam inipun balas mencintai siapapun yang mencintainya. <br /><br />inikah pesan James Cameron dalam Avatar ? who knows ?Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-81597220062013246612009-12-08T20:58:00.005+07:002009-12-14T22:42:37.774+07:00Makna Hidup<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJhe2bSpDd_zuzYH14T7mmr_Ih17oEyf5gJ-CfNQa5q0qtVf92hNNEXgWIKXMJosK4zbimdO7eg1bSRerUfvhNqB2NIMxwFB5bygwaZcLEQBQVN_Ml5lKezjuX-y9BRkVtGhqIzhEEtB0/s1600-h/paraglider-atacama-738676-xl.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJhe2bSpDd_zuzYH14T7mmr_Ih17oEyf5gJ-CfNQa5q0qtVf92hNNEXgWIKXMJosK4zbimdO7eg1bSRerUfvhNqB2NIMxwFB5bygwaZcLEQBQVN_Ml5lKezjuX-y9BRkVtGhqIzhEEtB0/s320/paraglider-atacama-738676-xl.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412899824891070866" /></a><br /><br />Woow.. 1880 an pengunjung.<br />Terima kasih banyak telah singgah di blog ini, tiga bulan tidak menulis pegel rasanya. Dan mudah-mudahan tulisan spontan ini juga berguna untuk direnungkan.<br /><br />Sibuk dan sibuk. Diakhir tahun agenda sebuah perusahaan biasanya adalah perawatan rutin. Dan sejak september lalu, hampir satu bulan penuh saya berkutat dengan pekerjaan. Pulang larut malam dan hanya memiliki sedikit waktu untuk istirahat, maka pada satu hari libur yang sangat berharga saya manfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. <br /><br />Pagi itu saya kedatangan tamu. Tetangga saya yang biasa ikut nonton film kartun di TV. Hari itu tidak biasanya datang dengan muram, mukanya seperti ditekuk. Dan saya masih kurang ngeh. Kami hanya terpaku pada layar TV. Sampai dia akhirnya menanyakan pertanyaan besar ini. <br /><br />"hanya sebegini sajakah makna hidup saya ?"<br /><br />Hah, saya melongo. Gugup. Sementara matanya seperti mencari sesuatu dimata saya. Tapi saya masih tidak menduga pertanyaan semacam itu bisa meluncur tanpa hambatan di bibirnya. <br /><br />Dan terus terang saya lebih suka tidur lagi dari pada harus mikir berat di hari minggu. Tapi itu jadi semacam PR juga buat saya akhirnya. <br /><br />Dewa. sebut saja begitu. Berusia duapuluh lima-an, setelah menamatkan kuliahnya disalah satu PTN di Bandung, bekerja di sebuah bank BUMN di Banten. Berangkat pagi, pulang sore. Berpenampilan rapi, bersih dan tampak perfeksionis. Sebulan dua kali ke Jakarta untuk dugem bareng gank-nya, tiap akhir pekan ke Bandung ketemu pacar. Beragam bonus sudah siap mampir ke kantongnya. Dunia yang dimata saya as simple as that, hidup yang no need to worry about, fun and fun. Tapi siapa sangka direlungnya tersembunyi pertanyaan seberat itu.<br /><br />Karena tak ingin menjawab, saya hanya mendengarkan saja. Tentu saja saya juga sering dihinggapi pertanyaan serupa, bahkan pertanyaan itu bisa bertambah intensitasnya ketika keadaan kurang mendukung. Dan saya lebih suka pura-pura sibuk, atau menyibukan diri menghindarinya. Sebenarnya sudah ketemu jawabannya tapi menemukan jawaban sendiri tentunya lebih mendamaikan bukan ?. <br /><br />Seperti menyuruh orang untuk menundukan pandangan, sesederhana beristirahat, kadang disitulah jawabannya. Ya makna diri akan sulit ditemukan bila kita melihat keatas, kearah yang lebih. Juga bukan diantara kerumunan orang yang sedang berlari. Tapi banyak ditemukan dari segala sesuatu yang sederhana. Perjalanan seseorang tidak dimulai dari menemukan sesuatu diluar sana tapi dimulai saat menemukan kembali dirinya. <br /><br />Susah-susah gampang. tapi sekali menemukan jawabannya kita tak memerlukan second opinion lagi. Teman saya itu contohnya.<br /><br />"karena sudah kangen dengan keluarga saya di Garut akhirnya saya pulang. keluarga begitu menyambut saya, kakak saya bercerita tentang anak laki-lakinya yang sedang belajar berdiri, ayah ingin sekali makan buah mangga namun tidak kesampaian karena saat itu bukan musimnya, dan ibu sibuk bercerita tentang panen kacang yang sebentar lagi tiba sambil sesekali ke dapur melihat tumis kangkung untuk makan siang kami"<br /><br />"dan yang paling menyentuh saya adalah ayah. Jarak pasar dengan rumah itu sangat jauh untuk ukurannya. Makanya saya segera kepasar membeli tiga kilogram mangga harum manis dan sekilo anggur merah import. Ayah saya terlihat bahagia dengan mangga harum manis itu, dan saya menikmati bagaimana beliau mengupasnya. Lalu seiris demi seiris memakannya. Saya merasa sejuk melihatnya, sepertinya segala pertanyaan gila itu tak pernah ada"<br /><br />"jadi hubungannya dengan makna hidupmu, apa ?" kata saya<br /><br />"setiap kali pertanyaan itu ada, maka ingatan-ingatan saya tentang ayah dan mangga nya menjawab pertanyaan itu. Dan tak pernah gagal mendamaikan jiwa saya. Makin kesini saya tahu, saya hanya akan berbuat yang paling baik yang mungkin yang bisa saya lakukan, menyenangkan orang tua, mungkin salah satunya"<br /><br />"dan kamu gak usah nunggu jadi dirut BUMN kalo mau berbuat baik" katanya tajam.<br /><br /><br />Sepertinya memang begitu, segala macam pertanyaan menggelisahkan akan terjawab ketika hati kita damai. Tentu bukan pengalihan, tapi lebih berpasrah pada Sang Hidup itu sendiri. <br /><br />Mulai dari yang sederhana. Bukankah saat kita berhenti berlari, kita malah sadar bahwa kita sebetulnya sudah sampai ? mau apa lagi ? mau yang seperti apa lagi ? nikmat yang mana lagi yang kamu ...?<br /><br />Tapi itu untuk Dewa, saya atau anda tentu lain lagi. Tapi sekarang kita sepakat bahwa akan mudah menemukan makna diri ketika hidup kita, keberadaan kita memberikan manfaat untuk orang lain. Mungkin sekedar menyumbang tumpukan koran bekas pada anak tetangga yang sedang mencari bahan untuk kliping, mungkin sekedar kuah sayur, berkurban di hari raya, jika rejeki berlebih memberdayakan orang lain sehingga banyak orang selamat dari pengangguran, terangkat derajatnya.. (makin gede.. hehehe) tapi itulah. Perbuatannya kelihatan kecil, apa yang diberikan mungkin "hanya ...", tapi kepuasan batin karena rasa berguna sungguh tidak ternilai.<br /><br />Selamat menemukan makna hidup anda sendiri !Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-9227094199865652172009-09-13T09:57:00.007+07:002009-10-21T23:29:56.384+07:00Bacalah ! Baca Saja<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFjwfyPAecgr0OUB_NnL4RegagvLit5IT586z9vXIOTLZz4pDI2u9k_ys2C_mAIWinCHJISxQly-_aZNofnkCyuWPOMuvtbAFp2srocPiY8aam-tvgdL3-yXNEpB4wO2LPOhPdrK4O16M/s1600-h/1_GYI0055520454_fay_461.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFjwfyPAecgr0OUB_NnL4RegagvLit5IT586z9vXIOTLZz4pDI2u9k_ys2C_mAIWinCHJISxQly-_aZNofnkCyuWPOMuvtbAFp2srocPiY8aam-tvgdL3-yXNEpB4wO2LPOhPdrK4O16M/s320/1_GYI0055520454_fay_461.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5380786851642295186" /></a><br /><br />Bagai api yang membakar sumbu obor. Lalu dengan itu menerangi semua gelap sekaligus meniadakannya maka begitulah pendidikan seharusnya menerangi tidak saja pikiran tapi juga jiwa. Baik pendidik, dan yang sedang dalam menuntut ilmu semua tercerahkan oleh api suci pengetahuan yang sinarnya ditandai oleh kehadiran kalam. Dan hakikat ilmu tak akan pernah habis meski tujuh lautan dijadikan tinta dan tujuh lautan tinta ditambahkan lagi dan lagi untuk menuliskan berbagai macam pustaka-pustaka ilmu, niscaya ilmu itu akan selalu ada, demikianlah Tuhan menjelaskan kekayaan dan kesempurnaan ilmu milik-Nya.<br /><br />Dalam sebuah riset yang diadakan bagi para pendatang muslim Aljazair yang tinggal di Perancis beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan terkejut dengan hasil yang mereka dapatkan. Para pendatang dan keturunannya yang sebagian besar buruh kasar itu terlihat berbeda setelah bersentuhan dengan pendidikan. Garis wajahnya tentu masih keras, tapi mata berwarna tembaga itu tentu tak berbohong saat mengemukakan pendapat, bagaimana kian hari mereka kian mengerti cara untuk menghargai diri sendiri, tata perilaku mereka terutama saat berinteraksi dengan orang asing, gaya hidup yang meningkat pesat dan tak lagi ragu menyuarakan ekspresi didalam jiwanya. <br /><br />Dan kini lihatlah para keturunannya, mereka mampu meraih bidang- bidang ilmu yang paling essensial dalam setiap sisi kehidupan masyarakat Perancis, secara keseluruhan para ilmuwan itu menemukan bahwa semakin lama mereka tampak semakin cantik dan tampan. Penuh percaya diri dan tanpa rasa takut. Demikianlah ilmu menjadi perhiasan yang menghiasi keseharian wajah mereka (bukankah kita pun sepakat bahwa seseorang yang cerdas selalu tampak lebih menarik ?).<br /><br />Begitulah arti pendidikan untuk manusia. Ia tidak saja membuka gerbang kemungkinan yang begitu kaya tapi juga memanusiakan manusia. Maka barangsiapa menyepelekan masalah pendidikan ini maka sesungguhnya ia menyediakan dirinya untuk masa-masa penuh kegelapan. Selamanya !. <br /><br />Pintar itu seksi, ia tidak saja menggambarkan sejauh mana cara berpikir bisa memperkaya kehidupan manusia dan membuat perbedaan. -Yang ditandai dengan karya-karya- tapi juga mencahayai jiwa dan meluaskan cahaya itu memancar sampai keluar. Pendidikan itulah ternyata yang menunjukan jalannya. <br /><br />Pada awalnya kondisi menuntut ilmu adalah sama dengan meraba kondisi yang gelap dan serba baru, kita juga kadang menaruh curiga pada sesuatu yang masih asing bagi kita. Satu- satunya jalan untuk tidak menaruh rasa curiga pada sesuatu yang baru, yang masih asing, adalah mengenalinya untuk kemudian mengakrabinya. Ketika kita telah akrab dengannya, ketakutan, kecurigaan dengan sendirinya sirna, untuk digantikan oleh kejelasan, pemahaman, pengertian. <br /><br />Dan pada akhirnya hasil dari pendidikan adalah perubahan perilaku. Ilmu itu cahaya yang hanya akan sanggup menerangi hati yang juga bersih dan bening. Ia tidak berubah seketika melainkan sedikit demi sedikit. Karena itu hanya orang yang bersabar dan kuat di ”will” saja yang bisa sukses mencerap ilmu. Keadaan jalan lambat ini bagi sebagian orang akan membuat frustasi dan memilih jalan pintas ataupun berhenti ditengah jalan karena merasa tidak mendapatkan manfaat dari proses belajar ataupun merasa bahwa ilmu yang sedang dituntutnya hanya akan sia-sia. Maka alangkah beruntungnya orang-orang yang menemukan kesenangan ketika menuntut ilmu.<br /><br />Dan tantangan sesungguhnya dari ilmu adalah hal ini : <span style="font-weight:bold;">Menerapkan Apa Yang Telah Diketahui</span>. Dan ini akan berlaku bagi setiap penuntut ilmu. Tapi The Big Thing nya sekarang adalah : banyak orang mempertanyakan di jaman yang di penuhi orang pintar (baca: telah lulus SD, SMP, SMU/SMK, lulus sarjana, master, bahkan PHD, Ing. dst) tapi kehidupan malah semakin sulit, kejahatan kerah putih merebak, korupsi dimana-mana, lebih jauh kerusakan alam yang semakin sulit ditanggulangi (lalu kemana saja ilmu nya ?). Hening.... tak ada jawaban.<br /><br />Seseorang memang belum benar-benar terdidik sebelum ia mampu membaca dirinya sendiri. Seperti apakah ia didepan cermin, orang pintar yang membangun atau sebaliknya orang pintar yang malah merusak ?. <br /><br />Lalu sudahkah jujur membaca diri kita sendiri ? wajah apakah yang nampak didepan cermin ? bayangan cermin palsu kah ? atau bayangan si orang baik yang sedang tersenyum puas ? <br /><br />Iqraa, bacalah dengan menyebut nama Tuhan mu yang menciptakan ! <br />bacalah dirimu ! <br />bacalah hatimu ! <br />bacalah hidupmu !<br /><br />Selamat menuntut ilmu dan tercahayai. <br /><br /><br /><span style="font-style:italic;">photos taken from national geographic</span>Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-41902991821791842552009-07-23T22:26:00.004+07:002009-07-23T22:40:57.084+07:00Dont Let Them Win !!<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1CS12Bup67hyy4gWM6x2Riq3llvdnUNg2oOPdcmtxohX-nXQaQJX7pe5khACn0eyn1pJ_yxjTndbn7k2lyjEemplyFqqbu9TeQY-qA5f-5H-mDBnUapgHoC3gm8mrFmyNvkE28gSYv0k/s1600-h/Day's+End,+Candlestick+Tower+Overlook,+Canyonlands+National+Park,+Utah.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1CS12Bup67hyy4gWM6x2Riq3llvdnUNg2oOPdcmtxohX-nXQaQJX7pe5khACn0eyn1pJ_yxjTndbn7k2lyjEemplyFqqbu9TeQY-qA5f-5H-mDBnUapgHoC3gm8mrFmyNvkE28gSYv0k/s320/Day's+End,+Candlestick+Tower+Overlook,+Canyonlands+National+Park,+Utah.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5361678423910076946" /></a><br /><br />”<span style="font-style:italic;">Iman paling utama ialah engkau mencintai dan membenci karena Allah, engkau gerakan lidahmu untuk berdzikir kepada Allah, engkau mencintai sesama manusia seperti engkau mencintai dirimu sendiri, engkau membenci sesuatu yang menimpa orang lain sebagaimana engkau benci hal itu menimpa dirimu, engkau berkata yang baik atau diam</span>” Jami Al Hadist no 3498 <br /><br />Aaaaaargh ! kesal, gemas, marah, mengutuk itulah beberapa dari berbagai reaksi yang timbul akibat peledakan hotel JW Marriott dan Ritz Carlton jumat 17 Juli lalu akibat ulah teroris. Sembilan orang tewas dan limapuluh empat orang lainnya cedera. Tak bisa dibayangkan efek domino setelahnya tapi luka psikologis akibat hal itu sungguh tak terbayangkan.<br /><br />Ribuan pendukung olahraga sepakbola seketika kecewa berat, jumat itu pukul setengah dua siang klub Manchester United melalui juru bicaranya menyatakan membatalkan kunjungan mereka ke Gelora Bung Karno. Mereka kecewa disaat warga Asia lain bisa beraudiensi dengan para pemain bola berbakat itu, mungkin berbagi ilmu, pengalaman, maka warga negara Indonesia sekedar untuk berjumpa, melihat secara langsung pun tidak pernah kesampaian. Mengagumkan !!<br /><br />Seorang kakek dengan wajah bingung, tergopoh-gopoh memasuki rumah sakit demi rumah sakit, kantor polisi mendatangi tempat manapun untuk memastikan keberadaan anaknya, diantara sorot mata harapan bercampur takut pada kenyataan yang mungkin terjadi, ia mencoba terus tegar. Istri kehilangan suami, anak kehilangan orang tuanya, tempat menyandarkan hidup itu tak terdengar kabar beritanya sejak bom itu meledak. Ribuan orang karyawan Holcim seketika berduka karena pimpinan sekaligus ”bapak” mereka turut menjadi korban, seseorang yang bertanggung jawab pada hajat hidup orang banyak yang dikenal santun dan banyak menularkan ilmu-ilmu kepemimpinan, terenggut hanya dalam hitungan jam. Dan banyak lagi cerita-cerita tentang kehilangan tersisa disana, menunggu dan tentu saja memilukan. Wahai, lihatlah luka macam apa yang kalian tinggalkan ?.<br /><br />Tapi yang lebih parah adalah korbannya. Beberapa orang terlempar keluar hotel dalam keadaaan sekarat, mayat-mayat yang otomatis termutilasi karena hebatnya ledakan, puluhan orang cedera dan entah paku atau kaca atau apalagi yang masuk ketubuh mereka. Cacat ? sudah pasti ! dan derita ini akan diderita seumur hidup. Wahai, lihatlah penderitaan macam apa yang kalian tinggalkan ?<br /><br />Dalam suasana seperti itu berbagai dugaan berbau politis muncul, beberapa warga melakukan analisa sendiri mengarahkan kecurigaan mereka pada pihak-pihak yang kalah dalam pemilu, sementara dari pihak polisi dugaan kuat mengarah ke dalang teroris warga Malaysia yang sampai kini masih buron, Noordin M Top. Analisa lain mengarah ke sindikat luar negeri yang turut campur tangan menciptakan suasana kacau negeri ini. Tapi kita semua berharap aparat berwenang segera mengungkap pelakunya dan menyeret mereka ke pengadilan, lalu diadili seberat-beratnya.<br /><br />Seluruh negeri tenggelam dalam kecemasan dan ketakutan yang amat sangat. Dicampur geram dan marah kita semua mengutuk kejadian tak bertanggung jawab itu, sebab selalu saja korbannya tak pernah ada sangkut-pautnya dengan pesan yang ingin disampaikan pengebom itu. Disini korbannya hanyalah pelengkap penderita, tumbal untuk tujuan yang suci menurut versi mereka. Aaaargh ! diantara banyaknya jalan untuk berjuang (jihad) mengapa yang dipilih adalah memerangi sesamanya sendiri, jika tak suka dengan keberadaan mereka atau apapun dari mereka, setidaknya jangan menyakiti mereka. Pilihlah cara lain yang lebih kesatria. <br /><br />Siapa pun pelakunya tentu berbeda ”faham” dengan kita, jika diatas peraturan kita masih menyisakan ruang untuk cinta pada sesama, maka mereka tidak menyisakan sedikitpun tempat untuk itu. Seolah-olah yang namanya duka, kesengsaraan, kemiskinan adalah mutlak takdir milik mereka dan atas dasar itu lalu merasa berhak membagi dukanya ke sebanyak mungkin orang dengan dalih agama, kebencian, dan sikap sinis yang membakar.<br /><br />Sesaat, ingin sekali membaca pikiran mereka, otak peledakan itu. Tapi itu percuma, beda paham artinya beda bangunan, beda frekuensi, beda tempat dan alas, untuk bisa mengerti orang lain kita tak bisa menempatkan nya diatas atau dibawah pemahaman kita melainkan setara. Tapi bila alamnya saja sudah lain maka upaya untuk memahami adalah tindakan sia-sia. Lagipula sekarang bukan saatnya memahami tindakan mereka melainkan mencegah dan memeranginya agar kejadian itu tak terulang lagi. <br />Cukup sudah !.<br /><br />Betapa luarbiasanya waktu. Ia membawa rahasia masa depan sekaligus menyembuhkan luka, kadang membawa kegembiraan yang sukar dilupakan. Waktu juga yang akan membawa kenangan masa lalu yang pahit, seperti kejadian jumat pagi itu, mudah-mudahan kita tak lantas dibuat lengah apalagi lupa terhadap bahaya yang mungkin menimpa orang-orang tercinta. <br /><br />Sebagai warga biasa, yang bisa kita lakukan mungkin berlaku waspada, sebisa mungkin membantu aparat, mengaktifkan lagi rukun warga, dan menjaga orang-orang tercinta kita dari jangkauan mereka. Jika ada satu hari yang menjadi tonggak perjuangan, maka hari itu adalah sekarang dan selamanya. Kita mungkin warga biasa, menjalankan kehidupan sehari-hari dengan biasa dan sederhana tapi kita tak pernah takut pada ancaman teror apapun, dan dari siapapun.<br /><br /> Kita mungkin warga biasa yang bergelut dengan keseharian tapi kita tak akan membiarkan para teroris pencuri mimpi itu menang, tidak sekejap pun !.<br /><br />Saat ini mereka mungkin sedang berbangga hati, tertawa diatas duka orang banyak, merasa berhasil menyebarkan ketakutan, puas dengan ledakan dahsyat yang dirakit dengan rasa iri, bahagia karena bisa merekrut pasukan berani mati, tapi lupa bahwa sesuatu yang ada di alam ini bersifat pasti, siapa yang memiringkan bejana air maka sisi bejana lainnya akan menyeimbangkan diri (hukum Pascal). Lupakah bahwa alam ini penuh keseimbangan ?.<br /><br />Sekali lagi, jangan biarkan mereka menang ! <br />Jangan pernah sekalipun!Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-60552262670635860012009-06-28T20:21:00.006+07:002009-10-21T23:36:22.954+07:00Dare To Dream<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3xVuq4Cci9tRY8dOfizW-Uz9SZjEOBsTE-UwEPgqxSjRGDE26pck8fBsj2oDgQw6CMpx99eX0x6uLLtHH9kSNIA7KPAtn0qPbeDO0MIVlw3sNGOoN3tPayigRcghm4fzgPkiHAy-k2Rs/s1600-h/1_TORCH_461.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3xVuq4Cci9tRY8dOfizW-Uz9SZjEOBsTE-UwEPgqxSjRGDE26pck8fBsj2oDgQw6CMpx99eX0x6uLLtHH9kSNIA7KPAtn0qPbeDO0MIVlw3sNGOoN3tPayigRcghm4fzgPkiHAy-k2Rs/s320/1_TORCH_461.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5352388537630854370" /></a><br /><br />“Feel the flame forever burn, teaching lesson we must learn…<br />to bring us closer to the power of the dream<br />the world unites in hope and peace, we pray that it will always be<br />it is the power of the dream that bring us here…” <br /><br />Itulah sepenggal lagu yang di aransemen oleh David Foster dan liriknya di tulis oleh L. Thompson Deep untuk Celine Dion dalam lagu The Power of The Dream. Betapa bagusnya David Foster mengekspresikan kekuatan mimpi. Lagu dengan lirik yang kuat, choir yang menawan dan iringan orkestra megah siap memanjakan telinga. Sepertinya lagu yang cocoknya jadi lagu kebangsaan sebuah negara itu di desain untuk merayakan kekuatan mimpi-mimpi pendengarnya sekaligus menyemangati para pemimpi-pemimpi baru untuk lebih berani.<br />Apa yang membuat mimpi begitu ”wajib” untuk dirayakan ? dan kenapa banyak orang mengatakan bahwa hidup berawal dari mimpi ?. Lagi-lagi saya tidak tahu.<br /><br />Setelah menonton film Laskar Pelangi baru saya mengerti. Ternyata kekuatan mimpi lah yang membuat Andrea Hirata ”memiliki kekuatan” menjelajahi pelosok Eropa sekaligus menyelesaikan studinya di salah satu universitas paling elegan di dunia, Sorbonne. Mimpi pulalah yang mengantarkan Jorma Ollila, chairman Nokia membawa perusahaan itu menjadi perusahaan perangkat telekomunikasi kelas satu di seluruh dunia selama bertahun-tahun, mengantarkan manusia jaman sekarang ke dunia baru yang saling berhubungan, flat tanpa di bentengi batas lagi. Dan sebagai orang yang baru bangun dari tidur saya hanya bisa membelalakkan mata... woow ! saya sudah punya teman seorang Perancis lewat facebook yang dengan pede nya saya ”add” di perangkat selular saya tadi malam (padahal bahasanya aja ngga ngerti sama sekali).<br /><br />Anggun yang kita kenal sekarang adalah seorang penyanyi internasional yang mencengangkan. Bagaimana suara indahnya melengking-lengking menembus batas budaya dan negara, bagaimana sosok populernya di daulat menjadi duta dunia untuk program mikrokredit PBB sementara lagunya di pakai Luc Besson untuk soundtrak film Transporter 2. Bahkan situs American Online ( AOL) tahun ini (2009) menempatkannya di peringkat 4 sebagai diva dunia mengalahkan penyanyi sekelas Beyonce Knowles. So what happen to you Anggun ?<br /><br />Ada yang menarik saat menyimak wawancaranya di TV :<br />”satu saat saya bermimpi, saya menjadi penyanyi yang bisa menebus pasar Eropa, saya tahu jika kita punya mimpi, cepat bangun, cuci muka, berangkat dan jangan lantas tidur lagi” ujarnya sambil tersenyum. Aha ! that is the point.<br /><br />Its all about dream, lalu apa impian anda ? apakah impian anda terlalu sederhana, atau terlalu rumit ? atau saking jauhnya jarak kini dan nanti (dimasa depan) kita jadi malah takut punya mimpi. Padahal mimpi itu gratis ! banyak orang bermimpi disaat tidur. Tapi orang-orang yang saya sebutkan di atas ini bermimpi, justru saat mereka tidak tertidur sama sekali, mata mereka terbuka, mereka melek, terjaga !. <br /><br />Mimpi saat seseorang dalam keadaan tidur sering hanya berupa bunga tidur saja, ia meninggalkan kesan yang kadang sesaat saja atau bahkan tidak pernah diingat sama sekali. Tapi mimpi dalam keadaan terjaga sungguh berbeda.<br /><br />Jika kesadaran seseorang diibaratkan danau, dan pikiran nya diibaratkan pusaran air, maka mimpi adalah sebentuk riak gelombang (pikiran) di danau kesadaran (batin). Ketika pikiran memimpikan buah jambu maka seluruh gelombang pikiran akan berusaha membuat citra atau bayangan buah jambu itu di permukaaan danau, ketika yang dimimpikan adalah tujuan mulia, maka air itu akan beriak mewujudkan gambarannya dengan detil seperti apa dan bagaimana mulia itu adanya. Ketika memikirkan sebuah benda atau perbuatan maka citra nya lah yang hadir dipermukaan danau, maka bagai cermin bening yang memantul ke arah langit, seperti gambaran itu pulalah yang dilihat dan dicatat oleh langit sebagai keinginan. Uniknya dalam keadaan kritis seluruh elemen semesta ini (seluruhnya !) mendukung terwujudnya buah jambu ini di alam nyata ! (Mestakung, prof Yohanes surya, penerbit mizan). Dan ini adalah fakta tak terbantahkan dari hukum-hukum fisika modern. <br /><br />Riak-riak ini tidak hanya berupa pikiran tetapi juga rasa. Pikiran dan perasaan ini meninggalkan kesan dan terus bertransformasi, terus berdatangan, maka tak terhitung berapa banyak citra yang terekam di atas permukaan danau. Makin banyak keinginan, makin tidak terfokus maka selamanya seseorang menjadi permainan pikirannya sendiri, dan makin tidak bisa mengontrol keinginan maka selamanya danau itu seperti gelisah penuh riak tanpa memantulkan gambaran yang jelas. Hasilnya ? hanya gelisah saja, tak ada capaian ! tinggal mimpi betulan tanpa kejelasan kapan akan menjadi kenyataan.<br /><br />Setiap mimpi punya aturannya sendiri, ia kombinasi harmonis antara niat dan laku / perbuatan, kadang bukan karena sangat hebat, juga bukan karena bakat yang luar biasa seseorang mencapai impian, tapi kurang ”will”. Yeah will dan masalah terbesar nya will ini ada di alam yang tak terukur, seseorang tak bisa sekedar niat tapi juga harus bergerak (berbuat/laku) mendekati apa yang diniatkan. Maka seseorang sekarang diukur dari apa yang sudah dibuatnya / karyanya yang nyata. Rumit ?. Ya ya.. perlu pengorbanan yang tidak kecil memang. Selalu ada harga yang harus dibayar, tapi selalu ada hal yang kita dapat dari sana. <br /><br />Back to the dreams. <br />Dan memiliki impian lalu mempertahankan impian itu agar tetap hidup dan menyala-nyala adalah suatu perjuangan tersendiri, masalah terbesar dan yang paling mencolok adalah adanya gap. Jarak yang cukup jauh antara mimpi dan kenyataan yang sedang dijalani sekarang. Jarak itu kelihatannya dalam dan tak berhingga. Ini seperti seseorang yang hendak berdiri tapi ia langsung dihadang oleh fakta, hendak berjalan jauh malah dibandingkan, hendak melompat si kaki ini malah terganjal, hendak berusaha sungguh-sungguh tapi kesempatannya yang belum ada. Nah lo.<br /><br /> Semuanya tak mudah, tak pernah mudah. Mereka-mereka yang memiliki mimpi seperti nama-nama diatas mengalami kegoncangan hebat, pasang surut, naik turun, merasa ditinggalkan, sendirian, menderita dan merasakan kesusahannya, disaat yang bersamaan semuanya hancur. Ditantang oleh kenyataan sulit didepannya, dilombakan dengan tantangan yang selalu lebih besar dari dirinya sendiri. Tapi lihatlah! masing-masing dari mereka bisa melampauinya. Yang membedakan adalah cara mereka mempertahankan fokus, daya hidup, mimpi, semangat dan cita-citanya dalam riak-riak optimisme yang elegan.<br /><br />Sekarang anda si empu nya mimpi, mungkin sudah berniat, dan sedang bekerja keras ke arah itu. Dengan susah payah mempertahankan fokus, berusaha lebih keras. Anda mungkin lebih rajin ibadahnya ke Tuhan dan lebih positif melihat hidup. Tapi sudah kah lebih kuat lagi terhadap ”energi lain” yang datang dari luar ?.<br /><br />Baiklah. Tentu saja semua tak akan semulus perkiraan, bisa saja ada orang lain yang tak suka pada energi positif yang anda tebar sepanjang hari, mereka boleh-boleh saja berusaha menghalang-halangi kemajuan anda, membunuh mimpi, mencurinya, menyerang telak benteng pertahanan anda, lebih jauh bahkan mematikan semangat hidup tanpa kita sadari. Tapi justru disaat seperti itulah kita tak boleh kehilangan diri sendiri. Saat semua datang dan pergi, saat celah tertutup, saat cahaya sulit terlihat. Saat semua hancur sekalipun kita tetap memiliki sesuatu, energi tidur yang sedang menunggu. Energi itu harusnya adalah diri kita sendiri. <br /><br />Masih sangsi dengan kekuatan mimpi ? masih takut menjalani mimpi anda sendiri ? <br /><br />Apakah anda berani, bangun di usia lewat dari 70 tahun, saat itu anda mungkin telah renta, tua dan tak ada kekuatan lagi tapi "baru menyadari" bahwa hidup yang selama ini dijalani bukanlah impian anda ??? beneran berani ? <br /><br />Well, kalau begitu selamat bermimpi !<br />Selamat berjuang mencapainya dan jangan lupa berdo’a sungguh-sungguh...Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-56128062549556851652009-06-04T21:33:00.008+07:002009-06-05T23:17:32.503+07:00MULIA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgbnKTg9qajBdfPxyAFQkt118w9OHHgW2u0HUI_2sv05kwC4lWCwnB1PvCwpQCFidGVkUS2rFofU3mnGQOhyphenhyphen3gx5ZOO2XzkqZivsJVX9ZN4eYSCmg4jsSAoOfDqFb13Vasp3Qx7ufNyvE/s1600-h/cutting-barley.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 225px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgbnKTg9qajBdfPxyAFQkt118w9OHHgW2u0HUI_2sv05kwC4lWCwnB1PvCwpQCFidGVkUS2rFofU3mnGQOhyphenhyphen3gx5ZOO2XzkqZivsJVX9ZN4eYSCmg4jsSAoOfDqFb13Vasp3Qx7ufNyvE/s320/cutting-barley.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5343484337062561058" /></a><br /><br />”<span style="font-style:italic;">Ketika bekerja, kalian bagai sepucuk seruling yang menjadi jalan bagi bisikan waktu untuk menjelma menjadi lagu, maka siapakah yang mau menjadi ilalang dungu yang bisu, ketika semesta raya melagukan gita bersama</span>” <span style="font-weight:bold;">Kahlil Gibran</span><br /><br />Salah satu acara yang selalu saya ikuti di sore hari adalah ”Jika Aku Menjadi”. Sebuah acara reality show yang -saya pikir-lumayan berbobot. Menurut saya acara ini dibuat bukan untuk hiburan semata, tapi juga sarat dengan pesan yang saya yakin dimaksudkan untuk melihat lebih dekat satu sisi kehidupan lain. Lokasi bisa di satu sudut kota yang terpinggirkan, kadang disebuah desa yang lumayan jauhnya dimana akses listrik saja pun masih belum bisa dinikmati oleh orang banyak, kadang juga tak jauh dari tempat kita berdiri. Dipandu sendiri oleh orang-orang muda yang berasal dari kota untuk bisa merasakan langsung apa itu kerja keras dan menyingkap sisi lain tentang hidup berkekurangan. Tapi memang yang paling kuat dari keseluruhan inti acara ini adalah ajakan untuk selalu mensyukuri berbagai nikmat Tuhan yang ada di hidup kita.<br /><br />Tentu bukan mensyukuri bahwa nun jauh disudut sana ada banyak orang lain yang lebih menderita dari kita, tapi lebih ke "melihat lebih dekat" apa yang sedang terjadi disana. Bukan untuk menghibur diri tapi sejenak menyimak permasalahan yang sedang terjadi untuk menemukan dimana yang salah lalu bersama-sama keluar dari sana untuk berusaha memperbaiki keadaan. Bukan pada pekerjaannya tapi tekniknya, juga bukan berapa hasil yang didapat tapi bagaimana memasarkan yang baik untuk mendapat hasil yang menggenapi. Dan disinilah peran para penonton sebenarnya amat diperlukan. Untuk tidak sekedar menonton tapi diharapkan ikut menceburkan diri langsung ke lapangan.<br /><br />Kita selalu berpikir, makan tiga kali sehari adalah hak paling dasar yang wajar, tidak hanya itu kita terbiasa ”ada” dengan lauk pauk yang memikat selera, tidur dengan kasur-kasur yang empuk, sekolah di tempat favorit, uang saku, uang jajan, ayah mungkin seorang pekerja kelas menengah dan ibu yang punya jadwal arisan minimal sebulan sekali. Tapi lihatlah ! <br />Di sudut lain sebagian besar masyarakat masih harus berjuang memenuhi hak makan tiga kali sehari. Urusan makan ini akan selalu dikaitkan dengan apa pekerjaan yang dijalani karena ekivalen dengan seberapa yang dihasilkan dan berapa banyak yang dibelanjakan. Dan tentu semua pekerjaan yang ditampilkan di program ini adalah pekerjaan mulia. Yang paling hina di negeri ini, di manapun di galaksi manapun adalah mengambil apa yang bukan haknya (baca : korupsi, mencuri). <br /><br />Saya tidak tahu bagaimana Tuhan Yang Maha Kuasa memasangkan seseorang dengan sebuah pekerjaan, juga menggaji (baca: memberi rezeki) sesuai dengan ukurannya (invisible hand-kah ?). Kenapa seseorang jadi pedagang beras, karyawan swasta, PNS, tukang angkut sayuran, tukang insinyur, CEO, akuntan, petugas kebersihan, tukang cukur, pemecah batu dan lain-lain ( lebih jauh, mungkin ini sebabnya manusia tidak boleh berlaku sombong, sebab kalau sedikit saja tertukar nasib maka seluruh rangkaian cerita hidup kita akan berubah sama sekali).<br /><br />Izinkan saya memikirkan hal ini : jika rambut saya yang gondrong ini gerah kira-kira siapa yang akan saya mintai ”tolong” untuk mencukurkan jika semua orang adalah pedagang beras ?, oke lah.. kalo saya sakit perut kira-kira siapa yang akan saya mintai ”tolong” jika semua orang adalah tukang cukur ?. Yeah that’s the point. Tidak semata-mata sesuatu itu ”ada” tanpa ada ”kegunaan”, ”fungsi”, ”faedah”. Maka apapun profesi yang ada, hadir dan digeluti di dunia ini semua nya mulia. Yeah pemecah batu, penggali kubur, pembersih selokan, bapak-ibu penyapu jalan-jalan utama, tukang bubur, penerjemah, penulis dan apapun, selama halal dan tidak mengambil hak orang lain adalah mulia. Jika kemudian rejeki dari pekerjaan itu tidak cukup maka cukuplah Tuhan Yang Maha Pemurah yang akan kemudian mengatur jalan selanjutnya. <br /><br />Yang ideal dari sebuah pekerjaan -yang menghasilkan uang- harusnya timbul karena passion, dari hasrat yang dalam, dari kesuka citaannya melakukan sesuatu, dari kesenangannya, dan gairah yang dimiliki pada minat yang ada didirinya. Yang hobinya menghitung maka profesi akuntan, perbankan mungkin adalah profesi yang tak akan membuatnya ”sekedar melakukan”. Seorang yang berbakat memimpin dan memiliki ”hati”, ”rasa”, dan berbagai syarat-syarat lainnya tentu akan melakukan pekerjaan memimpin dengan baik tanpa harus mengeluh. Semua berjalan sangat baik semakin lama hanya akan semakin hebat saja. <br /><br />Tapi banyak yang tidak seberuntung itu. Ada yang sedang menunggu pekerjaan impian. Beberapa orang merasa pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Beberapa harus bertahan karena "kebutuhan", banyak diantaranya masih berjuang menaikkan grade nya. Dan itu sangat alami, wajar, sebuah proses yang harus terus diupayakan. <br /><br />”kita lahir dizaman baru!” kata teman saya. <br />”banyak guru nyambi jadi tukang ojek, kepala sekolah merangkap jadi pemulung, dokter merangkap jadi penyanyi, pelawak merangkap jadi anggota dewan. Kau mungkin pegawai pabrik rendahan tapi kau masih bisa jadi apapun yang kamu mau, jangan membatasi langkah, keluarlah dari keterbatasan menjadi seseorang yang tak terbatas” lanjutnya<br />Deg !. Saya seperti biasa langsung down.<br /><br />”Cuma satu syaratnya : miliki pikiran terbuka”<br />Deg lagi ! dan saya langsung pusing.<br /><br />Gara-garanya ketika singgah di sebuah hotel di Singapura. (katanya sih) Teman saya melihat seorang kakek-kakek tua yang bekerja mengecek pintu hotel. Sudah puluhan tahun profesi ini dijalaninya dan ia tetap tekun. Ternyata diluar itu ia dan istrinya adalah wirausahawan yang cukup sukses, setahun dua kali ia dan istrinya berlibur ke Macau atau Hawaii.<br />Ketika ditanya, kenapa masih bekerja sebagai pengecek pintu jika diluar ia sudah kaya. Jawabannya edun :<br /><br />”anakku, tamu-tamu dihotel ini selain orang-orang penting, mereka juga manusia yang mungkin telah lama dirindukan keluarga mereka dirumah, sebagian mungkin CEO-CEO perusahaan besar yang bertanggung jawab pada nasib banyak sekali orang, mata rantai ini yang saya jaga. Bayangkan jika satu saat terjadi sesuatu, kebakaran misalnya dan hanya karena masalah engsel pintu ini mereka tak bisa menyelamatkan diri, maka saya mungkin tak bisa menebus rasa penyesalan akibat hal ini”.<br /><br />Dan kata-kata yang di berikan ke saya ternyata lebih pedas dari versi aslinya. Dengan berbagai tambahan sana sini yang membuat saya harus manggut-manggut seperti orang yang ngerti. (belakangan saya meragukan keabsahan ceritanya .. hahaha)<br /><br />Tapi terlepas dari itu, melihat kembali apa yang kita kerjakan. Memaknai nya lagi, tidak sekedar lakukan tapi semua berasal dari hati, dari kecintaan yang dalam, dari rasa tanggung jawab. Dari sana kita mungkin akan terbiasa melakukan lebih dari sekedar yang diminta.. seperti melukis anda lah sang maestronya, tidak hanya menggurat semata tapi memberi beberapa polesan akhir dimana ratusan tahun kedepan orang masih akan bilang : ini karya Affandi yang hebat itu ! <br /><br />Ah saya hanya bisa berandai-andai jika saja semua orang (termasuk saya pastinya) punya pikiran terbuka dan terbiasa melihat dari sudut yang sama sekali lain seperti ini. Pasti semua akan lebih baik. Mungkin tak akan ada yang ditahan gara-gara email yang isinya keluhan. Tak ada surat kaleng, atau premanisme.<br /><br />Baiklah. Seseorang mungkin saja tidak menyukai atasannya, lelah dengan situasi kerja yang sikut-sikutan, beberapa teman mungkin tak suka dengan birokrasi basi, teman-teman yang lainnya mungkin benci dengan orang-orang yang berseliweran disana tapi, jangan pernah benci dengan pekerjaan nya.<br /><br />”<span style="font-style:italic;">Bekerja dengan rasa cinta, berarti kalian sedang menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri-diri orang lain dan dengan Tuhan. Bekerja dengan cinta bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmu lah yang akan mengenakannya nanti</span>” <span style="font-weight:bold;">Kahlil Gibran</span><br /> <br />Ya Allah, mudah-mudahan saya bisa berusaha ke arah itu.. aminSugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-85623735051221894492009-05-13T22:25:00.012+07:002009-10-21T23:51:55.777+07:00Titik Balik<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpfQOpIpEL9cGn5z7rhY0pk_BkSTWKuQiNg_5G-A-xqTjWkWV-CpHKtHERlPusIf8dyaKcMlc6j1YOTvf_ZFssZj7MQO_jCnKc6G4Ht-mSJCdLWZkgQuQ_a8EHczy4gkojxpMKwjH-Ofs/s1600-h/kamchatka-silhouette-687515-xl.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 256px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpfQOpIpEL9cGn5z7rhY0pk_BkSTWKuQiNg_5G-A-xqTjWkWV-CpHKtHERlPusIf8dyaKcMlc6j1YOTvf_ZFssZj7MQO_jCnKc6G4Ht-mSJCdLWZkgQuQ_a8EHczy4gkojxpMKwjH-Ofs/s320/kamchatka-silhouette-687515-xl.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5335331003608328482" /></a><br /><br />Sebelum seseorang bertemu kejadian yang cukup telak yang membuat jalan hidup seseorang itu berubah selamanya, atau sebelum bertemu orang lain yang begitu ”kuat” kesannya sampai-sampai mampu merobohkan segala hal yang pernah diyakini selama bertahun tahun maka orang tersebut bisa dikatakan belum bertemu dengan titik baliknya.<br /><br />"saya berhenti merokok sejak punya anak" kata teman saya<br />"saya berhenti make (maaf) narkoba, sejak kecelakaan orang tua saya" teman yang lain menimpali<br />"saya menjadi pro ke orang-orang yang hidup dijalanan, sejak melihat seorang nenek pedagang gorengan duduk di batas marka jalan raya karena kelelahan" <br /><br />Kita tentu pernah dengar kata-kata seperti ini meluncur di bibir para sahabat atau <br />teman-teman kita, atau bahkan kita sendiri mengalaminya. Yep titik ini penanda bahwa hidup seseorang akan berubah dengan segera dan selamanya. <br /><br />Inilah yang saya maksud, titik dimana seseorang bertemu kejadian yang menggugah, membangkitkan ”sesuatu” di dalam dirinya. <br /><br />Tentu sesuatu yang baik saja yang dibicarakan disini. Lets call : Titik Balik.<br /><br />Seperti sebuah titik pijakan di tanah, mungkin berupa sebuah batu cadas, bisa tanah liat atau mungkin sebuah keramik bertekstur yang indah. Tapi sekali menginjaknya kita tak akan pernah tahu, paling rendah adalah melompat lebih tinggi, namun yang istimewa malah "terbang" keluar menuju atmosfer. That is titik balik.<br /><br />Titik balik adalah peristiwa unik. Karena pasti dialami oleh setiap orang, meski peristiwanya mirip-mirip tapi efeknya bisa sangat jauh berbeda. Disini mungkin hanya doa yang kuat dari diri sendiri, dari orang tua dan mereka-mereka yang mengasihi kita agar semua tak jadi lebih buruk sebab selebihnya adalah kekuasaan Tuhan yang luarbiasa hebatnya membolak-balikan hati dan jalan hidup seseorang. Dititik ini benar-benar hanya doa yang kuat.<br /><br />Sekian tahun hidup dalam ketertindasan pemimpin diktator yang penuh iri hati dan dengki bisa berefek beda pada dua orang sahabat. Si A akan mengingat pengalaman itu sebagai pemicu pembalasan dendam suatu saat nanti, sedang si B bisa mengolah masa-masa pahitnya agar tidak terulang dan berjuang menjadi pembela HAM. Disini keduanya mengalami titik balik tapi terasa jauh bedanya. Keduanya mengalami kegetiran yang sama, masa-masa sulit yang sama, tapi jalan yang ditempuhnya berbeda. Lihat saja, alangkah buruknya rasa iri atas hidup orang lain, sebab ia identik dengan dendam yang tak mengenal rasa puas.<br /><br />Titik balik merupakan suatu peristiwa revolusioner. Ia memporakporandakan seluruh bangunan nilai-nilai yang pernah dianut. Peristiwa ini peristiwa besar yang akan menghabiskan kekuatan mental seseorang, sebab begitu ia memutuskan sesuatu maka ujian sesungguhnya adalah kepercayaan dirinya. Ketika memutuskan sesuatu maka ujian lainnya adalah hidup yang tak selalu sesuai dengan keinginannya maka disini kekuatan itu sebenarnya diuji: mundur lagi ? atau hadapi dengan tenang ?. Saya berani janji semua itu tak akan mudah.<br /><br />Mengalami titik balik berarti sedang berada pada titik yang paling menentukan ke arah kehidupan selanjutnya. Di titik ini seseorang berefleksi dengan dirinya, bercakap-cakap tentang banyak hal yang ia temukan selama ini, lalu masuk lebih dalam sedikit lagi. Dari situ ia mengalami apa yang disebut iluminasi, ia terinspirasi oleh tujuan yang lebih besar dari hidupnya, disini -entah bagaimana- pikiran menjadi terang, ia akan sanggup melanggar segala pembatas-pembatas mental untuk bergerak menuju pada apa yang ada di benaknya. ketika sadar ia sudah berada di tempat yang berbeda, tempat lain yang lebih indah, lebih damai. Bagusnya lagi, ia menemukan dirinya lebih besar dan hebat dari sebelumnya.<br /><br />Di puncak pencapaiannya kesadaran seseorang bergerak ke segala arah, segala kekuatan, kemampuan dan bakat-bakat alami yang selama ini mati suri menjadi bangkit dan hidup. <br /><br />Contoh :<br /><br />Titik balik positif saya ambil dari Mochamad Yunus. Saat berjalan menyusuri pasar tradisional kumuh dan mayoritas orang2 yang ada adalah pengemis dari berbagai usia, seketika matanya terbuka. Ini bukan soal siapa yang harus berbuat duluan tapi siapa yang harus di selamatkan duluan. Lulusan terbaik universitas Vanderbilt USA yang menguasai teori ekonomi yang elegan dibenturkan dengan kenyataan yang jauh sangat jauh dari apa yang didapatnya semasa kuliah. Dan ia benar-benar merasa frustasi. <br /><br />Saat berefleksi yang muncul bukanlah : "bagaimana mengorganisir para pengemis ini agar saya dapat keuntungan dari mereka" tapi " bagaimana saya memberdayakan mereka " . Dan tantangan ini tentu bukan tantangan kelas kacang. Apa yang dilihatnya hari itu menjadi titik balik yang mengubah puluhan tahun cara Yunus memandang kemiskinan. Ia terinspirasi pada tujuan besar, membuat cetak biru dipikirannya, berkemas, berangkat dan berhasil melakukan perubahan.<br /><br />Sulit sekali menggambarkan suasana batin saat Martin Luther King mengalami titik balik untuk mengusung persamaan hak antara kulit putih dan kulit berwarna. Saat itu teman semasa kecilnya yang berkulit putih dilarang bermain bersama dihalaman rumahnya, alasannya sederhana : karena beda warna. Dan peristiwa puluhan tahun yang getir itulah titik balik yang mengantarkannya sebagai pejuang persamaan hak-hak bagi warga kulit berwarna. Meski lama dan luarbiasa beratnya ia berhasil menyelesaikan perubahan yang di gagasnya. Semua tertegun dengan caranya meninggal tapi semua orang dibuat tersadar dengan mimpinya. <br /><br />Tentu sulit juga menggambarkan suasana batin seorang Jalaludin Rumi sang mahaguru hebat yang terkenal, beliau punya banyak murid tercerdas yang pernah ada. Tapi setelah mengalami titik balik semua berubah total. Hanya perlu dua hari bagi Syamsudin Et Thabriez(unknown name yang tiba-tiba saja hadir di hidup Rumi) menyampaikan pandangannya pada Rumi. Hanya dua hari kebersamaan mereka tiba-tiba mahaguru Rumi memutuskan meninggalkan semuanya untuk melanjutkan misi menemukan sisi-sisi spiritual Islam yang sekarang disebut kesadaran sufisme. Disusul dengan terbitnya Matsnawi, sebuah kitab sufi klasik yang jadi referensi bagi aliran spiritualis agama-agama besar dunia.<br /><br />Ruangan gelap berpuluh tahun lamanya seketika terang dengan sebatang lilin yang tak sengaja ditemukannya, tentu bukan nemu lilin atau apinya, tapi siapa yang sengaja menyimpan lilin dan korek api untuk ditemukan oleh orang itu (it must be God isn’t He ?). Kadang hadiah cinta yang terbesar bukan pada seberapa banyak yang ditinggalkan juga bukan seberapa besar yang kita dapat. Melainkan kita dibuat jadi apa oleh cinta.<br /><br />Bambang tetap Bambang yang masih suka lari tiap pagi. Ratna mungkin mahasiswi yang selalu hadir dikelas ontime, Robert, Dian, Netie, Hartini, Priatna, Nikolai, Anton, Budi, Daman, Luci, Arif, Andri, Irvan, Esti, Rossa, siapa saja. mereka tetap orang biasa yang mungkin tetap bergelut dengan kegiatan sehari-hari. Tapi spiritnya sudah lain. Mereka sudah ketemu misi hidupnya. Tinggal menunggu saja ledakannya. <br /><br />Sudahkah bertemu titik balik yang seperti ini ? sudahkah mengalaminya ?. <br /><br />Setiap hari kita bertemu banyak peristiwa, haruskah menunggu ? bisakah kejadian biasa disikapi luarbiasa hingga hari ini selalu lebih baik dari kemarin ?<br /><br />Selamat menjadi orang hebat !Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-535381483331771682009-04-29T23:17:00.005+07:002009-10-21T23:46:42.786+07:00Menang Tapi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQLGx_dAhHYtWp0gqkMfWo7BIk3ry0fznfYSVRs-EPTGTNwYRMio0c5gbK_m6GCkEv44k1ifKvOtqS2JAANnpTphwRZkeBdEpbLmf6qpTnJ2R7t6IzfIosI1Vb0hk7SyeyEV2utt9ZlSc/s1600-h/1107wallpaper-2_1280.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQLGx_dAhHYtWp0gqkMfWo7BIk3ry0fznfYSVRs-EPTGTNwYRMio0c5gbK_m6GCkEv44k1ifKvOtqS2JAANnpTphwRZkeBdEpbLmf6qpTnJ2R7t6IzfIosI1Vb0hk7SyeyEV2utt9ZlSc/s320/1107wallpaper-2_1280.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5330149173399206498" /></a><br /><br />Menang Tapi<br /><br />Sudah takdirnya semua manusia hidup dalam suasana kompetisi. Semenjak masih -maaf – sperma, hanya yang unggul sajalah yang akhirnya berhasil membuahi sel telur. Setelah manusia dilahirkan, tumbuh dan bergaul dalam tatanan masyarakat yang lebih luas maka kompetisi adalah suatu keniscayaan yang akan dialami dalam setiap fase hidupnya. Masuk sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas/smk, dan sekolah yang lebih tinggi lagi, lalu bekerja maka suasana kompetisi menjadi luarbiasa kentalnya. Seperti menang dan kalah, institusi mengajarkan semua individunya untuk menang dalam hal apapun tapi lupa mengajarkan cara menerima dan bangkit dari kekalahan.<br /><br />Kompetisi berguna ? sangat ! dalam kadar yang cukup sehat kompetisi melahirkan dan mendorong inovasi dan kreativitas yang ujung-ujungnya mendorong perubahan zaman. Ia menampakkan dunia baru yang sama sekali tak pernah dibayangkan kelak bakal menghiasi dunia, contohnya saja kompetisi dalam bidang teknologi dan bisnis. Bila saja Thomas Alva Edison tidak berpacu dengan dirinya sendiri maka seumur-umur tak akan ada yang namanya lampu, bila Nokia tidak cepat membaca zaman maka selamanya perusahaan itu hanya akan jadi pabrik pengolah kayu dan sepatu booth.<br /><br />Dan seiring perkembangan kesadaran manusia yang juga sangat menggembirakan, maka semua hal yang tadinya menyakitkan, memalukan dan menggelapkan kini bergeser maknanya. Seperti juga kekalahan yang dulu amat sangat tabu itu kini menampakan wajah asli yang sesungguhnya. Begitu juga kemenangan yang indah itu ternyata tidak selalu seindah kelihatannya.<br /><br />Beberapa teman menyuruh saya melakukan ”All Counting” saat terpuruk menerima kekalahan. Entah itu untuk membesarkan hati atau cuma ingin menghibur saja. Teman saya itu menjelaskan tentang suatu hukum – saya sendiri baru dengar ada hukum yang namanya begitu- teman saya menamakan ”Hukum Keseimbangan Mutlak”. What ??<br />Yang Maha Mutlak hanya Allah saja, kemutlakan itu milik Tuhan semesta alam dan diluar itu semuanya serba relatif. Ngga ngeh ? sama !.<br />Masih kata dia : kompetisi memang wajar dan sudah khitahnya begitu, tapi soal menang dan kalah itu relatif. Yang ada hanyalah kalah tapi.... dan menang tapi...<br /><br />Rahasianya adalah All Count (semua dihitung). Apa iya kalah telak ? apa benar ada menang telak ? coba lihat lagi kata teman saya itu. Selama beberapa hari dirumahnya saya disuguhi berbagai tontonan DVD yang bila dipilih secara acak dengan mata tertutup pun semua ceritanya mengandung hukum keseimbangan mutlak. Dan saya rasa ini sebutan saja karena ia sering terlihat ada, mendominasi, dan sangat terasa. Namun karena harus di uraikan dengan bahasa tulis ia jadi terdengar ”wah”.<br /><br />Saya ngga tahu mengapa disuruh nonton DVD, bukannya menjelaskan kondisi real hidup sesungguhnya malah disuruh nonton. <br /><br />”Tonton sajalah” katanya sambil tersenyum. <br /><br />Saya memilih film ”The Promise”. Sebuah film korea keluaran tahun 2005 yang dibintangi Cecilia Cheung dan Jang Dong Gung ini bercerita tentang relativitas yang tadi. Karena terus menerus hidup miskin dan hidup bergantung dari belas kasihan orang lain seorang pengemis perempuan cilik rela menukarnya dengan kebahagiaan. ”kau akan makan makanan terenak yang pernah ada di bumi, mengenakan pakaian terindah yang hanya akan dibuat khusus untukmu, dan tinggal dalam kehidupan mewah hanya dengan satu kutukan kecil saja, "Kau tak akan pernah menemukan cinta, sampai air terjun berubah arah dan waktu bisa diputar kembali” begitu tawaran dewi Mayshen padanya. Dan benar saja tujuh belas tahun kemudian ia telah menjelma menjadi seorang permaisuri raja yang glamor, hanya saja ia tak bahagia !. Ah sementara ia kerap melihat semua orang bahagia setelah menmukan cinta walau sesulit apa keadaannya. Nah disini letak menang relatifnya ia menang menjadi permaisuri yang glamor.. dan kalah relatifnya adalah tak pernah menemukan cinta. Lalu bagaimana ? apakah air terjun bisa mengalir mundur dan waktu bisa diputar ulang ? well jangan khawatir film ini happy ending. <br /><br />Film kedua sengaja dipilih ”City of Angel”. Film keluaran medio tahun 90 an dibintangi oleh Meg Ryan dan Nicholas Cage. Bercerita tentang seorang malaikat yang selalu berbahagia menuntun kesadaran manusia. Mengiringi semua apapun yang dilakukan manusia, berada di alam ketenangan, kedamaian abadi, yang notabene merupakan impian terdalam manusia. <br /><br />Saat malaikat melihat kehidupan manusia timbul keingin-tahuannya, godaan terpaan angin pagi, deru ombak laut, kehangatan cahaya matahari, beragam pilihan menjalani hidup, dan yang paling penting : hati yang tengah mencintai. Hal-hal itu membuatnya memutuskan untuk hidup sebagai manusia biasa. Tapi sementara disisi lain (dunia) manusia sering dibuat iri pada kedamaian, ketenangan hidup dan kebahagiaan yang tanpa harus banyak bertanya apa dan kenapa. Kita tak henti-hentinya mengejar semua itu tapi yang ada malah kebalikannya. <br /><br />Disisi ini kita melihat dua dunia yang saling berkaca-kaca. Manusia melihat malaikat serba indah, damai, nyaman, sempurna, penuh welas asih. Sedang malaikat dalam cerita itu melihat manusia sebagai sosok makhluk yang memiliki free will (kebebasan untuk memilih), menjejak langkah, mencecap segala keindahan versi mereka sendiri. Sungguh aneh, bahkan apa yang sempurna dimata kita tidak selalu dilihat sama oleh orang lain. <br /><br />Cerita berlanjut, setelah menjatuhkan diri dari gedung yang amat tinggi kini sang malaikat hidup sebagai manusia biasa. Merasakan semua emosi, rasa sakit, dan juga menemukan cinta. Tapi ia belum belajar satu hal : kebahagiaan manusia itu tak pernah kekal. Maka sekarang hukum fana itu berlaku juga pada dirinya. Hanya sehari mereguk bahagia bersama sang kekasih, beberapa jam kemudian kekasih itu tewas dalam kecelakaan. Sekarang ia terpuruk pada rasa sepi dan kesendirian yang menyakitkan. Perjalanannya sebagai manusia seakan menuju ke kesenyapan, cinta dan kebahagiaan sekarang tersimpan di tempat yang hening. Saat itu dia menyadari satu hal : tak ada lagi yang harus disesali, semua keputusannya menjadi manusia biasa adalah freewill yang yang tak akan pernah disesalinya. <br /><br />Dipagi buta yang sejuk saat para malaikat -yang dulu teman-temannya- berkumpul untuk memberkati hari ia memutuskan sesuatu untuk hidupnya : hari ini ombak masih ada ! saatnya melanjutkan hidup .<br />Sampai subtitle film itu selesai, sampai soundtrak lagu-lagu indah itu usai saya masih dibuat tercenung. Ah tak ada yang mutlak. Tak ada yang abadi, bahkan bahagia dalam perkara semisal memenangkan kompetisi itupun buat saya jadi tampak samar.<br /><br />Jika pembandingnya adalah bahagia, maka dalam setiap kemenangan atau kekalahanpun selalu ada tempelan embel-embel di belakangnya : <span style="font-weight:bold;">Tapi</span>.<br />Saya memang menang, tapi...<br />Saya mungkin kalah tapi...<br /><br />Jika perjalanan hidup memang sekadar menemukan sudut pandang, lantas adakah kehidupan manusia yang mutlak sempurna ?<br />Adakah kehidupan yang tak seimbang ? <br /><br />Lihat saja sekali lagi !!Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8336790172765897728.post-71537544906433005962009-04-16T21:39:00.002+07:002009-04-16T21:46:25.041+07:00Inner Strength<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_JT9C77AdYQv7WtmljMPdc6AI9fI-0ZbaVOa_TA8ZLP2sriT8BX0o6Gg_8UlHMgC80P6jZM1L5aemjj9E33Ct-MivsSHDky9fX540_CDk8F7rnyCJ5R19oXbsKkDQpvkezrdo2Vom37Q/s1600-h/jaguar-looking-1147337-sw.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_JT9C77AdYQv7WtmljMPdc6AI9fI-0ZbaVOa_TA8ZLP2sriT8BX0o6Gg_8UlHMgC80P6jZM1L5aemjj9E33Ct-MivsSHDky9fX540_CDk8F7rnyCJ5R19oXbsKkDQpvkezrdo2Vom37Q/s320/jaguar-looking-1147337-sw.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5325299324982406802" /></a><br /><br />Facebook yang gila-gilaan. Saya keranjingan situs jejaring sosial itu akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, meski secara fisik tidak bertemu tapi saya masih bisa ngobrol ngalor ngidul dengan teman-teman semasa sekolah yang dulu suka kabur bareng menghindari jam pelajaran tertentu, rasanya menyenangkan menimpali komen komen yang masuk. Yah meski sebenernya banyak yang gak penting dibahas tapi itu mendekatkan kami kembali, its great!. <br /><br />Dan semua berubah.<br /><br />Hampir sepuluh tahun. Para tukang kabur itu kini banyak yang sholeh, kecuali saya mungkin -hahaha- selama sepuluh tahun itu pula kami tak tahu kabar masing-masing, maklumlah teknologi selular dulu masih mahal. Dan saya dibuat tercengang oleh para teman, adik-adik kelas dan para sahabat saya sekarang. Ada yang sudah jadi ayah atau ibu, bidang pekerjaannya pun selain berlainan juga jorok. Maksud joroknya adalah menjelajah kemana-mana. Bolak-balik ke Singapura, magang di Jepang, rapat di New York, tiga bulan sekali harus ke Australia, presentasi di Manila, dua minggu di Hanoy, setengah bulan di Cape town. Gila ! buat saya gila karena semasa kami sekolah dulu saya tak bisa melihat akan sejauh ini.<br /><br />Kami lulus pas jaman krisis, dua tahun kejatuhan orde baru semua serba tak pasti. Hampir tak ada jalan. Saya ingat di lantai dua ruang praktek kami sering membicarakan apa saja kecuali masa depan, karena masing-masing dari kami tak tahu apa yang akan terjadi. Bila guru-guru kami membicarakan pekerjaan, maka kebanyakan kami menerawang kemana kira-kira akan kami pergi. Lalu semua buyar tanpa bekas.<br /><br />Ternyata krisis bukan jaminan kami tidak bisa meneruskan hidup, krisis bukan penghalang kemana kami harus pergi, menapaki jalan yang sama sekali baru dan asing, tak ada siapa-siapa, bahkan tanpa direncanakan perjalanan sejauh ini. Yang ada hanya menjalani. Lalu dimana keberanian itu muncul ?.<br /><br />Meninggalkan rumah, bekerja, menghadapi kehidupan baru sambil menjalaninya bertumbuh. Saya tahu semua pada awalnya sangat sulit bahkan tak jarang sekarangpun masih tetap saja menemui kesulitan tapi kebanyakan tak menyerah. Malah merangsek maju dan melewati kesulitan. Dari mana keberanian itu muncul ?.<br /><br />Mengagumkan jika mendengarkan ceritanya. Beberapa teman berani, karena percaya hal ini : perjalanan jauh berkilo-kilo meter itu dimulai dari langkah pertama. Beberapa teman meyakini bahwa satu-satunya hal yang paling disesali nanti adalah karena sesuatu yang tak coba dilakukan. Dan yang lainnya berani karena satu-satunya cara untuk berhasil adalah mempertaruhkan segalanya termasuk melangkah dari zona aman ke zona yang tidak diketahui rimbanya. <br /><br />Seorang teman terinspirasi oleh tabiat elang laut : saat akan ada badai dimana makhluk lain menyingkir menghindar maka sang elang malah terbang tinggi melewati badai. Semua untuk harapan. Sebuah harapan untuk hidup yang lebih baik.<br /><br />Ah situasi krisis yang menakutkan itu ternyata memiliki efek yang sama dengan situasi yang menunjukan kekuatan kita yang sebenarnya, inner strength !. ternyata malam yang luarbiasa gelap dan menakutkan itu hanya menunjukan kalau pagi akan segera tiba. Yah ternyata krisis pun berguna. Ia hanya menunjukan bahwa kita harus lebih berani, bila berhasil melewatinya tak diragukan bahwa semua akan memperkaya kehidupan kita.<br /><br />Masih takut ? oh ya haruskah ?Sugi Utomohttp://www.blogger.com/profile/13379371846001809764noreply@blogger.com1